Seorang petani mengendarai sepedamotor menuju perladangan ubi di lahan eks Goodyear milik Pemkab Simalungun yang disewa dari pengusaha. (Foto: Sawal) |
TAPIANDOLOK – Berhasil mengontrak lahan Eks PT
Goodyear sekarang PT Bridgestone milik Pemkab Simalungun, pengusaha asal
Serbelawan berinisal AP kembali menyewakan lahan kepada mayarakat dan
dinilai meraup keuntungan lebih.
Direktur Utama PD Agro Madear Zanas Malau ketika dihubungi wartawan
koran ini, Senin (10/3) mengakui lahan seluas 200 hektar itu dikontrak
oleh AP selama dua tahun dengan nilai kontrak Rp1,3 miliar.
Malau menjelaskan, harusnya pengusaha yang mengontrak lahan itu
mengelola sendiri dan tidak diperbolehkan memberikan kepada pihak lain
apalagi kembali menyewakannya. “Kami sudah cek. Sesuai perjanjian itu
dikelola perusahaan. Sekarang malah yang mengelola masyarakat,” katanya.
Dia menegaskan, perbuatan yang dilakukan pengusaha itu sudah di luar
perjanjian dan akan diberikan sanksi. “Kontraknya habis November
mendatang. Jadi mereka tidak bisa melanjutkan kontrak. Lebih baik pemkab
yang langsung menyerahkan kepada masyarakat,” ucap Malau.
Sebelumnya, Fajar (35), warga Jalan Medan, Nagori Purba Sari
Kecamatan Tapian Dolok mengatakan, lahan yang dia tanamani seluas satu
hektare disewa Rp7 juta per tahun.
“Kami bayarnya sama pria berinisal EM. Aku tidak tahu rumahnya dimana
karena biasanya yang bayar adikku. Sudah dua tahun pakai lahan ini.
Kalau yang nyewa bukan orang sini saja, ada orang Serbelawan, Karang
Sari, Siantar pun ada,” ucapnya.
Dia menerangkan, dalam jangka waktu satu tahun biasanya para petani
hanya dapat menanami lahan dengan ubi kayu dan jagung. Selama menyewa
lahan dia mendapatkan keuntungan Rp3 juta hingga Rp5 juta per tahun.
Pengakuan berbeda diucapkan Ribut Wasiso (50), selaku pelaksana
lapangan Kelompok Tani FK Mata. Dia menjelaskan, ada sekitar 200 anggota
kelompok tani menyewa lahan itu.
Dia mengakui penyetoran uang sewa para petani diberian kepada Ketua
Koptan Mariono yang meneruskan pembayaran kepada pengusaha yang
mengontrak lahan itu. “Kalau saya Rp6,5 juta per tahun. Mungkin dikasih
kompensasi karena aku pengurus kelompok tani,” aku Ribut.
Dia mengungkapkan, biaya sewa yang dikenakan terlalu berat karena
hasil tani tidak mencukupi untuk mencari untung. “Sebenarnya sudah bisa
Rp4 juta atau Rp5 juta. Jangan mahal kayak gitu. Kenapa masyarakat mau
menyewa, karena tidak ada lagi lahan yang mau dikelola,” sebutnya.
Dia menambahkan, para penyewa merupakan warga Kecamatan Tapian Dolok.
Disinggung ada dari daerah luar, Ribut mengaku tidak mengetahui. “Kalau
150 hektar jelas disewa dan dikelola anggota Koptan FK Mata. Mungkin
yang 50 hektar lagi sama orang lain,” katanya.
Sementara saat kediaman AP disambangi di Kelurahan Serbelawan untuk
konfirmasi tidak berhasil. Seorang wanita yang berada di dalam rumah
menyebutkan AP sedang tidak dirumah dan berada di Siantar. “Lagi ke
Siantar Pak! Nggak tahu kapan pulangnya,” kata wanita itu dari balik
pintu besi rumah.(Metrosiantar.com)
0 Comments