Barisan Rakyat Koreksi Simalungun (BRKS) bereaksi melalui SMS, surat bahkan datang rame-rame ke Kemendagri dengan spanduk pada hari Jumat (8/4/2016). Ist |
SK |
BERITASIMALUNGUN.COM-Sedianya Senin 11 April 2016 adalah pelantikan Bupati Simalungun J.R
Saragih. Ini sudah menjadi agenda resmi Gubernuran Sumatera Utara. SK
Pengangkatan sudah diterbitkan Menteri Dalam Negeri dan segala persiapan
sudah dilaksanakan, termasuk mempersiapkan ruangan pelantikan.
Namun
seperti yang telah diumumkan pulak bahwa pelantikan itu ditunda untuk
waktu yang tidak ditentukan dan tanpa alasan yang jelas. Gubernur selaku
pelaksana pelantikan semestinya mengumumkan penundaan disertai alasan.
Untuk itu kita tertanya ada apa gerangan? Mengapa dalam situasi semua
normal semua tenang acara seremonial pelantikan ditunda?
Dengan
tiadanya penjelasan penundaan ini maka bisa disimpulkan tidak lain
karena adanya suatu masalah yang serius dan masalah itu berada pada
pihak yang menunda. Siapalah yang dapat menunda kalau bukan Menteri
Dalam Negeri?
S.K Pengangkatan J.R Saragih Bermasalah
Menurut penulis penundaan ini jelas disebabkan SK pengangkatan tersebut
bermasalah. Diangkatnya J.R Saragih seorang diri dari dua orang yang
menjadi pasangan calon yang ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilkada
menjadi fakta hukum yang memperlihatkan SK pengangkatan Bupati tersebut
bermasalah, tak lain dari Pilkada Simalungun mengidap penyakit atau
cacat hukum. Terbitnya S.K pengangkatan ini juga mengundang tanda tanya
ada apa di kementerian.
Bulan lalu Menteri Dalam Negeri Cahyo Kumolo
berulang kali mengatakan tidak akan melantik pasangan pemenang Pilkada
Simalungun karena status hukum calon wakil bupati sudah final (putusan
pengadilan telah berkekuatan hukum tetap).
J.R Saragih yang tidak
tersangkut masalah hukum juga dinyatakannya tidak akan dilantik karena
merupakan paket yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan
disertai kiasan “tidak ada pelaminan hanya satu orang”. Tiba-tiba awal
bulan April sudah keluar SK pengangkatan.
Inilah yang membuat Barisan
Rakyat Koreksi Simalungun (BRKS) bereaksi melalui SMS, surat bahkan
datang rame-rame ke Kemendagri dengan spanduk pada hari Jumat (8/4/2016).
BRKS yang sudah berulang kali kirim surat dan demonstrasi ke Mendagri
mempertanyakan apa dasar hukum penerbitan SK tersebut serta mengingatkan
bahwa situasi ini memperlihatkan Mendagri orang plinplan dan jilat
ludah sendiri.
Dengan peran tokoh-tokoh Simalungun di Jakarta protes
keras BRKS ini sampai ke Mendagri. Mendagri diingatkan akan masalah
hukum dalam pengangkatan tersebut.
Mendagri Intervensi KPU
Dalam pelaksanaan Pilkada Mendagri adalah pejabat administrasi yang
mengangkat kepala daerah pemenang Pilkada yang ditetapkan oleh KPU.
Dalam Pilkada Simalungun KPU sudah menetapkan Pasangan Calon nomor 4 JR
Saragih dan Amran Sinaga sebagai bupati dan wakil bupati hasil Pilkada,
disampaikan ke Mendagri untuk diangkat dan dilantik.
Oleh karena
Mendagri hanya mengangkat satu orang maka telah terjadi dua jenis
pelanggaran, pertama, pelanggaran hukum administrasi.
Suatu surat
keputusan administrasi harus sesuai dengan data atau fakta yang
mendasarinya. Dasar keputusan tersebut adalah surat KPU Simalungun maka
yang diangkat haruslah apa yang termuat dalam surat penetapan tersebut.
Namun bila penetapan tersebut ternyata menyalahi aturan maka yang bisa
dilakukan adalah mengembalikan supaya terlebih dahulu diperbaiki, atau,
tidak melakukan pengangkatan dengan konsekwensi siap digugat pihak yang
dirugikan. Kedua, pelanggaran UU terkait kemandirian dan independensi
KPU.
Tindakan Mendagri yang memecah ketetapan KPU dengan mengangkat satu
orang saja berarti Mendagri telah mengintervensi KPU. Mendagri tidak
berwenang “mengutak atik” penetapan KPU sebab KPU adalah lembaga mandiri
dan independen, bukan bawahan kemendagri.
Komplikasi Hukum dalam Pilkada Simalungun
Rejim hukum Pilkada jelas memuat larangan bagi terpidana dengan
tuntutan 5 tahun atau lebih untuk calon Pilkada. Rejim hukum
pengangkatan kepala daerah juga memuat larangan yang sama. Bahwa
larangan dalam rejim hukum Pilkada telah dikangkangi dengan putusan
pengadilan sehingga terpidana lolos ikut jadi calon.
Tetapi apakah
putusan pengadilan itu juga menjangkau larangan terpidana dalam rejim
hukum pengangkatan? Seperti yang telah diuraikan Penulis dalam postingan
terdahulu bahwa Putusan Pengadilan tersebut tidak menjangkau atau
berpengaruh pada peraturan perundangan terkait pengangkatan.
Atau, bila
putusan pengadilan tersebut diidemkan menundukkan larangan terpidana
pada rejim hukum pengangkatan maka konsekwensinya Amran Sinaga harus
dianggap tidak bersalah dan harus diangkat. Inilah komplikasi hukum
dalam pengangkatan JR Saragih. Dengan kata lain mengangkat hanya satu
orang bermasalah, mengangkat kedua-duanya juga bermasalah.
Pilkada Ulang Adalah Solusi
Dengan komplikasi hukum diatas maka hasil Pilkada Simalungun tahun 2015
tidak dapat diangkat. Dengan demikian Pilkada Simalungun batal dengan
sendirinya. Solusi untuk itu adalah mencari letak permasalahan dan
memperbaikinya.
Letak permasalahan yang mengakibatkan batalnya pilkada
Simalungun adalah adanya calon yang tidak memenuhi persyaratan. Untuk
itu yang dapat dilakukan adalah Pilkada ulang. Sebagai perbandingan,
untuk pilkada yang pernah terjadi diikuti mantan terpidana diantaranya
Tebing Tinggi dan Bengkulu Selatan. Kedua daerah tersebut dilakukan
Pilkada ulang.
Dalam memutus perkara yang diikuti terpidana, Mahkamah
Konstitusi dalam pertimbangannya menyebut “hanya dengan Pemilukada
ulanglah cacat hukum Pemilukada yang diikuti terpidana dapat
dipulihkan.”
Dengan Pilkada ulang ini hak konstitusional calon yang
tidak tersangkut hukum juga tidak terganggu. Sekarang mari kita tunggu
proses menuju Pilkada ulang ini, apakah dengan pengembalian berkas oleh
Kemendagri ke KPU Simalungun atau menunggu putusan pengadilan atas
gugatan orang yang merasa dirugikan karena tidak diangkat. Selamat
datang Pilkada Ulang Simalungun. (Penulis Kurpan Sinaga/Ketua Barisan Rakyat Koreksi Simalungun).
0 Comments