ILUSTRASI.GOOGLE |
BERITASIMALUNGUN.COM-Ketika seseorang sudah merasakan "nikmatnya"
kejahatan, maka seringkali tidak bisa atau tidak mau keluar dari
lingkungannya. Lama kelamaan mereka bukannya menikmati kebahagiaan,
tetapi justru mengalami sengsara.
Dalam khotbah Minggunya di
GKPS Simalingkar hari ini, Pdt Masniari Damanik STh mengisahkannya
dalam sebuah perumpamaan katak dalam panci.
Dua ekor katak tiba-tiba berada dalam sebuah panci besar yang penuh
air. Nyaman sekali di dalamnya dan terhindar dari kebisingan. Tidak
seperti di lingkungan mereka yang biasa.
"Wah enak sekali di tempat ini," kata katak yang satu.
Katak yang satu lagi sedikit merasa asing, dan tidak betah, terutama
setelah wanita pemilik penci itu menaikkan panci ke atas tungku, dan
suhu air kemudian berubah.
Katak yang tadi sudah merasa nyaman di dalam panci itu berkata:
"Wah enak sekali di sini. Airnya hangat, tidak seperti di kolam airnya
dingin, saya bisa berenang, dengan enak, tanpa ada yang mengganggu "
katanya.
Katak yang satu lagi justru merasa aneh, dan tidak seperti lingkungan yang biasa dinikmatinya.
Dia ttidak menghiraukan kata-kata yang menyenangkan dari katak temannya itu.
Bahkan dia mencari jalan keluar, agar menikmati kehidupan alami (benar) yang biasa dialaminya.
Suatu saat, ketika air belum begitu panas, ibu pemilik panci itu,
membuka tutup panci. Dia mengajak temannya temannya. keluar dari panci
itu.
"Ayo kita keluar", katanya langsung melompat keluar.
Sementara katak yang satu lagi sudah merasa keenakan di air yang sudah
hangat-hangat kuku tadi. Merasa nyaman bernang di air hangat.
"Akh bodoh kau. Di dalam enak. Sudah pergi aja sendiri," katanya
Air di dalam panci, makin lama makin panas. Api dari bawah menyalurkan panas ke tunggku dan hingga air semakin panas.
Katak yang ada di dalampun makin lama merasa panas yang luar biasa.
Tidak ada jalan keluar lagi, karena semua tertutup. Dia berusaha sekuat
tenaga, tapi apalah dayanya.
Akhirnya badannya meledak, karena
panas luar biasa dari air dalam panci yang sudah hampir mendidik. Katak
yang merasa "nikmat" tadi hancur berkeping-keping.
Demikianlah pilihan hidup kita dalam kenyataan.
"Orang yang menunjukkan jalan yang benar, seperti Nabi Jeremia
seringkali dianggap bodoh," kata Pdt Masniari dalam khotbahnya hari ini.
Nasehat nabi Jeremia yang benar justru mendapat cemoohan dari Raja Sedekia dan rakyat Israel sendiri.
Kalau sudah mulai hidup dalam kejahatan (korupsi), sama seperti katak
itu akan keenakan, lupa atau kadang sulit keluar dari lingkungan itu.
Ketika orang lain mensehatkan kita jangan korupsi, kita dianggap bodoh.
Padahal, orang-orang korupsi, yang awalnya menikmati hasi korupsi,
cepat atau lambat, sama seperti katak tadi, akan meledak juga. "masuk
penjara".
Jalan yang nikmat itu tak kita sadari berujung pada
sengsara. Seorang yang korupsi, awalnya memang enak. Tapi, akhirnya,
sepeti katak "MATEKATAK" katanya. Selamat Hari Minggu! (St Jannerson Girsang)
0 Comments