Birgaldo Sinaga (Foto: Ist) |
Oleh : Birgaldo Sinaga
"Kebenaran bisa disalahkan!! Tapi kebenaran tidak bisa dikalahkan!!", teriak Jonru kencang memecah ruang sidang pengadilan dirinya 2 Maret 2018 lalu.
"Kebenaran bisa disalahkan!! Tapi kebenaran tidak bisa dikalahkan!!", teriak Jonru kencang memecah ruang sidang pengadilan dirinya 2 Maret 2018 lalu.
Jonru histeris. Usai hakim mengetuk palu putusan bersalah, Jonru langsung berdiri. Tangannya mengepal ke udara. Pekik takbir tiga kali bergema kencang di dalam ruang sidang. Ia berbalik badan. Memunggungi para hakim yang berdiri.
Pemandangan ini sangat kontras dengan sikap hormat Ahok yang memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada para hakim yang memutus bersalah Ahok 2 tahun penjara.
Meski divonis 2 tahun, Ahok lapang dada menerima keputusan pahit itu. Ia menyalami hakim dan penasihat hukumnya. Tanpa sepatah kata Ahok menerima hukuman itu sebagai tanda Ahok tunduk dan taat pada negara hukum.
Ahok, Buni Yani dan Jonru adalah tiga insan yang secara bersamaan berada pada ruang dan waktu yang sama. Ahok adalah Gubernur dan petahana yang sedang berkompetisi melawan Anies.
Sedangkan Buni Yani dan Jonru adalah orang yang melawan Ahok di media sosial. Pendukung garis keras Anies Sandi. Ketiganya bernasib sama. Diputus bersalah dengan cerita kisah latar belakang yang berbeda.
Pembeda yang paling mencolok adalah Ahok saat diputus bersalah ada jutaan orang meratapinya. Ada jutaan orang menangisinya. Puluhan ribu orang bertahan di lapas Cipinang hingga tengah malam. Bertahan hingga matahari terbit untuk menemani Ahok di penjara.
Jutaan orang di seluruh dunia menyalakan lilin sebagai simbol solidaritas atas ketidakadilan yang diterima Ahok. Di Australia, Paris, Inggris, Amerika, tumpah ruah WNI menyalakan lilin.
Belum lagi hampir semua kota di tanah air seperti Surabaya, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Makasar, Semarang, Batam, Jayapura, Manokwari, Bali, Pontianak, Pematang Siantar, Tarutung, Ambon, Palembang langit malam terang cahaya lilin. Semua menangisi Ahok. Menangisi Indonesia kita.
Tak kalah heboh, nyala api lilin juga menyala di Kota Padang. Kota segudang haters Ahok ini tidak disangka juga ada cahaya lilin menyala. Nurul Indra perempuan muda berhati baja seorang diri menyalakan api lilin di sana.
Sontak seantero Padang bermandikan cahaya lilin Nurul. Sumbar terang benderang dengan pendaran dan pantulan cahaya lilin Nurul. Geger lilin Nurul membuat Gubernur Irwan Prayitno kebakaran jenggot. Irwan merasa kecolongan. Sebatang lilin Nurul menjadi trending topik. Luar biasa.
Bagaimana dengan Buni Yani si pemelintir video Ahok? Tidak ada seorangpun peduli dengan dirinya. Buni Yani hanya mengepalkan tangan ke udara sambil teriak takbir saat vonis hakim memutusnya bersalah. Tidak seorangpun menangisinya. Tidak seorangpun membelanya.
Demikian juga Jonru yang punya follower 1.5 juta akun. Jonru hanya bisa teriak kesetanan tanpa seorangpun peduli padanya. Ia bak prajurit bodoh yang kalah perang, dilupakan kawan-kawan dan komandannya tapi merasa masih seperti pahlawan perang.
Hakim memang wakil Tuhan di bumi. Hakim punya wewenang memutus bersalah atau tidak bersalah terdakwa. Terserah hati nurani dan logika hakim. Tapi jutaaan pasang mata yang menyaksikan proses peradilan Ahok juga punya hati nurani dan logika.
Itulah sebabnya sekalipun hakim memutus Ahok bersalah tapi jutaan orang berempati dan mau membela Ahok dengan ekspresi cinta tak bertepi.
Ada jutaan orang menangis. Meraung histeria. Meratap. Memukul dada tanda marah dan sedih, hingga banyak relawan jatuh pingsan saat mendengar vonis Ahok. Itu saya lihat sendiri saat ribuan orang tumpah dijalanan secara spontan di depan Lapas Cipinang.
Entah apa yang berkecamuk dalam pikiran dan perasaan kami saat itu. Yang ada hanya amarah pada hakim-hakim buta nurani itu. Pikiran kami menyatu dengan tekad kami harus mengeluarkan Ahok dari penjara. Apapun yang terjadi. Itu saja.
Selepas Ahok diputus bersalah dan dibawa ke Cipinang, saya dan ratusan orang relawan emak2 berjalan long march dari Ragunan hingga ke Cipinang. Saya bahkan hampir jatuh pingsan saat bersama ratusan emak2 ini long march jalan kaki dengan dada sesak dan amarah membuncah.
Bodohnya saya sebagai komandan barisan long march itu, saya tidak tahu jarak Ragunan Cipinang itu 20 km lebih. Perasaan emosi sudah naik ke ubun2, pikiran tidak jernih lagi. Sorak sorai histeria suara relawan saat itu begitu dramatis membuat nalar terkikis. Ayoo.. Kita jalan ke Cipinang.. Ayoo..
Di separuh long march kondisi fisik saya drop. Untunglah sahabat Ningrum Suparmin dengan sigap memegang tangan saya. Ia melihat wajah saya pucat. Kami berhenti sejenak di jalan. Ia memijit pergelangan tangan dan tengkuk saya. Memberi minyak angin.
Setelah segar kembali, kami lanjutkan berjalan long march lagi dengan lagu mars perjuangan Maju Tak Gentar. Begitulah suasana kebatinan saat itu. Di luar akal sehat. Emosi marah dan kecewa campur aduk.
Di sepanjang long march itu suara kecewa relawan emak2 terus bersahut-sahutan.
"Ahok tidak bersalah mengapa dipenjara?".
"Hakim tidak adil !! Pokoknya kita harus ke Cipinang. Ahok harus keluar dari penjara !!".
Semua relawan sepakat ke Cipinang dengan satu tujuan Ahok harus keluar dari penjara. Ahok tidak bersalah. Titik!.
Nalar dan nurani jutaan orang itu tidak bisa kita atur. Cinta itu lahir dan bertumbuh karena Ahok lebih dulu mencintai kita. Kita tahu dedikasi dan keberpihakan Ahok pada rakyatnya. Pada penderita kanker. Pada orang miskin dan susah.
Jadi wajar jika jutaan orang di seluruh dunia menangisi Ahok. Meratapi nasib Ahok. Dan jutaan lilin dan papan bunga menjadi catatan besar dalam panggung politik nasional, bahwa cinta tulus dari jutaan rakyat Indonesia tidak akan bisa dikalahkan dengan vonis hakim yang juga manusia biasa.
Ahok, Buni Yani dan Jonru ketiganya diputus bersalah oleh hakim. Buni Yani dan Jonru diputus bersalah karena jiwa dan hatinya diselimuti kebencian. Kebencian tanpa nalar akal dan nalar iman. Kebencian itu dijadikan alat merusak keadaban demokrasi. Rasa kebencian itu meracuni sel-sel otak rakyat Indonesia yang tidak mengerti apa-apa.
Ahok dipenjara karena nafsu syahwat ambisi kekuasaan yang menghalalkan segala cara. Manusia culas yang haus kekuasaan itu lalu memelintir ayat-ayat suci sesuka mereka.
Kebencian dan kekejian mereka bahkan melewati akal sehat dan iman. Nafsu buas dari manusia yang rakus dan tamak. Rakus dan tamak pada jabatan, pangkat dan harta.
Saat hakim mengetuk palu vonis bersalah, Ahok tutup mata pertanda berdoa. Lalu Ia bangkit berdiri. Membungkuk setengah badan penuh hikmat pada hakim yang mulia. Ahok menerima vonis hakim itu tanpa sepatah kata menyalahkan hakim dan teriak kesetanan seperti Buni Yani dan Jonru itu.
Ahok tetap dicintai dan dibela oleh banyak orang. Kita percaya dan tahu Ahok tidak mungkin berbuat hina dengan menodai agama Islam yang dihormatinya. Agama ayah angkatnya yang sangat dihormatinya. Agama yang banyak membentuknya menjadi pelayan rakyat Indonesia sejati.
Hormat saya untuk Ahok.
Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga
0 Comments