Rapat masyarakat KJA Haranggaol saat melakukan pembahasan terkait perda yang mengatur tentang
KJA. IST/SENDI PURBA
BERITASIMALUNGUN.COM, Haranggaol, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Simalungun Ir Jan Wanner Saragih menyampaikan kesediaannya mengembalikan uang kepada para
petani ikan Keramba Jaring Apung (KJA) Haranggaol.
Kesediaan mengembalikan uang itu disampaikan Jan Wanner Saragih, ketika melakukan pertemuan
dengan masyarakat pemilik KJA di Haranggaol, bertempat di Loods Pekan Haranggaol, tepatnya di
depan dermaga Haranggaol, Rabu (17/9).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi tuntutan sejumlah petani ikan yang meminta agar uang yang
sebelumnya telah disetor kepada oknum pejabat BPPT Simalungun supaya dikembalikan. “Kalau uang itu diminta kembali, kami siap mengembalikannya.
Tapi, sebaiknya jangan di sini karena tak nyaman di forum ini membicarakan itu,” ucap Jan Wanner. Ia menjelaskan kronologi adanya pengurusan izin sampai seperti sekarang adalah karena ada beberapa masyarakat KJA Haranggaol yang dari dulu sering datang memohon agar KJA dilegalkan di Haranggaol, termasuk Camat Haranggaol Dominicus Sinaga.
Dan, dalam pengurusan itu, Jan Wanner sendiri mengakui ada dilema, yakni Danau Toba sudah
ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional, sehingga dalam membuat segala aktivitas harus
sesuai undang-undang yang ada.
Dilema berikut adalah Haranggaol dulu pernah jaya dengan bawang. Namun saat ini tidak lagi dan
setelah itu Haranggaol juga pernah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dengan SK 44. “Maka
inilah pemikiran agar melegalitaskan KJA di Haranggaol,” papar Jan Wanner.
Dalam pertemuan ini, hadir juga Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Jarinsen Saragih, Camat
Haranggaol Horisan Dominicus Sinaga dan unsur staf lainnya.
Hal senada disampaikan Kadis Perikanan dan Peternakan Jarinsen menyatakan bahwa legalitas
usaha KJA di Haranggaol dibutuhkan agar Pemkab Simalungun sewaktu-waktu bisa membantu masyarakat pemilik KJA bila terjadi masalah. “Tanpa eksistensi hukum yang jelas, maka pemkab tak bisa melakukan pembantuan apa-apa, termasuk kepada pihak luar bila terjadi masalah,” terang Jarinsen.
Sementara, Camat Haranggaol Dominicus Sinaga mengatakan bahwa apa yang dilakukan dalam pengutipan izin sudah mempunyai payung hukum jelas, yakni Perda No 8 Tahun 2011. Dalam perda itu jelas bahwa izin KJA dikenakan biaya Rp50 ribu per lubang per tahun dengan ukuran 2,5 m x
2,5 m.
Mengenai kutipan yang mencapai Rp150 ribu per lubang, camat mengatakan, itu sudah termasuk retribusi sebagai resiko dari izin tersebut. Dan itu merupakan kualitatif sebagai hasil kesepakatan mufakat dengan masyarakat dalam musyawarah bersama.
Menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut, sebagian besar pemilik KJA mengaku bingung. “Ini
tidak jelas. Payung hukumnya mana? Dan kenapa tidak transparan dalam pengutipan?” kata Bu Kris
Purba.
Bu Kris juga mengatakan tindakan BPPT yang tidak mau mengembalikan uang yang dikutip di forum diduga upaya main mata. “Inikan permainan. Kenapa harus empat mata mengembalikan uang?”
katanya.
“Apalagi sampai ada kata-kata ‘marpinggol do dingding’ ini jelas membuat bingung dan ada yang
tidak beres,” kata Bu Kris.
Rikson Saragih juga memberi tanggapan yang sama. Selama perdanya tidak jelas dan aturannya
tidak transparan, mereka tidak akan mau bayar. “Tapi kalau perdanya jelas berikut aturan, selaku
masyarakat taat pajak, kami akan ikuti,” katanya.
Rikson juga menyayangkan tindakan oknum BPPT yang berani memungut retribusi KJA tanpa peraturan yang jelas. Paling tidak dalam hal tertib administrasi pembayaran. “Kalau ada
transaksi serah terima uang, di atas Rp3 juta, itu sudah harus pakai materai Rp6 ribu.
Tapi, kenapa penerimaan uang yang mencapai puluhan juta hanya pakai kwitansi biasa?” kritik Rikson, seraya mengatakan kalau legal pasti ada slip penerimaan resmi di kabupaten.
Bellis Sinaga, Ketua Gapoktan Haranggaol dan Ketua Asosiasi masyarakat KJA Haranggaol Gerhat
Saragih di tempat berbeda, meminta masyarakat KJA menahan diri dan jangan mau memenuhi kutipan apapun sebelum ada peraturan yang jelas.
"Kami minta jangan ada yang mau bayar dan yang sudah bayar tolong kwitansinya dikumpul dan kita akan polisikan hal ini dalam minggu ini,” ucap Gerhat. (MSC)
0 Comments