Bagaimanakah rohani para sopir angkot?
BERITASIMALUNGUN.COM-Tahukah Anda dunia rohani
para sopir angkot Jakarta, yang setiap hari berkejaran di kepadatan ibu
kota ini? Kalau kita pernah menaiki sembarang angkot, memang kadang
kita melihat stiker rohani ditempelkan di sana-sini, ada ayat-ayat Kitab
Suci dan ada pula gambar pengemudi yang di genggaman ”Tangan Tuhan”.
Dan bisalah dari situ kita sekadar meraba dunia rohani para sopir
tersebut, dan kurang lebih isinya ialah doa atau permohonan agar selamat
di perjalanan.
Tetapi, kalau ditelisik dengan lebih dalam lagi hidup sopir angkot
T15-A jurusan Cililitan-Arundina/Cibubur yang bernama Barmen Damanik,
banyak hal yang sungguh kaya di batin sopir yang 10 jam sehari bekerja
itu. Ia ternyata bergulat menjadi disciple, murid yang teguh dan disiplin mengikuti jalan iman.
Pernah ia berkumpul di pangkalan dengan teman-teman pengemudi, dan
memang mudah sekali tempat itu jadi ajang judi dan minum-minum miras.
Suatu saat seseorang menegurnya dan mengetahui bahwa ia pelayan di
gereja, dan lantas menantangnya, ”Bisakah kita melakukan sesuatu yang
benar sebagai keluarga besar sopir T15-A?”.
Bersama ibu-ibu dari 15 keluarga sopir ia menggagas ”Kumpulan Dos Roha
(sehati) T15-A”. Lalu mereka pun dari rumah ke rumah tiap bulan
mengadakan kebaktian, dan Penelaahan Alkitab.
Dengan pertemuan itu
berangsur-angsur berhentilah judi dan minum-minum, dan bahkan terbangun
hubungan saling dukung, di kala sakit atau saat ada kebutuhan mendesak
rekan sopir untuk membiayai sekolah anak-anak.
Dengan angkot T15-A ini pulalah Barmen Damanik, selaku ketua sektor
persekutuan keluarga di wilayah Cijantung, hampir tiap hari Jumat
menjemput keluarga-keluarga agar bersekutu dalam Partonggoan
gereja, mengikuti kebaktian malam.
Dan setiap bulan ia juga mengangkut
para syamas dan penatua gerejanya untuk mendalami Alkitab bersama dengan
pelayan dari gereja-gereja lainnya di sekitar Jakarta timur.
Pada 5 Juni 2016, Barmen Damanik telah ditahbiskan sebagai Penatua/Sintua
di Gereja GKPS Cijantung. Dengan penahbisan itu, jabatan gerejawi akan
ia bawa seumur hidupnya, melewati padatnya jalanan di Jakarta.
Ia akan
terus bekerja selaku murid/disciple Tuhannya, dan dalam
lika-liku kemacetan, berikhtiar menunjukkan sikap: sebaik-baiknya dari
seorang murid yang percaya kepada Tuhannya. Tentu bukan perkara sederhana! Namun, melakoninya merupakan keniscayaan. (*)
Penulis: Penulis: Martin Lukito Sinaga
Sumber: Satuharapan.com
****
****
Penahbiskan dan Emeritasi Jabatan 3 Sintua GKPS Cijantung
(Setiap Pelayan akan Menemukan Jalan Sukacitanya)
Gereja percaya bahwa Kristuslah yang menetapkan pelayan-Nya (Ef 4:11), agar mereka mengerjakan berbagai hal yang baik dalam jemaat. Para penatua juga bertugas meneruskan apa yang Kristus lakukan bagi jemaatnya: menyatakan Firman, menggembalakan jiwa-jiwa, dan melayani sampai ke soal-soal praktis sehari-hari.
Jabatan pelayan Sintua ternyata punya akar panjang, dalam Alkitab disebut presbuteros (Titus 1:1), dan merekalah yang menjaga kehidupan jemaat. Bahkan wajah jemaat di tengah masyarakat pun tercermin dari peri kehidupan para penatuanya.
Secara unik dalam tradisi gereja-gereja Batak, mereka para Sintua ini menerima “tohonan”. Hal ini berarti menerima jabatan yang ditahbiskan, agar sebenar-benarnya (“toho”= dalam bahasa Toba berarti “benar”) menghidupi panggilan dan tugas tersebut. Dengan “tohonan” mau dikatakan bahwa ini bukan sekadar seperti jabatan di pemerintahan, dan bukan pula jabatan karena mendapat suara pemilihan; ada unsur anugerah dan pemilihan Tuhan dalam jabatan “tohonan” ini. Betapa mendalam dan tidak mudahnya menjalani hal ini!
Ada 3 Sintua yang tanggal 5 Juni 2016 ditahbiskan dan diemeritasi. Yang pertama St. Barmen Damanik. Dalam pekerjaan sehari-harinya di dunia transportasi publik, ia mencoba menghayati “tohonan” itu dengan menjadi murid Kristus (disciple) yang setia, sambil menggerakkan jemaat untuk setia bersekutu.
Yang kedua, St.Riverson Sitopu, seorang yang mengalami kebaikan Tuhan sehingga masa mudanya tumbuh kuat, lalu bertahan di perantauan dan berhasil dalam karirnya di dunia Peradilan Negeri Jakarta. Bagi tetangganya di lingkungan jalan Lestari-Kalisari, ia dikenal sebagai seorang dengan tangan yang siap terulur, dan membantu warga menyelesaikan banyak perkara-perkara sehari-hari.
Yang ketiga, St. Usman Girsang, sebagai seorang guru ia telah menempuh perjalanan pelayanan yang panjang, namun tekadnya ialah ingin selalu melayani jemaat, sekalipun sudah berusia 65 tahun, usia emeritasi. Dan secara luarbiasa kesehatannya semakin membaik, justru kalau ia aktif bersekutu dan melayani jemaat.
Jelaslah bahwa semua yang menempuh jalan pelayanan, dan yang menjalani sebenar-benarnya panggilan
dan tugas “tohonan”nya, akan menemukan jalan sukacita dalam kehidupan
masing-masing. Dan teranglah juga: sukacita yang dialami setiap pelayan
gereja itu justru muncul ketika ia menyediakan dirinya bagi sesamanya!
(Oleh: Pdt Martin Lukito Sinaga)
Gereja percaya bahwa Kristuslah yang menetapkan pelayan-Nya (Ef 4:11), agar mereka mengerjakan berbagai hal yang baik dalam jemaat. Para penatua juga bertugas meneruskan apa yang Kristus lakukan bagi jemaatnya: menyatakan Firman, menggembalakan jiwa-jiwa, dan melayani sampai ke soal-soal praktis sehari-hari.
Jabatan pelayan Sintua ternyata punya akar panjang, dalam Alkitab disebut presbuteros (Titus 1:1), dan merekalah yang menjaga kehidupan jemaat. Bahkan wajah jemaat di tengah masyarakat pun tercermin dari peri kehidupan para penatuanya.
Secara unik dalam tradisi gereja-gereja Batak, mereka para Sintua ini menerima “tohonan”. Hal ini berarti menerima jabatan yang ditahbiskan, agar sebenar-benarnya (“toho”= dalam bahasa Toba berarti “benar”) menghidupi panggilan dan tugas tersebut. Dengan “tohonan” mau dikatakan bahwa ini bukan sekadar seperti jabatan di pemerintahan, dan bukan pula jabatan karena mendapat suara pemilihan; ada unsur anugerah dan pemilihan Tuhan dalam jabatan “tohonan” ini. Betapa mendalam dan tidak mudahnya menjalani hal ini!
Ada 3 Sintua yang tanggal 5 Juni 2016 ditahbiskan dan diemeritasi. Yang pertama St. Barmen Damanik. Dalam pekerjaan sehari-harinya di dunia transportasi publik, ia mencoba menghayati “tohonan” itu dengan menjadi murid Kristus (disciple) yang setia, sambil menggerakkan jemaat untuk setia bersekutu.
Yang kedua, St.Riverson Sitopu, seorang yang mengalami kebaikan Tuhan sehingga masa mudanya tumbuh kuat, lalu bertahan di perantauan dan berhasil dalam karirnya di dunia Peradilan Negeri Jakarta. Bagi tetangganya di lingkungan jalan Lestari-Kalisari, ia dikenal sebagai seorang dengan tangan yang siap terulur, dan membantu warga menyelesaikan banyak perkara-perkara sehari-hari.
Yang ketiga, St. Usman Girsang, sebagai seorang guru ia telah menempuh perjalanan pelayanan yang panjang, namun tekadnya ialah ingin selalu melayani jemaat, sekalipun sudah berusia 65 tahun, usia emeritasi. Dan secara luarbiasa kesehatannya semakin membaik, justru kalau ia aktif bersekutu dan melayani jemaat.
(Oleh: Pdt Martin Lukito Sinaga)
0 Comments