Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Luhut Binsar Panjaitan, Kenangan Timor Timur 1976 dan Hari Pahlawan 10 November 2015

Timor-Timur 1976. IST
Di hari Pahlawan ini, saya teringat kejadian di tanggal 7 Desember 1975. Waktu itu saya bersama dengan anak buah saya diterjunkan di Timor-Timur. Kami adalah prajurit-prajurit Detasemen Tempur Kopassandha (sekarang Kopassus). 

Hari itu kami terbang dari Madiun menuju Timor-Timur. Sekitar pukul 05.45 WITA, tiga menit sebelum matahari terbit, kami terjun dari pesawat C-130B di ketinggian antara 900 kaki hingga 1.250 kaki.
Lapangan Pancasila-UGM, tempat saya berbagi kisah ini dengan mahasiswa-mahasiswi Jogjakarta pada 30 Oktober 2015. IST
Hari itu, 8 anak buah saya gugur hanya dalam 2 jam pertempuran. Mereka pergi tanpa sempat pamit kepada saya. Padahal, semalam sebelumnya mereka masih berbincang dengan saya. Kami masih duduk bersama, dan saya memberikan briefing di bak pasir. Malam itu mereka tidak pernah tahu bahwa mereka akan gugur di keesokan harinya. 

Malam itu saya berpikir bahwa besok kita akan terjun, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Dalam benak saya sebagai seorang perwira muda waktu itu, saya kira saya kebal dari peluru, karena baret merah (julukan untuk anggota Kopassus) pasti hebat.

Komandan saya pun gugur. Beliau adalah Komandan Detasemen Mayor (anumerta) Atang Sutrisna. Padahal, semalam sebelum terjun ke Timor-Timur Beliau masih panggil saya dan bertanya “Luhut gimana ini, ini, ini...” Beliau masih bertanya tentang payungnya ke saya. Besoknya dia sudah pergi, meninggalkan anak istrinya. Saya juga tidak tahu di mana sekarang anak dan istri dari anak-anak buah saya yang telah gugur.

Itulah pengorbanan-pengorbanan mereka untuk bangsa dan negara ini. Mereka tidak pernah tanya untuk apa ini. Saya dan Anda bisa menjadi seperti ini sekarang, menikmati ini semua, itu karena pengorbanan pahlawan-pahlawan kita. Maka dari itu, saya dan Anda harus ingat apa yang telah dikorbankan oleh mereka.

Saat itu kita tidak pernah bertanya kau dari mana, suku apa kamu, agama apa kamu. Yang selalu saya tanyakan kepada mereka adalah “kau siap atau tidak ?”. Pertanyaan ini juga terus mewarnai perjalanan hidup saya. Saya tidak pernah bertanya kau dari mana, sukumu apa, agamamu apa. Tapi saya selalu bertanya apa dan bagaimana sekolahmu. 

Negara yang berkembang seperti Indonesia ini butuh anak-anak muda yang punya intelektual bagus dan punya hati yang baik. Tanpa hati yang baik dan tanpa ada keinginan berkorban, tapi hanya mengandalkan intelektual saja, itu tidak akan ada apa-apanya.

Melalui kesempatan ini, ijinkan saya sekali lagi bertanya kepada Anda: Indonesia akan menjadi Negara yang besar, Kau siap atau tidak? (Sumber FB: Luhut Binsar Pandjaitan)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments