![]() |
Ramlo R Hutabarat Saat Dirawat.FB |
BeritaSimalungun.com-Rabu lalu saya kembali dari RS Murni
Teguh Medan, setelah dirawat beberapa hari dirawat inap disana. Biasalah
tradisi Orang Timur, beberapa kawan dan sahabat juga saudara datang mengunjungi
saya ke rumah saya di Tepian Bah Bolon, kawasan Pinggiran Simalungun yang
berbatasan dengan Kota Pemtangsiantar.
“Bagaimana ? Sudah sembuh ?”, umumnya mereka bertanya
senada seirama, meski tidak dalam waktu yang bersamaan. Saya harus menjawab
pertanyaan kawan, sahabat dan saudara saya itu dengan seolah-olah sabar.
Padahal sesungguhnya, pertanyaan jenis itu sangat tidak saya suka. Tapi apalah
mau dikataka. Menjawab pertanyaan kawan, sahabat atau saudara yang bertanya
dengan baik, harus dijawab dengan baik juga. Meski pun kita tidak suka.
Emangnya sulap. Sakit, berobat, sembuh ?
Tapi Lae saya Oloan Ramses Aritonang orangtuanya Bere saya
Aritonang Dame, lain dari yang lain. Begitu duduk di teras rumah saya dia
spontan cerita. Beberapa hari lalu katanya dia berobat ke RSUD Dr Djasamen
Saragih Pematangsiantar. Di saat dia dan banyak pasien lainnya menunggu-nunggu
kehadiran para dokter di RS itu, mendadak Wakil Walikota Pematangsiantar
Hefriansyah Noor muncul dan marah-marah.
“Marah besar dia, Lae”, katanya.
“Apa pasal ?”, cepat saya memotong.
Lae saya yang menikah dengan Ito saya yang bontot Rohani
Marhaeni Hutabarat dan tinggal di Kelurahan Asuhan itu cepat pula memotong.
Wakil Walikota itu marah besar karena waktu dia berkunjung ke RS tadi, belum
seorang pun dokter yang hadir untuk melakukan tugas dan kewajibannya, melayani
pasien. Padahal saat itu jarum jam waktu itu sudah menunjukkan angka 10.00 WIB.
“Dia marah sekali, Lae”, kata Lae saya itu mengulangi. Dan
karena saya diam saja, Lae saya itu pun merasa aman untuk melanjutkan
ceritanya.
Dalam penuturannya, Lae saya bilang tak nyangka Hefriansyah
Noor bisa marah seperti itu. Padahal, wajahnya bahkan penampilannya selalu
santun dan lemah lembut, penuh wibawa kebapaan. Rupanya seseorang yang
berpenampilan sesejuk Wakil Walikota Pematangsiantar itu, kalah jengkel sekali
akan marah sekali. Seolah-olah dia bukan menjadi dia lagi. Dan saya pun
tiba-tiba ingat Lae saya Nelson P Sitompul ketika di benak saya terlintas kata
seolah-olah.
“Sebenarnya, tak eloklah kalau Bapak itu marah-marah dan
marah sekali apalagi di depan umum. Dan, di hadapan rakyat yang dipimpinnya
pula. Seorang pemimpin, tak elok marah-marah apalagi di depan umum, rakyat yang
dipimpinnya. Sebab marah-marah bisa disimpulkan orang tak mampu menguasai diri.
Lihat misalnya Ahok, Gubernur DKI. Ketika dia marah-marah di depan umum apalagi
disorot kamera teve pula, orang yang menyaksikannya justru banyak yang
tertawa-tawa. Dan ketika marah-marah itu menjadi tradisinya, banyak orang yang
jadi tak suka”
“Akh. Naso hamu do Lae”, kata Lae saya cepat memotong.
Katanya, dia tidak bermaksud membela Hefriansyah Noor
sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar. Sudah lama, sejak dipimpin Dr Ria Ria
Novida Telaumbanua, banyak sekali dokter di RSUD Dr Djasamen Saragih yang
kurang berdisiplin dan sejenisnya ketika menjalankan tugas dan kewajibannya.
Kehadirannya saja tidak tepat waktu bahkan terkesan berleha-leha. Para pasien
seolah-olah tidak dipedulikan. Datang ke berobat ke RS, sudah terang karena
sakit. Dan orang sakit, wajib ditolong tidak dengan setengah hati.
Dan kondisi seperti itulah yang disaksikan Hefriansyah Noor
saat dia tiba-tiba datang berkunjung ke RS itu. Para pasien berjam-jam menunggu
dan menunggu dokter di pelataran RS itu. Menunggu yang tak jelas, kapan
waktunya, dengan segala derita yang tengah dialami. Seolah-olah , mereka dengan
sengaja diterlantarkan. Kata Hefriansyah Noor saat itu seperti dituturkan Lae
saya Oloan Ramses Aritonang yang juga ayahandanya Bere saya Candra Maruli
Aritonang itu, dia membayangkan para pasien itu adalah orangtunya.
“Mereka, para pasien itu, juga orangtua saya”, kata
Hefriansyah Noor ditengah marahnya, katanya.
Saya terhenyak. Diam. Lae saya itu pun diam. Seperti
kebiasaan Orang Batak, seorang Boru enggan dan sungkan sekali untuk
berbantah-bantahan dengan pihak Hula-hulanya.
Dalam diam saya, saya pun merenung. Seorang Wakil Walikota
juga manusia. Manusia biasa. Bukan dewa apalagi malaikat. Dia punya rasa, punya
selera. Bahkan dia punya siapa saja. Punya orangtua dan punya saudara. Dan yang
paling pas, dia punya rakyat yang dipimpinnya, yang dicintainya dengan sepenuh
hati dan jiwa raganya. Karena apa dia memimpin. Seorang pemimpin seperti
Hefriansyah Noor, sudah pasti memiliki ikrar meski dalam hati untuk melayani
rakyatnya, mengabdikan dirinya untuk rakyatnya. Bahkan sampai tetes darah
terakhir , kalau perlu.
Dalam suasana seperti inilah kondisi sang Wakil Walikota
pada saat itu. Dia dalam posisi yang serba sulit menyaksikan keadaan itu pada
saat itu. Maju kena, mundur pun kena. Tekad untuk mensejahterakan rakyat yang
dipimpinnya sudah bulat dan tidak bisa ditawar-tawar (lagi) Rakyat Siantar
harus dilayani dengan model mempermudah, bukan malah mempersulit. Dan
marah-marah barangkali sudah masanya untuk diterapkannya untuk merubah keadaan
yang sudah runyam dan bahkan brengsek di RSUD Dr Djasamen Saragih.
Tapi kalau saya Hefriansyah Noor, saya akan tempuh atau
lakukan marah-marah itu dalam bentuk lain. Saya akan marah kepada Pimpinan RSUD
Dr Djasamen Saragih itu. Saya akan memanggil sang pimpinan ke ruangan kerja
saja dan memarahinya dengan gaya dan model seorang pimpinan tertinggi.
Sekaligus membinanya. Dan silahkan kemudian, sang pemimpin RS itu memarahi para
staf serta pembantunya. Jadi marah berjenjang. Tidak memarahi secara langsung
apalagi di depan umum. Bisa jadi muncul kesan lain, seolah-olah hanya pencitraan
atau cari perhatian.
Lantas agaknya, menyimak keadaan personal RSUD Dr Djasamen
Saragih secara umum selama ini, sudah waktunya agaknya dilakukan semacam
pembinaan rohani, moral dan mental. Undang saja para motivator untuk memberikan
pelatihan dan sejenisnya kepada seluruh personal disana. Guru Etos Jansen
Sinamo misalnya atau Motivator Nasional Saut Sitompul. Kedua orang ini
sepanjang yang saya kenal merupakan orang-orang yang mampu melakukan perubahan
terhadap banyak pihak dan kalangan, bahkan Guru Etos Jansen Sinamo setahu saya
sudah berkelas internasional.
Dalam Penjelasan Walikota Pematangsiantar terhadap
Rancangan Perda Kota Pematangsiantar pada Rapat Paripurna Pertama DPRD Kota
Pematangsiantar 2017 antara lain disebutkan : Perangkat Daerah RSUD Dr Djasamen
Saragih, dibah menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang bersifat
otonom, dipimpin oleh dokter atau dokter gigi yang diberi tugas tambahan.
Dimana, kelembagaan RSUD dapat menggunakan struktur kelembagaan yang ada pada
saat ini sampai ditetapkannya Peraturan Presiden tentang Kelembagaan RS Daerah
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (8) dan Pasal 44 ayat (17) Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Namun Direkturnya
merupakan pejabat fungsional dokter atau dokter gigi yang diberi tugas
tambahan.
Tapi apalah mau dikata. Saya kan tidak apa-apa dan bukan
siapa-siapa. Saya cuma jurnalis belaka, itu pun jurnalis yang selalu
terpinggirkan seperti kata kawan saya Imran Nasution. Tempat saya bermukim saja
pun, cuma di Pinggiran Simalungun yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar.
Orang Pinggiran meski di Perbatasan. (Ramlo R Hutabarat-Siantar Estate, 28
April 2017)
0 Comments