Oleh: Pdt Renny Damanik
Beritasimalungun-Mereka berkekurangan dalam hal ekonomi, tapi ketika aku selalu memberi pencerahan tentang arti dan makna pernikahan Kristen yang benar. Mereka sangat semangat dan berkeinginan walau sudah tua, untuk diberkati secara gerejawi.
Mengingat mereka belum pernah menerima pemberkatan nikah. Awalnya mereka malu, tapi setelah episode yang ke 3 ini dilaksanakan dan mereka melihat dan mendengar kesaksian yang menerima pemberkatan nikah massal di gereja.
Mereka juga tergerak hatinya untuk melaksanakan hal tersebut. Sebelum kebaktian, salah seorang inang ini bilang, aku tidak punya uang lho inang pendetaaaaa. Sambil mendekatiku, lalu ku jawab sambil tersenyum dan bercanda, mana boleh pemberkatan nikah kalau tidak ada uang, aku bilang sambil tertawa.
Lalu...diulanginya, lang duitku da pendetaaaaa. Akhirnya aku tertawa. Setelah acara gereja, aku selalu datang ke rumah, yang mana yang paling berkekurangan, yang orang rumah tidak menduga kalau pendeta akan mendatangi rumahnya.
Inilah peristiwa itu. Aku datang membawa kebaktian bersama suamiku R Febrison Sigumonrong. Karena tidak cukup majelis untuk melayani karena hari itu juga ada yang angkat sidi.
Suaraku sudah mulai serak, sehingga sulit untuk bernyanyi, lalu suamilah yang bantu aku. Tidak ada jalan lain. Keluarga ini terkejut, kaget, dan tidak nyangka kalau saya datang. Mereka tidak ada masak khusus, atau dapotan pengantin baru stok lama.
Mereka shock dan malu katanya, tidak ada apa apa. Ketika acara ibadah dan dalam kotbah, saya kotbahkan bagaimana suami isteri saling menghargai dan mengasihi. Mencintai yang dinikahi bukan mencintai yang tidak dinikahi.
Saat acara ini, aku suruhlah suami minta maaf pada isteri karena sebelumnya ..blablabla. Dan juga isteri pada suami, lalu mereka berpelukan. Aku terharuuuuuu...... Mereka sungguh mau melakukan itu dan minta maaf di depanku dan di depan ibu dan mertuanya dan anaknya.
Betapa tulusnya hati mereka. Dulunya si bapa ini tidak pernah gereja. Aku pernah melihat dengan mata kepala sendiri dia ke ladang ambil kayu bakar saat isterinya sakit.
Kini si bapak ini sudah datang beribadah. Saat makan, aku merasakan enak tumang, makanan yang sederhana ini, tidak ada surduk-surduk pada siapapun. Yang penting saut tarpasu pasu.
Aku belajar kemandirian theologia yang dikumandangkan tahun ini di GKPS, dari mereka. Kemandirian berteologia kupahami tidak cukup bicara teori secara sistematis PL dan PB, tapi bagaimana teologia itu hidup dalam kehidupan berjemat dan rumah tangga.
Aku belajar, tentang ketulusan hati dari mereka yang menerima apa adanya hidup. Dan menikmati yang tak ternikmati. Merasakan yang tak terasakan. Di photo ini kami hanya kelihatan sedikit dan memang hanya sedikit, 8 orang.
Namun isi persekutuan kami banyak, dan terasa sangat damai dan nyaman, kolektepun terkumpul Rp 80 Ribuan lebih.
Ketika pulang saudara mereka, memberikan ucapan syukur padaku dan suamiku. Kami menolak, dan berulang ulang mereka sebut, harus diterima itu rasa bahagia dan syukur kami atas keluarga pendeta sama kami.
Karena tidak menyangka pendeta datang, dan makanan pun gitu-gitu aja katanya. Aihhhhhh... Lakan, malengleng atei ateikuuu. Inilah kemandirian berteologia itu lagi, bahwa memberi dalam kekurangan, itulah buah iman orang percaya. Terimakasih atas semuanya dan salam kemandirian berteologia yang nyata dalam hidup. TALK LESS DO MORE.(Dikutip Dari FB Renny Damanik)
R Febrison Sigumonronk: On ma mantan syamas......mangidangi age lang be jadi parhorja. Malas uhur. |
0 Comments