Massa blokir Jalan Ahmad Yani. Tempo/Adi Warsono |
Bekasi-Ribuan pengunjuk rasa dari berbagai organisasi Islam menutup Jalan Raya
Ahmad Yani, Kota Bekasi, Senin siang, 10 Agustus 2015. Penutupan itu
dilakukan untuk menuntut pembatalan pembangunan Gereja Katolik Santa
Clara di Kecamatan Bekasi Utara. "Kami minta pembangunan dibatalkan,"
kata Aang, pengunjuk rasa, Senin, 10 Agustus 2015.
Pengamatan Tempo,
massa mulai menutup empat jalur Jalan Ahmad Yani sekitar pukul 11.45.
Massa, yang sebelumnya berorasi di depan kantor Wali Kota Bekasi,
merangsek ke jalan karena tak puas dengan hasil negosiasi.
Akibatnya, jalur tersebut putus total. Petugas Satuan Lalu Lintas
Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota melakukan rekayasa arus. Antara lain,
kendaraan dari arah Jalan Tol Bekasi Barat dialihkan ke Jalan Rawa
Tembaga keluar Jalan Juanda. Sedangkan kendaraan dari Jalan Sudirman
dialihkan melalui Jalan Juanda.
"Pengalihan arus situasional," ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta
Bekasi Kota Ajun Komisaris Bayu Pratama. Ia mengakui, akibat pemblokiran
tersebut, terjadi kepadatan arus di sejumlah titik. Pihaknya
menerjunkan sekitar 270 petugas untuk mengatur lalu lintas.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Brigadir Jenderal Nandang
mengatakan pihaknya menurunkan sebanyak 1.200 personel dan menyiagakan
satu unit mobil water canon untuk mengamankan demonstrasi di kantor Wali Kota Bekasi. "Sejauh ini masih kondusif," tutur Nandang di Bekasi.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan hasil negosiasi bersama
perwakilan demonstran adalah rencana pembangunan gereja dihentikan.
"Jika dianggap masih menimbulkan interpretasi dalam preses, silakan kaji
ulang," ucap Rahmat seusai negosiasi.
Dengan begitu, pihak
yang keberatan dengan adanya gereja tersebut bisa melakukan verifikasi
ulang ihwal proses. Namun Rahmat menegaskan bahwa proses pembangunan
Gereja Santa Clara tak ada kecacatan hukum. "Untuk sementara status quo dulu," katanya.
Gereja Santa Clara bakal dibangun di RT 2 RW 6 Kelurahan Harapan Baru,
Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Luas lahan yang bakal dibangun
lebih dari 5.000 meter persegi.
Bekasi - Massa
yang menolak pembangunan gereja di Bekasi, kini telah membubarkan diri.
Mereka menuntut proses pembangunan gereja dinyatakan status quo.
Kini arus lalu lintas di Jalan Raya Ahmad Yani, Bekasi, pun kembali normal. "Jalan Ahmad Yani sudah bisa dilalui," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, Ajun Komisaris Bayu Pratama, Senin, 10 Agustus 2015.
Setelah membubarkan diri, massa dengan tertib menuju Islamic Center, yang merupakan titik kumpul pertama massa. Mereka bubar setelah ada kesepakatan dengan Pemerintah Kota Bekasi mengenai verifikasi ulang perizinan Gereja Santa Clara di Kecamatan Bekasi Utara.
"Saat ini disepakati status quo," kata salahsatu pemimpin massa, Idofi, usai negoisasi dengan unsur Musyawarah Pimpinan Daerah, Senin, 10 Agustus 2015. Selama status itu diberlakukan, kata Idofi, tak boleh ada kegiatan pembangunan gereja di atas lahan lebih dari 5.000 meter persegi di RT 2 RW 6, Kelurahan Harapan Baru itu.
Idofi memastikan pihaknya akan melakukan verifikasi ulang atas proses perijinan pendirian gereja itu. Verifikasi itu, kata dia, akan melihat proses perizinan yang diajukan pengurus gereja Katolik mulai dari tingkat rukun tetangga hingga ke pemerintah daerah.
Idofi menekankan bahwa kelompoknya menolak pembangunan gereja, karena merasa tidak pernah dilibatkan. Ia menuding, banyak kecurangan dalam mengurus perizinannya. (TEMPO.CO, /ADI WARSONO)
Kini arus lalu lintas di Jalan Raya Ahmad Yani, Bekasi, pun kembali normal. "Jalan Ahmad Yani sudah bisa dilalui," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, Ajun Komisaris Bayu Pratama, Senin, 10 Agustus 2015.
Setelah membubarkan diri, massa dengan tertib menuju Islamic Center, yang merupakan titik kumpul pertama massa. Mereka bubar setelah ada kesepakatan dengan Pemerintah Kota Bekasi mengenai verifikasi ulang perizinan Gereja Santa Clara di Kecamatan Bekasi Utara.
"Saat ini disepakati status quo," kata salahsatu pemimpin massa, Idofi, usai negoisasi dengan unsur Musyawarah Pimpinan Daerah, Senin, 10 Agustus 2015. Selama status itu diberlakukan, kata Idofi, tak boleh ada kegiatan pembangunan gereja di atas lahan lebih dari 5.000 meter persegi di RT 2 RW 6, Kelurahan Harapan Baru itu.
Idofi memastikan pihaknya akan melakukan verifikasi ulang atas proses perijinan pendirian gereja itu. Verifikasi itu, kata dia, akan melihat proses perizinan yang diajukan pengurus gereja Katolik mulai dari tingkat rukun tetangga hingga ke pemerintah daerah.
Idofi menekankan bahwa kelompoknya menolak pembangunan gereja, karena merasa tidak pernah dilibatkan. Ia menuding, banyak kecurangan dalam mengurus perizinannya. (TEMPO.CO, /ADI WARSONO)
0 Comments