Sebab tak mungkin Erwin bisa menggelar pesta mewah dengan ekonomi yang
pas-pasan. Tiga sahabat Erwin bernama Muarif Siregar (39), Suroso (42)
dan Ramadani (27), semuanya warga Nagori Selulu, Kecamatan Gunung
Malela, Simalungun, mengatakan hal itu kepada METRO, Rabu (9/5). Mereka
menduga, Erwin Siahaan nekat membunuh Siti Nurcahaya agar bisa membiayai
pesta pernikahannya 15 Mei 2012.
Muarif Siregar menduga, tersangka
merupakan orang suruhan yang diminta membunuh korban untuk kepentingan
tertentu. Dari hasil membunuh itu, tersangka akan mendapatkan sejumlah
uang. ”Saya rasa Erwin ini sudah dibayar untuk membunuh korban agar dia
punya uang untuk pesta pernikahannya,” ujarnya.
Mereka mengatakan, sebelum tertangkap di
Riau, Erwin sempat berkata kepada warga sekitar bahwa dia akan
menggelar acara pesta pernikahan megah di kediamannya.
”Dua bulan
sebelum dia ditangkap, dia sempat mengatakan pada saya bahwa dia akan
menggelar acara pesta pernikahan yang besar dan megah, tentu dengan
biaya besar. Mendengar itu, saya hanya mengangguk,” kata Siregar.
Hal yang sama dikatakan Suroso dan
Ramadani. Teman tersangka ini mengaku bahwa Erwin tidak memiliki
pekerjaan tetap, tapi ia sering punya banyak uang yang menurut warga
diperolehnya dari hasil merampok di sejumlah kawasan di Pekanbaru dan
Asahan.
“Kami heran, soalnya si Erwin ini tidak
punya pekerjaan tetap tapi dia punya banyak uang setiap hari. Sementara
ekonomi kedua orangtuanya hanya pas-pasan. Bahkan dia pernah menunjukkan
KTP Pekanbaru pada kami. Makanya kami yakin dia sering merampok di
kawasan Pekanbaru atau di sekitar Asahan,” ujarnya.
Sebelumnya, Erwin pernah membawa
sejumlah temannya yang mengaku warga Kisaran. Teman-teman tersangka ini
terlihat memiliki banyak tato di sekujur tubuhnya. Sementara satu dari
tujuh teman tersangka terlihat berjalan pincang. Ketika ditanya warga,
si pincang itu mengaku terkena tembakan polisi.
“Tersangka ini pernah membawa tujuh
kawannya ke kampong ini. Mereka mengaku warga Kisaran. Mereka menginap
selama seminggu. Penampilan ketujuh temannya ini banyak tato. Salah
seorang pincang, katanya akibat ditembak polisi. Makanya kami yakin dia
perampok. Cuma dia tidak beraksi di Simalungun ini,” ujar mereka.
Hilang Sebulan Sebelum Kejadian
Erwin Siahaan (23) warga Huta II, Nagori Selulu, Kecamatan Gunung Malela, yang ditangkap atas kasus pembunuhan Siti Nurcahaya (38) selama ini diketahui keluarga bekerja sebagai buruh bangunan. Dia tidak pernah bekerja sebagai satpam sebagaimana dia akui pada aparat Polres Siantar.
Tersangka bahkan sempat menghilang dari
kediamannya selama satu bulan, sebelum menghabisi nyawa Siti yang sedang
hamil. Misni (59), ibu tersangka saat ditemui METRO, Selasa (8/5) di
rumahnya, mengaku selama ini tersangka bekerja sebagai buruh bangunan,
tidak sebagai satpam sebagaimana diakui tersangka.
”Saya hanya tahu Erwin kerjanya tukang
bangunan. Itu pun tidak tetap, kalau Pak Lek-nya ada borongan, dia
sering diajak,” ujarnya. Dia mengatakan, Erwin tak pernah menjadi Satpam
di Megaland Jalan Sangnawaluh.
Dia mengaku tidak pernah melihat baju
dinas Satpam milik tersangka, sebagaimana yang disertakan jadi barang
bukti oleh polisi. ”Selama ini dia tidak pernah bilang kalau dia bekerja
sebagai satpam di Megaland Siantar. Anak saya cuma bekerja sebagai
tukang bangunan ikut borongan Pak Leknya,” ujarnya.
Sebulan sebelum melakukan pembunuhan,
tersangka pergi dari rumahnya sembari membawa sepedamotor Yamaha Mio
miliknya. Namun ibu tersangka tidak mengetahui ke mana tujuan anaknya.
”Sejak 2 April itu, dia sudah pergi dari rumah bawa keretanya Mio dan
saya sendiri tidak tahu ke mana dia pergi. Soalnya, saya tau tidak ada
di rumah, pasti ada di rumah pacarnya Inung,” jelasnya.
Setelah sempat satu bulan menghilang
dari kampungnya, tersangka kembali pulang ke rumahnya bersama pacarnya,
Nurhaisah Purnama alias Inung (18) dengan mengendarai sepedamotor. ”Saya
dan ayahnya tidak tahu di tempat siapa dia menginap selama sebulan itu.
Lalu dia mendadak pulang sama pacarnya Inung. Saat saya tanya, katanya
dia menginap di rumah temannya di Siantar. Karena sudah biasa, saya diam
saja dan tidak menyangka kalau kejadiannya sampai seperti ini
(membunuh),” sesalnya.
Namun kini keluarga tersangka berharap,
agar hukuman anaknya dapat diringankan. Mereka juga meminta agar
keluarga korban memaafkan kesalahan yang dilakukan tersangka. Dalam sel
tahanan, tersangka mengaku pada kedua orangtuanya bahwa dia sangat
menyesali perbuatannya. Bahkan setelah bebas kelak, tersangka ingin
menjadi ulama masjid dan tidak akan melakukan tindakan brutal lagi.
”Waktu saya tanya, katanya dia sangat
menyesal atas perbuatannya. Saya tidak henti–hentinya menasehati anak
saya ini, bahkan dia juga bilang, kalau nanti bebas, dia mau menjadi
ulama masjid yang taat beragama. Waktu mendengar dia ngomong seperti
itu, rasanya saya merasakan Tuhan dekat dengan saya dan doa–doa saya
selama ini terjawab,” ungkapnya meneteskan air.
Sementara itu, beberapa warga di Jalan
Aman masih tak yakin Erwin Siahaan menghabisi nyawa Siti Nurcahaya alias
Ester br Siagian, hanya karena ingin mengambil gelang emas milik
korban. “Manalah mungkin korban punya gelang emas. Ibu mertuanya saja
mengakui, menantunya itu tak pernah punya gelang emas. Pasti masih ada
sesuatu di balik pembunuhan ini,” katanya.
Apalagi, kata warga bermarga Sinaga,
kalau hanya untuk mengambil gelang emas, tidak mungkin Erwin sampai
menempah atau menjahitkan baju satpam, lengkap dengan atribut hingga
sangkurnya. Menjahitkan baju satpam, datang beberapa kali sebelum
membunuh, itu cara-cara profesional. “Untuk biaya jahitkan seragam
satpam, atribut dan juga sangkurnya saja sudah berapa. Berapa lagi nilai
gelang yang katanya emas itu,” kata warga itu diamini beberapa warga
lainnya.
Dengan beberapa hal saat kejadian, warga
juga merasa ganjil. Kata warga, kenapa Ponijo suami korban sempat
berganti baju. Padahal, saat berangkat kerja, dia mengenakan baju
kemeja. Namun usai kejadian dan sudah banyak warga berkumpul, Ponijo
datang, dan baju yang dikenakan tidak lagi kemeja, melainkan kaus warna
biru.
“Apa mungkin, saat kita melihat istri
kita sudah tewas bersimbah darah, kita sempatkan ganti baju, kemudian
kita memperhatikan,” kata warga mengakhiri pembicaraan.
Terancam Dipecat USI
Ketua Yayasan Universitas Simalungun (USI) Masdin Saragih mengatakan, Ponijo hingga kini masih terdaftar sebagai supir Yayasan USI. Ponijo dipekerjakan sebagai pegawai kontrak dengan masa berlaku setahun. Terkait masalah yang dihadapinya, pihaknya terus menunggu perkembangan kasus dari kepolisian. Jika terbukti bersalah, Ponijo akan dipecat sebagai supir Yayasan USI.
“Sebenarnya dia itu pegawai kontrak, dia
dikontrak setahun Januari hingga Desember. Kita juga terus memantau
perkembangan kasus itu dari polisi. Kalau nanti dia terlibat kasus yang
melanggar hukum, akan kita pecat,” jelasnya.
Dia mengatakan, Ponijo sedang diberikan
cuti karena masalah yang dihadapinya. Cuti 14 hari diberikan dengan
pertimbangan kemanusiaan. Namun dia mengakui, pihaknya akan terus
melakukan evaluasi kepada Ponijo terkait pekerjaannya.
“Kalau memang nanti Ponijo tidak bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik, bisa saja dilakukan pemutusan kerja
sebelum masa kontraknya berakhir,” katanya lagi. Masdin juga membantah
informasi yang menyatakan bahwa Ponijo sudah dipecat sebagai supir
yayasan dua hari sebelum kejadian pembunuhan terhadap istrinya.
Menurutnya, Ponijo tetap bekerja sebagai supir yayasan Universitas
Simalungun.
“Kalau saat kejadian pembunuhan istrinya
dia dimana, apa dia masuk atau tidak ke kantor, saya kurang tahu.
Kebetulan saya saat itu sedang Diklat di Medan. Yang lebih tahu,
Bendahara Lerman Saragih atau Sekretaris Yayasan br Girsang,” ujarnya
lagi. (metrosiantar.com)
0 Comments