Keluarga Kristen melakukan upacara doa untuk saudara yang meninggal, di halaman masjid di Cempaka Putih, Jakarta. (Foto: Facebook/Jeferson Goeltom) |
Oleh: Denny Siregar
Beritasimalungun-Hari ini hati saya meleleh. Sebuah foto indah tiba-tiba tersaji di depan mata. Umat Kristen melakukan ibadah di sebuah masjid di Jakarta.
Wow, di masjid?
Ceritanya ternyata begini. Ada seorang warga beragama Kristen meninggal dunia. Tapi jenazahnya yang sudah ada di dalam peti mati tidak bisa dibawa ke rumahnya, karena gang yang sangat sempit.
Akhirnya warga di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, mempersilakan keluarga dan umat Kristen yang hendak melakukan ibadah bagi orang yang meninggal untuk memakai halaman masjid. Dan begitulah, foto itu viral di mana-dimana sampai mampir ke tempat saya.
Saya terharu sangat. Jakarta sempat dikenal sebagai kota intoleran karena peristiwa saat Pilgub DKI lalu, di mana masjid-masjid dijadikan tempat bersarang kelompok radikal yang bahkan menolak mayat orang meninggal untuk disalatkan, hanya karena berbeda pilihan.
Mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan.
Peristiwa itu masih membekas sampai sekarang dan menjadi alarm bahwa toleransi di sekitar kita ternyata sudah mati, bahkan untuk saudara seiman.
Masih ditambah penolakan pembangunan rumah ibadah di banyak daerah. Yang terakhir pembubaran umat Kristen yang sedang beribadah di Riau.
Kejadian di masjid Cempaka putih itu menjadi petunjuk, bahwa masih banyak umat Islam moderat yang menjunjung tinggi hubungan kemanusiaan meski berbeda agama. Umat Islam moderat ini lebih banyak diam, sehingga narasi di media sosial lebih banyak dikuasai oleh umat Islam radikal.
Saya akhirnya percaya, bagaimana Indonesia adalah negara istimewa yang diberkahi oleh Tuhan. Kita memang punya masalah besar terhadap masalah toleransi disini, tetapi pelan-pelan kita mulai menciptakan serumnya.
Masih ada Indonesia di Cempaka Putih. Semoga Indonesia masih tumbuh di banyak daerah lainnya.
Saya jadi teringat perkataan Ali bin abu Thalib RA, "Mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan."
Big Hug, saudara-saudaraku dalam iman dan dalam kemanusiaan. Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi. (*)
Peristiwa itu masih membekas sampai sekarang dan menjadi alarm bahwa toleransi di sekitar kita ternyata sudah mati, bahkan untuk saudara seiman.
Masih ditambah penolakan pembangunan rumah ibadah di banyak daerah. Yang terakhir pembubaran umat Kristen yang sedang beribadah di Riau.
Kejadian di masjid Cempaka putih itu menjadi petunjuk, bahwa masih banyak umat Islam moderat yang menjunjung tinggi hubungan kemanusiaan meski berbeda agama. Umat Islam moderat ini lebih banyak diam, sehingga narasi di media sosial lebih banyak dikuasai oleh umat Islam radikal.
Saya akhirnya percaya, bagaimana Indonesia adalah negara istimewa yang diberkahi oleh Tuhan. Kita memang punya masalah besar terhadap masalah toleransi disini, tetapi pelan-pelan kita mulai menciptakan serumnya.
Masih ada Indonesia di Cempaka Putih. Semoga Indonesia masih tumbuh di banyak daerah lainnya.
Saya jadi teringat perkataan Ali bin abu Thalib RA, "Mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan."
Big Hug, saudara-saudaraku dalam iman dan dalam kemanusiaan. Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi. (*)
0 Comments