BERITASIMALUNGUN.COM-Budaya Batak memang paling beda dari budaya-budaya lain yang ada di Indonesia bahkan dunia. Mulai dari adat istiadat, kekerabatan, bahasa, kesenian, kepercayaan, serta tidak kalah juga prinsip orang Batak itu sendiri.
Bicara mengenai prinsip, prinsip orang Batak sangat berbeda dengan
prinsip suku lain pada umumnya. Banyak orang mengenal seseorang sebagai
orang Batak bukan hanya dari gaya bicaranya saja, tetapi prinsip
hidupnya. Mau tahu apa saja prinsip orang batak? Kita akan membahasnya
dalam ulasan berikut :
1. Anakkonhido Hamoraon diau (Anakku adalah kekayaanku).
Anak adalah segalanya bagi orang Batak via http://lemotcycle.blogspot.com
Memiliki anak adalah sebuah kekayaan yang tidak ternilai bagi suku
batak. Anak itu akan bernilai lebih jika anaknya itu adalah laki-laki
apalagi jika itu adalah anak sulung, ini ibarat sebuah berkat yang
sangat besar bagi keluarga suku batak. Anak laki-laki nantinya akan
menjadi pewaris marga dari orang tua laki-laki.
Bagi keluarga Batak yang tidak memiliki anak laki-laki, misalnya jika
anak ke 1 sampai ke 5 masih perempuan, orang tuanya akan tetap berusaha
mendambakan anak laki-laki sehingga keturunannya bahkan menjadi 7 orang
bahkan 9 orang.
2. Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon ( Kesuksesan, Kehormatan, Kekayaan).
Sukses, Hormat, dan Kaya adalah dambaan orang Batak via http://aperturapoto.com
Ini adalah ukuran keberhasilan dalam suku batak. Menjadi berhasil itu
harus sukses, kaya, dan dihormati. Sukses yang dimaksud bisa berupa
sukses dalam bidang pendidikan, usaha, berkarir dan lain-lain.
Kehormatan dalam suku Batak digambarkan dalam pergaulan sehari-hari,
dimana ketika bergaul selalu santun, memiliki jabatan sosial yang tinggi
dalam pergaulan maupun dalam adat.
Untuk kekayaan, sebenarnya kekayaan dalam suku Batak itu relatif,
tergantung cara kita membandingkan dan memaknainya. Orang Batak kaya
jika semakin banyak memberi kepada orang lain, maka semakin banyak pula
yang akan membalaskan pemberian itu kepadanya, begitu juga dengan
sebaliknya. Jadi hidup orang Batak itu penuh dengan pemberian dan
penerimaan berkat.
3. Tidak akan menikah sebelum hidup mapan.
Menikah tanpa hidup mapan adalah tabu via http://www.jhonmiduk8.blogspot.com
Sebelum menikah, orang Batak diharuskan hidup mapan baik bagi
laki-laki maupun perempuan, so, jangan heran jika anda banyak menemukan
perawan tua dan perjaka tua di suku Batak, itu karena tuntutan yang satu
ini. Walaupun begitu, semua orang sepertinya mengamini prinsip ini
karena coba anda bayangkan, anda menikah tetapi belum punya pekerjaan,
mau makan apa nanti anda?
Selain itu, tuntutan hidup mapan agaknya berkolerasi positif dengan
biaya pernikahan karena biaya yang dikeluarkan untuk pernikahan orang
Batak itu tidak sedikit, jauh lebih banyak dari pernikaha suku lain pada
umumnya.
4. Dalihan Natolu.
Somba marhula-hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu via http://jantours.com
Ini adalah prinsip yang terbilang sakral bagi suku Batak karena
disetiap adat dan acara Batak pasti kata-kata ini selalu diucapkan.
Dalihan Natolu artinya tiga aturan utama yang harus dipatuhi sebagai
orang Batak, yaitu Somba Marhula-hula (Hormat kepada keluarga pihak
istri), Elek Marboru (harus bisa mengayomi wanita), Manat Mardongan Tubu
(bersikap hati-hati kepada teman semarga).
Tanpa Dalihan natolu, hidup orang Batak tidak akan memiliki
kekerabatan yang erat seperti sekarang ini. Dalihan natolu juga sebagai
fundamentalisme kehidupan yang sebenarnya selaras dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang diatur oleh Pancasila sebagai dasar Negara
kita.
5. Harta boleh miskin, tetapi adat tetap kaya
Adat adalah kewajiban yang harus dipenuhi via http://chip.co.id
Jika seseorang dikategorikan sebagai orang miskin dalam hal ekonomi,
belum tentu dia memiliki status yang sama dalam hal adat. Seringkali
terjadi seorang raja di adat adalah orang yang tidak mampu secara
ekonomi, dan orang yang mampu secara ekonomi harus menghormati raja adat
tersebut dengan mengesampingkan status ekonomi.
6. Tuak adalah minuman bermakna, bukan minuman haram.
Tuak adalah minuman wajib bagi orang Batak via http://onthebeathandpath.com
Jika anda pernah mengikuti acara adat Batak, anda pasti ketemu dengan
minuman yang khas ini. Namanya tuak, minuman ini adalah kewajiban
disetiap adat Batak, acara adat tanpa tuak maka dipastikan acara ini
tidak akan berasa.
Tuak sangat berarti bagi kehidupan orang Batak, jika dikehidupan
sehari-hari, tuak adalah minuman penghangat badan agar tidak kedinginan
(mayoritas daerah Batak adalah dingin), jika di acara adat tuak berarti
sebuah minuman jamuan kepada tamu undangan, jika diwarung (lapo) tuak
adalah minuman wajib.
7. Tidak akan pulang kampung sebelum sukses.
Jika pulang kampung sebelum sukses, bukan Batak namanya
Prinsip ini dianut oleh perantau Batak. Pulang kampung sebelum sukses
hanya ada ketika acara penikahan keluarga dan ada keluarga yang
meninggal, selebihnya tidak ada alasan untuk pulang kampung sebelum bisa
membawa mobil mewah kembali kekampung, atau mendirikan rumah besar
dikampung.
Makanya, ditanah perantauan seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya,
Kalimantan banyak kita temukan orang Batak yang berwirausaha dengan
tujuan “sukses dulu baru pulang kampung”.
8. Apapun kerjakan, asal halal!
Tak heran, banyak orang Batak yang berprofesi sebagai sopir angkot via http://metrominidijual.blogspot.com
Menjadi sopir angkot metromini atau mikrolet, tukang tambal ban,
tukang las, dan tukang ojek pun jadi yang penting halal dan tidak
merugikan orang lain. Berhubungan dengan prinsip ketujuh, lebih baik
mandi keringat halal daripada pengangguran sebab pengangguran adalah
sebuah hal yang tabu dimuka orang Batak apalagi menjadi pengemis atau
pengamen.
9. Biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng diperantauan.
di halaman sendiri boleh diabaikan, tapi jangan di halaman orang via http://iberita.com
Dikampung bisa diremehkan atau dilecehkan, tetapi ketika diperantauan
tidak ada alasan untuk menerima hal yang sama. Banyak orang Batak yang
sukses karena motivasi ini, dulu menelan hidup pahit dikampung, sekarang
menjadi tajir di negeri orang.
Jangan heran jika banyak orang Batak yang memegang jabatan strategis
di pemerintahan, terkenal di bidang hukum, dunia tarik suara, olahraga,
dan lain-lain, semuanya karena prinsip ini.
10. Marga bisa mengubah nasib.
Marga adalah identitas utama orang Batak, bukan nama depan via http://hipwee.com
Saya pernah naik angkot di Jakarta, kebetulan duit saya juga sudah
tipis jadi hari itu saya tidak makan biar bisa mencukupi untuk ongkos.
Ketika didalam angkot, saya bertanya kepada sopir yang kedengarannya
berbahasa Batak, “Marga apa lae”. Kebetulan satu marga denganku dan saat
saya ingin memberikan ongkos, dia menolak bahkan memaksaku untuk
memasukkan kembali duit itu ke dompetku.
Orang Batak yang malu akan etnis ke-Batakannya akan membuat dirinya
sendiri menyesal. Tidak ada salahnya menggunakan marga jika kita
benar-benar orang Batak.
11. Musik adalah obat stres.
Musik Batak dengan alunan gondang Batak via http://d3pe.wordpress.com
Jika orang Batak sudah capek, stress pikiran bukannya istirahat malah
mengambil gitar dan menyanyikan lagu. Sejelek apapun suaranya, tetap
itu adalah yang terbaik baginya untuk menenangkan dirinya dan
pikirannya. Dan benar saja, sehabis menyanyikan beberapa lagi,
pikirannya akan kembali normal dan wajahnya seperti bersinar kembali.
Jangan heran jika tetanggamu orang Batak jam 05.00 subuh suka memutar
lagu berbahasa Batak dengan keras-keras. Tenang, dia tidak punya niat
untuk menggangumu, dia hanya butuh waktu sedikit untuk berekspresi.
12. Hancur demi kawan.
Kawan adalah segalanya dalam pergaulan via http://tanoboto.wordpress.com
Prinsip anak Medan, Medannya Batak tapi ya hehehe. Orang Batak rela
melakukan apapun untuk kawannya, jadi jangan pernah ragukan loyalitas
sesama orang Batak selama masih tidak saling mencurangi. Loyalitas yang
sama juga akan ditujukan kepada temannya yang buka dari Batak karena
dimata mereka manusia itu adalah sama.
Itulah prinsip yang hanya ada dalam diri orang Batak. Prinsip inilah
yang menyebabkan perbedaan yang patut dicontoh karena hal-hal diatas
mencontohkan hal-hal yang postitif bagi semua manusia.
Author Info: Jhon Miduk Sitorus
0 Comments