Info Terkini

10/recent/ticker-posts

CERMATI PENCITRAAN PALSU: MENYAMBUT PILKADA 2015

St Jannerson Girsang
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Pencitraan adalah sebuah kata yang sangat populer di era refomasi ini. Kata ini sering dianalogikan "branding", "imaging" dan berbagai istilah lain.

Tujuannya adalah mensosialisasikan nilai sebuah produk. Kalau dilakukan untuk orang atau individu, merupakan kegiatan mensosialisasikan nilai yang dimilikinya ke publik, kalau dalam Pilkada, mendulang pemilih. 

Sayangnya, banyak orang tidak menyadari, menjadi seseorang yang "palsu" akan menjerumuskan dirinya ke lubang kepalsuan yang lebih dalam.

Begitu banyak calon pemimpin masa lalu, yang maju menjadi caleg, gubernur, bupati/walikota, mencitrakan dirinya pemimpin bersih, setia melayani rakyat, peduli orang miskin. Sebuah citra yang memikat agar rakyat atau audience terpengaruh mengangkatnya sebagai pemimpin.

Tidak salah orang mencitrakan dirinya seperti itu, karena kalau seorang pemimpin seperti itu, maka rakyat pasti akan makmur. Yang salah adalah kalau citra itu palsu, tidak sesuai dengan faktanya. 

Ditambah lagi cara melegitimasi citra itu di masyarakat dilakukan dengan iming-iming "Uang" dan "Kekuasaan" dan itu yang menjadi strategi utama. Para pemilih di :amplopin", para tim sukses diimingi "kekuasaan".

Belajarlah dari para bupati, walikota, bubernur koruptor. Kalau kita melihat para bupati, walikota atau gubernur yang masuk penjara, kenyataannya, hidup mereka banyak ditumpahkan di cafe, lapangan golf, tamasya ke luar negeri, punya istri simpanan di berbagai tempat, menyogok oknum hakim melalui oknum lawyer, kegiatan sehari-hari hanya mengatur komisi-komisi, merampas hak-hak pegawainya sendiri, merampas hak-hak rakyat.

Kekayaan yang selama ini diperoleh hanya dari komisi proyek yang diatur sedemikian rupa, komisi menempatkan para pejabat yang tidak kompeten, komisi dari tukar guling tanah dengan harga miring, mafia minyak, mafia sapi, mafia tanah dan berbagai mafia lainnya.

Lebih dari seratus Bupati, Walikota, puluhan gubernur di era reformasi ini melakukan pencitraan palsu, dan berurusan dengan KPK atau masuk penjara karena korupsi.

Dalam kampanye mereka menyebut dirinya "...pemimpin yang bersih, setia melayani rakyat, peduli orang miskin", ternyata hanya seorang "koruptor".

Banyak diantara pemimpin seperti ini, kini berada di belakang terali besi. Pendukungnya juga banyak. Pemimpin seperti ini umumnya dikeliling para koruptor juga.

Ingat nggak para ibu-ibu yang menghalangi penangkapan Hakim Tipikor Medan. Ibu-ibu para pendukung koruptor, menghalangi KPK menangkap oknum hakim yang diduga menerima suap. Demikianlah mereka membela sang bos, selalu dengan kekerasan.

Mungkin pagi ini ada diantara mereka sedang merenungkan sebuah penyesalan, atau justru mengulangi lagi strategi yang sama. Buktinya, masih ada calon walikota yang pernah di penjara karena korupsi, berhasil dan maju pula dalam Pilkada 2015.

Pagi ini rakyat mengingatkan agar para calon bupati, walikota 2015, citra palsu Anda, hanya akan menjerumuskan Anda lebih dalam.

Niat menjadi Bupati/Walikota/Gubernur harus dilengkapi dengan nilai yang jujur, bukan pencitraan kosong. Politik, bukan hanya perang merebut posisi, tetapi perang nilai memenangkan konsep perjuangan memperbaiki kehidupan rakyat, seperti nilai yang ditawarkan para calon.

Ingatlah: “Your brand name and recognition is important. However, to create a lasting and remarkable impression, you must remember that you and your brand are as good as the value you bring to the marketplace.” (Bernard Kelvin Clive).

Untuk menciptakan kesan abadi dan luar biasa, Anda harus ingat bahwa Anda dan citra Anda adalah nilai sebenarnya yang Anda bawa ke pasar atau publik. Berbohong, berarti Anda cenderung melakukan kebohongan-kebohongan baru.

Lihat gambar saya di Atas ini!.

Saya bisa mengatakan sedang ceramah ilmiah di depan mahasiswa Universitas Indonesia. Saya juga bisa mengatakan saya ceramah ilmiah penemuan besar saya di depan para ilmuwan di kampus Universitas Indonesia.
Semua itu palsu.

Faktanya: saya meminta anggota keluarga mengambil gambar saya di mimbar tempat wisuda Sarjana UI 29 Agustus 2015, usai acara dan hanya tinggal beberapa orang saja di Balairung UI.

Saya berpidato kosong seolah-olah menjadi pejabat, ilmuwan atau orang penting di depan orang-orang penting.

Padahal, audiencenya hanya istri saya, anak-anak saya, menantu, dan putri adik saya yang diwisuda hari itu, belasan orang lain yang menggunakan kesempatan berfoto ria, cleaning service dan petugas peralatan lain yang mempersiapkan peralatan untuk diangkut pulang.

Ribuan mahasiswa, undangan, serta pejabat (barisan prosesi dan undangan penting), semua sudah pulang.

Citra saya yang sebenarnya saat itu: Undangan dari orang tua wisudawan sedang berselfi ria di mimbar Balairung UI. Hati-hati mencermati pencitraan. Jangan lihat aksi sesaatnya, lihat kebiasaannya.

Rakyat Indonesia cermatlah menilai pencitraan, khususnya menyambut Pilkada Desember 2015.

Para calon gubernur/bupati/walikota jujurlah dalam mencitrakan diri Anda. Sejarah akan mencatat kejujuran dan kebohongan Anda!. Jika citra Anda bohong, maka terjebak ke jurang kebohongan yang lebih dalam, masuk penjara dan menderita seumur hidup. Selamat Pagi. Medan, 12 September 2015. (St Jannerson Girsang)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments