SILOU KAHEAN-
Meski dalam keadaan berdukacita karena orangtuanya meninggal dunia saat
Ujian nasional (UN) berlangsung , Berliana Saragih, siswi SMPN 2 Silou
Kahean dan Resnawaty Damanik, siswi SMPN 1 Silou Kahean Simalungun,
tetap mengikuti UN.
Berli ditinggal mati ibunya, Normawaty Purba, Minggu (22/4). Sedangkan
Resnawaty kehilangan ayahnya Manman Damanik, Selasa (24/4). Keduanya
meninggal karena sakit. Ditemui di rumahnya di Nagori Dolok Saribu
Bangun, Resna anak kelima dari 6 bersaudara mengaku sangat sedih
kehilangan ayahnya saat UN berlangsung. “Hari ini akan menjadi kenangan
bersejarah buatku karena saat aku berjuang untuk lulus, saat itu pula
ayah meninggal dunia. Sebelumnya tak ada firasat ayah akan meninggal,”
ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ujian berlangsung,
dia belum bisa mengendalikan tangisnya. “Sejak dari rumah, di atas
sepedamotor aku terus menangis. Di kelaspun aku tidak bisa konsentrasi
apalagi saat kawan-kawanku memberikan semangat agar aku tabah. Waktu
pengawas membagikan lembar jawaban air mataku terus menetes.
Aku masih
teringat ayah saat memberangkatkanku ke sekolah. Lalu ada kawan yang
mengatakan, jika air mataku bisa jatuh membasahi dan merusak lembar
jawaban, akupun tersadar, namun sesekali aku masih menangis,” ucap Resna
yang mengaku bisa menjawab seluruh pertanyaan UN pada hari kedua.
Resna juga menceritakan ayahnya sudah
lama menderita sakit paru-paru.
“Sudah sebulan lebih ayah dirawat di
rumah sakit. Selasa dinihari kami dapat kabar ayah meninggal dan
mayatnya tiba di rumah sekitar pukul 05.00 WIB. Malamnya aku masih
belajar, sempat terpikir aku tak usah ikut ujian, tapi keluarga meminta
untuk tetap ujian. Jadi meskipun dalam keadaan berduka, aku ikut ujian
hari ini walaupun sebenarnya aku ingin terus berada di samping mayat
ayah mengirim doa agar kuburnya dilapangkan,” kata Resna yang
bercita-cita jadi bidan ini.
Terpisah Berliana Saragih ditemui di
rumahnya di Sidiam-diam Nagori Bandar Maruhur, merasa sangat terpukul
saat mendengar ibunya meninggal sehari sebelum UN berlangsung. “Sabtu
malam aku masih belajar untuk persiapan UN, sekitar pukul 01.00 WIB,
keluarga berdatangan ke rumah memberitahu jika ibu meninggal. Aku sangat
sedih dan menangis sejadinya, saat itu aku berpikir mengapa ibu
meninggalkanku saat aku butuh dukungan menghadapi UN,” tutur gadis yang
menjadi juara umum di sekolahnya ini.
Saat ditanya bagaimana perasaannya saat
mengisi lembar jawaban dalam kondisi berduka, gadis berkulit hitam
manis ini terdiam sebentar. Lalu dengan terisak, dia menceritakan tidak
bisa konsentrasi menjawab soal ujian.
“Di sekolah kawan-kawan dan guru
tetap menyemangatiku, meskipun demikian wajah ibu masih selalu
terbayang. Kadang aku menangis dan terisak. Apalagi rumahku hanya
berjarak 50 meter dari sekolah, jadi kalau ada keluarga yang menangis
aku masih mendengarnya,” ujarnya.
Jonrab Saragih ayah Berli mengatakan,
pagi hari sebelum UN, dia sempat menanyai putrinya apakah ikut ujian
atau tidak. “Saat ditanyai Berli mengaku kuat dan tetap ingin ikut
ujian, sehingga keluarga memutuskan agar dia tetap ujian. Tadi pagipun
dia nggak ikut ziarah ke makam mamaknya karena masih ujian. Sore inilah
mau kuajak dia ziarah. Dia anak perempuan satu-satunya dan selalu
menjadi juara sejak SD,” beber Jonrab.
Kepala SMPN 1 Silou Kahean, Mansernarson
Damanik dan Kepala SMP 2 Silou Kahean, Juliaman Purba yang dihubungi
terpisah mengakui ada orangtua siswa yang menjadi peserta UN meninggal
dunia.
“Meski pun orangtuanya meninggal dunia saat UN berlangsung, atas
kesadaran sendiri keduanya tetap hadir dan ikut beruji. Tidak ada kita
buat perhatian khusus hanya kepada pengawas kita sampaikan kondisi siswa
yang bersangkutan. Salut buat siswa yang meskipun sedang berduka, tapi
masih bersemangat mengejar cita-cita,” ujar keduanya. (hp)(metrosiantar.com)
0 Comments