Simalungun, Berita Simalungun
Ratusan pengrajin keranjang bambu di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Tongah , Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. kini kekurangan bahan baku. Warga Sirpang Sigodang kini banyak yang mengganti lahan pohon bambu menjadi tanaman kopi ateng. Ratusan pengrajin kini mensiasati panen bambo lebih dengan menggunakan pupuk urea.
Demikian dikatakan D Damanik (36) seorang pengusaha keranjang bambo Sirpang Sigodang kepada penulis di Sirpang Sigodang, Januari lalu. Menurutnya, permintaan keranjang berukuran muatan 60 kilogram tomat dan jeruk meningkat.
“Permintaan kini meningkat karena jeruk tanah Karo dan Pematang Raya lagi panen raya. Harga satu keranjang dijual dengan Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Dalam satu bulan kita hanya dapat membuat keranjang sebanyak 500 keranjang. Sebelumnya mampu hingga 1000 buah keranjang. Ini dipengaruhi akibat bahan baku yang minim,”katanya.
Desa Sirpang Sigodang merupakan sentra pengrajin keranjang di Sumatera Utara. Perjalanan ke desa itu kurang lebih 30 menit dari Kota Pematang Siantar atau 15 menit dari Pematang Raya, ibukota kabupaten Simalungun.
Disebutkan, pengrajin keranjang di Sirpang Sigodang sudah banyak beralih jadi petani kopi dan coklat. Bahkan lahan pohon bambu sudah dialihkan jadi lahan pertanian kopi dan coklat.
“Alasan warga mengalihkan lading phon bamboo jadi lahan kopi dan coklat karena bambo bisa dipanen hanya satu kali dalam 5 tahun. Sehingga pengrajin kesulitan dalam memperolah bahan baku bambu. Jenis bambu untuk keranjang hanya ada ditemukan di sekitar Sirpang Sigodang,”katanya.
Menurut Damanik, dirinya kini mensiasati lading pohon bambu dengan memberikan pukuk urea. Hal itu dilakukan agar perkembangan pohon bambo cepat dan dapat dipanen dalam usia 2 hingga 3 tahun. Namun demikian persoalan yang dihadapi pengrajin keranjang, untuk mendapatkan pupuk urea bersubsidi sangat sulit.
“Saya meneruskan usaha mertua jadi pengusaha kerajinan keranjang. Sebelumnya saya profesi supir angkutan umum. Saya melihat peluang usaha ini menjanjikan, jadi saya terjun dalam usaha ini kurang lebih sudah 5 tahun,”ujar Damanik.
Sementara soal tenaga kerja (pembuat) keranjang D Damanik banyak memanfaatkan tenaga anak sekolah (SD,SMP dam SMA). Upah anak-anak sekolah itu dihargai satu keranjang Rp 5000. Dalam satu hari satu anak bisa membuat 20 keranjang. Namun kalau setengah hari bisa membuat 10 kerajang.
“Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pernah menawarkan bantuan pembuatan lading bambu keranjang. Namun lokasi lading bamboo keranjang itu jauh dari pemukiman warga (Sirpang Sigodang). Sehingga program pembuatan ladang bambu keranjang itu gagal,”katanya.
Butuh UKM
Sebenarnya Kabupaten Simalungun, banyak menyimpan pontensi usaha keluarga yang potensial dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun kerap kali industri rumah tangga itu luput dari perhatian pemerintah. Padahal pemerintah saat ini lebih menfokuskan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam mengentaskan kemiskinan.
Pemerintah daerah perlu memperhatikan UKM yang potensial dalam menunjang perekonomian masyarakat. Tapi, tidak demikian dengan pengrajin atau pengusaha industri rumah tangga keranjang di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Tongah, Kabupaten Simalungun.
Edi Simarmata, pengusaha keranjang lainnya mengatakan, usaha pembuatan keranjang di desa sudah ada sejak tahun 1970an. Kini hampir 85 persen penduduk Desa Sirpang Sigodang menekuni usaha pembuatan keranjang.
“Tenaga kerja di tempat saya ini ada 15 orang. Satu hari bisa kami buat keranjang sebanyak 130 keranjang. Harga satu keranjang lengkat dengan tutup kini dijual pada agen Rp 10.000. Penyaluran keranjang hasil produksi dari Sirpang Sigodang sebagian besar ke Tanah Karo. Disana keranjang untuk tempat jeruk dan sayur-sayuran,”katanya.
Menurut Edi Simarmata yang istrinya boru Padang ini, bahan baku bambu untuk pembuatan keranjang kini sudah mulai menipis. Sebagian bahan baku telah didatangkan dari Raya.
“Saya sudah 11 tahun menekuni usaha ini. Kelemahan kami saat ini adalah soal modal dan bahan baku. Kalau boleh pemerintah Kabupaten Simalungun bisa memfasilitasi pembuatan koperasi kelompok tani di Desa Sirpang Sigodang. Karena hingga kini industri rumah tangga di desa ini masih pribadi-pribadi. Sehingga kerap terjadi persaingan usaha yang kurang sehat,”katanya.
Menurut Simarmata, koperasi pengrajin keranjang itu perlu untuk menstabilkan harga keranjang serta jaminan berlanjutnya usaha ini. Selain itu juga menjaga stabilnya harga keranjang ditingkat pengusaha dan upah pengrajin.
“Satu tenaga kerja bisa menghasilkan keranjang 40 buah dengan jam kerja dari pukul 09.00 wib hingga 16.00 wib. Sementara anak sekolah yang juga paham dengan keahlian membuat keranjang bisa produksi 15 buah keranjang untuk satu orang,”katanya.
Loren boru Simarmata, seorang pengrajin keranjang mengatakan, keluarganya kini ahli dalam membuat keranjang. Mereka menggeluti kerajinan itu karena prospeknya jelas. Sebagai sampingan mereka juga bercocok tanam padi.
Tidak heran tenaga kerja upahan pengrajin keranjang di Sirpang Sigodang adalah pelajar SD, SMP dan SMA dari SMPN Panei Tongah, SMA N Panei Tongah.
Jamerkin Saragih, putra Sirpang Sigodang yang kini menetap di Bandung, Jawa Barat kepada penulis mengatakan, usaha kerajinan keranjang di Sirpang Sigodang merupakan profesi menjanjikan bagi warga setampat. Namun kini menjadi kendala yakni bahan baku bamboo.
“Kini pengrajin keranjang butuh perhatian pemerintah setempat, khususnya dalam permodalan atau pembuatan koperasi kelompok tani serta pembuatan ladang bamboo keranjang secara kelompok. Kita berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun dapat merealisasikan ini,”katanya.
Finishing : Seorang pekerja yang masih remaja tampak tengah menyelesaikan keranjang di tempat usaha D Damanik di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Tongah, Kabupaten Simalungun. Pelajar merupakan tenaga pengrajin keranjang upahan di tempat Damanik. foto sauhur/asenk lee saragih
Pemilik Usaha : D Damanik salah satu pemilik usaha kerajinan keranjang di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Tongah, Kabupaten Simalungun. foto sauhur/asenk lee saragih
0 Comments