Perialus Sidauruk (70) warga Dusun Hutaimbaru, Nagori Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kabupaten Simalungun harus terbaring di rumah papan di desa itu akibat sakit. Dirinya tak punya biaya untuk berobat ke rumah sakit. Dia juga tak masuk dalam pemegang kartu BPJS warga miskin di Simalungun. |
BERITASIMALUNGUN.COM, Raya-Sebanyak 10 ribu warga miskin
pemegang Kartu BPJS di Kabupaten Simalungun diputus oleh Pemerintah Kabupaten
Simalungun. Tahun 2015 lalu, sebanyak 40 ribu warga miskin pemegang kartu BPJS di
Kabupaten Simalungun ditanggung APBD Kabupaten Simalungun. (Baca: Miskin, Sepasang Suami Istri Tergeletak Sakit Tanpa Perawatan Medis di Desa Hutaimbaru)
Pada APBD 2016 Pemkab Simalungun, DPRD Simalungun mencoret
beberapa program pro rakyat miskin. Salah satunya adalah program BPJS yang
anggarannya ditampung pada APBD 2015. Saat ini sekitar 10 ribu pemegang kartu
BPJS warga miskin di Simalungun diputus kontrak.
Informasi yang dihimpun Beritasimalungun.com, Jumat
(15/1/2016), program BPJS sudah putus kontrak per 31 Desember 2015 dan hingga
sekarang belum jelas statusnya.
Sementara pengakuan salah satu pegawai Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun, membenarkan bahwa BPJS yang anggaranya ditampung di APBD,
sudah putus kontrak.
“Benar BPJS Simalungun, yang ditampung anggarannya sudah
diputus kontraknya. Dari 40 ribu kurang lebih yang ditampung di APBD, dikurangi
menjadi 30 ribu orang warga miskin saja,”ujar staf Dinkes Simalungun ini.
Dikatakan, sejak putus kontrak per 31 Desember 2015, maka
para pengguna kartu BPJS tidak dapat dipergunakan. “Mudah-mudahan tahun 2016,
BPJS ditampung kembali. Inilah masih rapat di Banggar dan diajukan kembali,” katanya.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan pejabat di kantor BPJS
Simalungun. “Iya, sudah putus kontraknya. Jadi 10 ribu warga miskin pemegang
kartu BPJS di Simalungun iuran bulanannya tak lagi ditanggung APBD Pemkab
Simalungun,” ujarnya.
Dampak dari pemutusan kontrak BPJS itu, salah seorang warga
miskin Kabupaten Simalungun pemegang kartu BPJS, Nimrot Pasaribu yang juga
menjabat sebagai Ketua Maujana di Desa Marsada, Kecamatan Dolok Panribuan
terkena dampaknya.
Kata Nimrot, istrinya N Br Sirait beberapa hari lalu, baru
saja melahirkan anak kelima mereka. Namun dia tak menyangka kartu BPJS
yang dimilikinya tidak dapat digunakan.
Nimrot Pasaribu mengaku bahwa kartu BPJS yang ditampung di
APBD diberikan oleh perangkat desa kepadanya melalui program Dinas Kesehatan
Simalungun. Dia menilai kartu itu tidak ada kegunaanya. Menurutnya itu hanya
ajang pembodohan yang dilakukan pejabat daerah kepada masyarakat.
Nimrot juga kesal karena saat istrinya akan menjalani
persalinan (melahirkan) di RS Harapan Pematangsiantar, kartu BPJS yang dimiliki
istrinya tidak dapat digunakan.
“Nggak bisa lagi digunakan kartu ibu ini, karena sudah
putus kontrak,” terang Nimbrot menirukan perkataan staf BPJS di RS Harapan.
Mendengar hal itu, dia kaget dan mendatangi kantor BPJS di
Jalan Perintis Kemerdekaan Pematangsiantar. Ternyata benar, bahwa pengakuan
salah satu petugas BPJS, bahwa kartu istrinya tidak berfungsi lagi, lantaran
sudah putus kontrak,” ujar Nimrot.
Diakui Nimrot, dirinya tergolong miskin. Sebab, untuk
membayar biaya persalinan sekitar Rp 6 juta, terpaksa meminjam uang tetangga,
karena istrinya menjalani operasi caesar.
Sementara itu, Perialus Sidauruk (70) dan istrinya Br
Situngkir (69), warga Dusun Hutaimbaru, Nagori Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang
Silimakuta, Kabupaten Simalungun harus terbaring di rumah papan di desa itu
akibat sakit.
Mereka warga miskin, namun tidak mendapatan kartu BPJS
miskian yang dana iurannya ditanggung oleh Pemkab Simalungun. Hingga kini kedua
orang tua itu hanya dirawat di rumah dengan pengobatan seadanya tanpa medis.
(Asenk Lee Saragih)
0 Comments