BERITASIMALUNGUN.COM-Bangsa Indonesia saat ini
 menanti kesungguhan para pemegang mandat rakyat untuk menegakkan 
aturan, sehingga ke depan tidak ada lagi orang yang bangga melanggar 
aturan.
 Seperti diberitakan berbagai media di tanah air, hari 
ini, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pemeriksaan mantan Ketua 
DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan pemufakatan jahat tidak perlu izin 
Presiden. Ia memastikan pemanggilan Novanto akan dilakukan pada pekan 
depan. 
 Pemanggilan ini memberi harapan besar bagi rakyat bahwa 
penegakan hukum tidak memandang orang kuat, tidak ada orang yang kebal 
hukum, tidak tersentuh oleh hukum. 
 Setya Novanto--orang yang selama ini selalu "licin" bagaikan belut akan "kena batunya". 
 Setelah mendapat tekanan dari masyarakat luas, media, serta berbagai 
elemen masyarakat, akibat kasus Papa Minta Saham, Setya Novanto akhirnya
 mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR, sesaat sebelum MKD
 membacakan putusan, akhir tahun lalu. 
 Kini, meski merasa aman 
dengan jabatannya sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR, Setya justru harus
 berdahadapan dengan pengadilan, atas kasus pidana dari tuduhan 
permukatakan jahat. 
 Orang kuat lainnya yang akan dibidik 
Kejaksaan Agung adalah raja minyak Reza Chalid yang melarikan diri ke 
luar negeri sesaat sidang MKD memanggil dirinya sebagai saksi dalam 
kasus Papa Mama. 
 Reza Chalid adalah tokoh yang selama ini 
dikenal sangat-sangat kuat, karena memiliki uang yang berjibun--mengaku 
memberi sumbangan besar saat Pilpres, dan mendapat dukungan orang-orang 
kuat yang "suka uang sogok",  kini menunggu proses pengadilan. 
 Meski statusnya masih sebagai saksi, sudah keder, dan melarikan diri! Orang yang tidak benar, takut dan benci kebenaran. 
 Abu Rizal Bakrie--backing mereka selama ini, bos Partai Golkar, yang 
tujuh kali jadi juara Pemilu di Indonesiapun, sudah mulai ditinggalkan 
para sahabat dekatnya. 
 Orang-orang dekat Aburizal Bakrie, Hafidz
 Zamawi Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo 
(Ketua DPP Munas Bali) serta tokoh lain turut hadir menemui senior 
Golkar, Akbar Tandjung, di Akbar Tandjung Institute, Jakarta, Kamis 
(7/1/2016). (http://nasional.kompas.com/…/Ketika.Aburizal.Ditinggalkan.O…)
 Mereka  menilai, Aburizal sudah menjadikan Golkar sebagai perusahaan 
yang seolah-olah hanya dimiliki oleh pribadi, bukan partai politik yang 
dimiliki oleh banyak kalangan. 
 "Golkar itu parpol, bukan 
perusahaan keluarga. Tidak ada satu orang pun punya saham mayoritas. 
Tidak bisa parpol dikendalikan seperti perusahaan," kata Hafidz, seperti
 dikutip Kompas.com. 
 Diperkirakan, perlawanan terhadap penegakan hukum bagi Setya Novanto  ke depan tidak sekuat ketika sidang-sidang sebelum ini. 
 Sebelumnya, Meski Setya Novanto sudah terang benderang melakukan 
tindakan di luar wewenangnya, menyalahgunakan wewenangnya. Abu Rizal 
Bakri--Ketua Umum Golkar. masih mendukungnya dan menyatakan Setya 
Novanto tidak bersalah. Bahkan. setelah mengundurkan diri sebagai Ketua 
DPR, Abu Rizal malah mengangkatnya menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR.  
 Kekuasaan Abu Rizal, kini sedang di ujung tanduk. Dukungan kepada Setya Novanto dan kelompoknya akan melemah.  
 Jadi, saya dan jutaan rakyat Indonesia semakin yakin. Yang busuk, yang tidak benar, bagaimanapun kuatnya, akan hancur juga!  
 Pelajaran bagi para pelanggar hukum. Anda bisa beli oknum-oknum jaksa, 
hakim, polisi, tetapi tidak bisa membeli hakim, jaksa, polisi yang masih
 memiliki,  apalagi  membeli rakyat Indonesia yang cinta kebenaran. 
 Ketika rakyat bergerak, Anda tidak ada apa-apanya!
 Peringatan bagi wakil-wakil rakyat, pejabat agar semakin takut menyalah gunakan wewenangnya. Sehebat apapun kekuasaan seseorang, kalau melanggar hukum, harus 
berhadapan dengan pengadilan, mempertanggungjawabkan perbuatannya.
 Tidak seperti selama ini, orang kuat seenaknya melanggar aturan, merasa
  "bebas hukum", bisa main golf, enak-enak naik pesawat pribadi, tetapi 
rakyatnya--pihak pemberi mandat, miskin dan menderita!. Semoga!. Lanjut pak Jaksa Agung. Jangan takut. (St Jannerson Girsang)

 



0 Komentar