BERITASIMALUNGUN.COM-Kalau dulu, terkenal istilah "bersih lingkungan", dimana menjadi
pegawai negeri golongan kecil sekalipun, seseorang harus bebas dari
keterkaitan dengan G30S/PKI, maka kini, "bersih korupsi" menjadi syarat
"vital" bagi calon Bupati, Walikota, Gubernur. (Baca Juga: KPU Simalungun Resmi Coret Paslon JR-AS)
Minggu lalu, KPU
RI membatalkan Paslon JR Saragih-Amran Sinaga dalam pencalonan Bupati
Simalungun. Kemudian KPU Sumut mencoret nama Paslon tersebut dalam
pertarungan Pilkada 9 Desember mendatang.
Siapa tidak kenal JR Saragih?
Bupati Simalungun incumbent yang sebelumnya banyak pihak memperkirakan sebagai calon unggulan menuju Simalungun Satu.
Tim sukses yang solid sudah siap bergerak, uang, jaringan, tentu unggul dibanding calon lainnya.
Bahkan sebuah jajak pendapat mengatakan dia akan memperoleh lebih dari
40 persen, angka yang diperkirakan akan memenangkan dirinya menjadi
bupati Simalungun.
Nasib tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak!. Bak disengat petir di siang bolong, semua kaget!.
Hanya beberapa hari menjelang pertarungan Pilkada, namanya kemudian
tercoret dari daftar Paslon Bupati Simalungun, karena Mahkamah Agung
memvonis wakilnya atau pasangannya Amran Sinaga dengan hukuman 4 tahun
penjara, dengan ancaman hukuman lima tahun karena kasus tanah, demikian
berbagai media menyiarkan sejak kemaren.
Bak gayung bersambut, KPU RI lantas mengeluarkan Surat Perintah pembatalan Paslon JR Saragih-Amran Sinaga.
Sesuai Peraturan KPU No 9 Tahun 2015 di Pasal 88 poin (b), pasangan
calon dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta jika terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling
singkat lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.
Tindakan KPU RI lantas ditindaklanjuti KPU Sumut dengan mencoret nama
Paslon Bupati JR Saragih-Amran Sinaga untuk ikut bertarung pada Pilkada
Bupati Simalungun, 9 Desember mendatang.
Memang keputusan itu
memunculkan kontroversi. Wajar saja pendukung JR Saragih-Amran Sinaga
berang dan melakukan protes. Dalam pertarungan besar seperti Pilkada,
itu lumrah terjadi.
Bisa saja orang bertanya mengapa tidak
jauh-jauh hari keputusan ini diambil. Tentu jawabannya sulit!. Mari kita
bertanya ke pembuatan keputusannya.
Saya sebagai rakyat biasa, hanya bisa berpesan, belajarlah dari peristiwa ini.
UU menginginkan Paslon Bupati adalah orang-orang yang bersih dari kasus korupsi atau tindak kejahatan.
Tampaknya, seleksi para calon makin ketat. Sulit orang bersembunyi di
era keterbukaan ini. Setiap Paslon harus mempersiapkan diri, tidak hanya
persiapan tim sukses, biaya, serta pendukung, tetapi juga kualitas
calon. Harus "bebas korupsi".
Mari bercermin ke masa lalu. Cepat
atau lambat, kejahatan di masa lalu akan terungkap. Gubernur Sumut
Syamsul Arifin, Gatot, walikota Medan Abdillah dan Rahudman, terungkap
kasusnya saat menjabat. Lebih sakit mana?
Sekali lagi, kasus ini
hendaknya menjadi pelajaran bagi semua. Menjadi pejabat publik harus
bersih dari tindak kejahatan, harus "bersih korupsi".
Peristiwa ini sekalgus peringatan kepada kita semua. Jangan sombong dan
andalkan kekuatan "uang", kekayaan yang banyak untuk mencari pengaruh.
"Orang paling bodoh adalah yang mendapatkan pengaruh dengan uang" demikian pendapat seorang ahli.
Uang banyak bukan kekuatan, apalagi kalau sumbernya tidak jelas. Punya
uang banyak, siaplah diusut asal usulnya, apalagi mau jadi pejabat
publik.
Satu lagi, hati-hati berteman, apalagi berpasangan
dengan koruptor. Anda bisa kena getahnya, seperti yang dialami JR
Saragih di Simalungun.
Sebaiknya, koruptor tiarap aja deh, nggak usah mencalon bupati atau walikota, gubernur, nanti juga akan ketahuan kok!
Jangan tawarkan kami pilihan yang terpaksa memilih koruptor. Pengalaman
kami penduduk Medan, paling sedih selama sepuluh tahun terakhir ini.
Sudah dua kali memilih Walikota, dua-duanya koruptor, dan dua-duanya
masuk penjara.
Sebagai rakyat biasa dan memiliki hak pilih nanti
di Pilkada 9 September, kami berharap, para penegak hukum,
cepat-cepatlah bertindak. Jangan loloskan para koruptor maju dan
berkesampatan untuk kami coblos tanggal 9 Desember mendatang.
Kasihanilah kami rakyat ini. Kami juga kasihan nanti melihat keluarga
pejabat yang terpilih, kalau kemudian terungkap pernah melakukan korupsi
atau terlibat kejahatan.
Jangan biarkan rakyat Medan di mana
kami tinggal, atau Kabupaten/Kota lain memilih bupati atau walikotanya
hanya menjebloskannya ke penjara!
Khusus penduduk kota Medan.
Anda bisa bayangkan sedihnya penduduk kota Medan dalam sepuluh tahun
terakhir ini. Dua kali ke TPS, libur meninggalkan pekerjaan, sibuk
mengikuti pengumpulan data pemenang, pajak rakyat melalui APBN digunakan
sebagai biaya Pilkada. Sedihnya, dua kali mencoblos (2005 dan 2010)
hanya mendapat hadiah walikota "koruptor" dan penghuni hotel pro deo
(penjara).
Mudah-mudahan KPU dalam Pilkada 9 Desember mendatang
tidak menyodorkan kami penduduk Kota Medan calon yang bersih di masa
lalu seperti pendahulu mereka.
Jangan sampai kami 3 kali memilih
Walikota Koruptor! Dua kali masih kami maafkan, tapi jangan coba sampai
tiga kali.....jangan...oh jangan.
Nggak enaklah ke TPS hanya menjebloskan orang masuk penjara. Tentu para pemilih di 33 Kabupaten kota berharap hal yang sama.
Jadikan pelajaran, jangan terus berdebat! Jadilah masyarakat yang taat
hukum. Jangan terjadi lagi peristiwa serupa di masa yang akan datang.(Jannerson Girsang)
0 Comments