Pembakaran masjid, kios, dan rumah di Tolikara, Papua |
Pembakaran
masjid, kios, dan rumah di Tolikara, Papua adalah ancaman terhadap
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan toleransi antar
umat beragama. Jika teroris pelaku kejahatan ini tidak segera ditangkap
dan diproses secara hukum, kerusuhan sangat mungkin menjalar ke daerah
lain. Sentimen agama dan suku adalah api yang sangat mungkin menjalar,
meluas dan meruntuhkan NKRI. Ambon adalah sejarah yang tidak ingin kita
ulang.
Kami
menuntut pemerintah dan aparat terkait untuk segera mencokok pelaku
penghangusan masjid, 38 rumah, dan 63 kios, serta penyebab 153 jiwa
mengungsi. Korban bukan hanya Muslim, tetapi juga Nasrani asli Papua.
Bukankah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah melaporkan, surat
edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara, Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris
GIDI Pendeta Marthe Jingga yang berisi larangan umat Islam merayakan
Idul Fitri di Karubaga Tolikara terdeteksi tersebar sehari sebelum
pembakaran? Surat itu juga melarang muslimah berjilbab.
Kami
minta pemerintah tegas menyebut tindakan itu sebagai tindakan terror
dan tidak ada kaitannya dengan nilai agama manapun. Ketua Persekutuan
Gereja-gereja Indonesia (PGI), Albertus Patty menyesalkan pembakaran
masjid ini. Ia bahkan meminta aparat mengamankan siapapun pelaku
kekerasan itu. Ketua Lembaga Adat Papua, Lenis Kogoya juga mengimbau
aparat kepolisian memburu pelaku pembakaran (Republika 18/7).
Teror
adalah terror dan tidak ada satu agama pun yang mengarahkan pengikutnya
menjadi teroris, yang mengancam kedamaian hidup yang lain.(
|
0 Comments