Oleh: Lusius Sinurat
Beritasimalungun-Percayalah, politik yang paling tepat dijalankan saat ini bukanlah politik 'saling menjatuhkan', atau politik "yang kudukung seratus persen benar dan yang tidak kudukung seratus persen salah." Minimal model ad hominem ini yang terbentang di media sosial.
Padahal media sosial sendiri justru lahir untuk tujuan menghilangkan stigma 'kediktatoran' dalam politik.
Media yang sudah terlanjur mengisi hari-hari kita ini justru bisa kita maksimalkan untuk menghilangkan politik 'hitam-putih' itu.
Pada dasarnya, politik adalah 'tata cara atau seni mendapatkan kekuasaan'. Artinya cara berpolitik bukanlah hal utama. Yang utama itu, ya hasil. Maka, kita para pendukung balon kepala daerah harus berani memilih cara terbaik dari jutaan cara yang tersedia.
Sama halnya saat kita mendukung pasbalonkada (pasangan bakal calon kepala daerah) di daerah kita. Jangan menggambarkan jagoan kita sebagai sosok yang 100% benar.
"Maka jangan sampai Anda mengkultuskan pasbalonkada jagoan Anda. Biarbagaimana pun LOGIKA harus tetap jadai andalan sekaligus tolok ukur untuk berpikir.
Maksimalkan juga hati Anda dalam memilih kepala daerah pada #PilkadaSerentak2020." Dukunglah jagoan Anda bukan karena pasbalonkada itu didukung partai besar, atau karena Anda telah kadung pernah dibantu saat susah.
Dukunglah pasbalonkada tersebut karena track record mereka sebagai orang yang bersih dari korupsi. Dukungan Anda pun harus rasional. Tak boleh memuja jagoan Anda secara membabi-buta dengan mengatakan,
"Jagoanku sudah pasti menang. Pasbalonkada lain sebaiknya berhenti saja daripada ntar malu!". Anda lupa bahwa pasbalonkada kompetitor juga menginginkan hal yang sama. Jangan terkejut bila mereka akhirnya akan mengatakan Anda sudah kehilangan kewarasan gara-gara Pilkada.
Anda jangan sampai lupa, bahwa pilkada adalah pertarungan. Pertarungan butuh lawan tarung. Lalu untuk apa Anda menang kalau tak adal lawan?
Apa bangganya jagoan Anda menang hanya karena balon lain tiba-tiba berhenti karena Anda teror? Bisa Anda bayangkan, kemenangan apa yang akan diraih balonwalkot Solo, Gibran saat ia bertarung tanpa lawan tanding?
Betapa malunya anak sulung Jokowi itu, bila jumlah suara di kotak kosong lebih besar dari suara yang dikumpulkannya untuk memenangkan pilkada Solo.
Jagoanku, Jagoanmu, atau Jagoan mereka harus ada lawan. Itu untuk membuktikan betapa jagoanku adalah yang terbaik; bukan jagoan mereka, apalagi jagoanmu.
Itu sebabnya saya selalu mengingatkan teman-teman pendukung #WD-BISA agar tetap konsisten menjadi PENDUKUNG RASIONAL.
"Jangan sampai Anda mengkultuskan Wagner Damanik, atau memuja Abidinsyah Saragih. Anda tak hanya akan kecewa ketika pasballonkada jagoan Anda kalah, tetapi juga Anda akan menuntut terlalu banyak saat jagaoan Anda menang."
Ingat satu hal ini, "BERPURA-PURA MENGKULTUSKAN #WDBISA pada akhirnya sama saja dengan MENGKULTUSAKN DIRIMU SENDIRI."
Ketika mengatakan bahwa #WDBISA dan semua pendukungnya adalah orang-orang terbaik hingga pasti akan #WDBISA maka Anda juga mengatakan bahwa, "Saya adalah pendukung terbaik #WDbISA. Sebaliknya, pasbalonkada lawan dan tim sukses mereka adalah yang terburuk."
Kita berharap agar para supporter, volunteers atau tim pemenangan #WDBISA tetap menjadi pendukung yang RASIONAL. Tak boleh bersikap BANAL seperti tim lain yang sering mengatakan,
"HANYA JAGOAN KAMI YANG MENGHARUSKAN RAKYAT SEJAHTERA. JAGOAN ANDA TAK AKAN MAMPU MELAKUKANNYA."
Pilkada masih jauh. Masih ada waktu selama 4 bulan untuk kembali waras dan rasional. Jangan sampai Anda jadi tukang hujat di Group Facebook, atau malah gonta-ganti dukungan hanya karena merasa tak diperhatikan bapaslonkada yang Anda jagokan.
"Mungkin Anda adalah tipe orang yang mudah terkesima dengan puja-puji terhadap jagoan Anda, tetapi tak lantas berarti Anda akan p tiba-tiba kecewa hanya karena ada satu postingan yang bernada menjelekkan jagoan Anda."
Bila hal ini terjadi, maka dapat dipastikan bahwa akal budi Anda sangat lemah. Anda lupa bahwa Anda sedang berpolitik.
Sebagaimana telah saya singgung di atas, untuk mendapatkan kursi kekuasaan, seorang politisi tak akan pernah peduli dengan cara yang digunakan.
Sementara seorang pendukung RASIONAL tak akan mudah terpengaruh gonajng-ganjing, pun tak mudah tergiur hanya karena segepok uang.
Pendukung rasional adalah mereka yang secara konsisten berjuang, bukan pertama-tama untuk memenangkan jagoannya, melainkan untuk memenangkan hati mayoritas rakyat.
Jangan pernah merendahkan diri Anda dengan kebiasan menyerang orang tanpa bukti (logilcally fallacy) hanya karena jagoan Anda direndahkan. Jagoan Anda pasti tak mengizinkan hal itu terjadi.
Wagner Damanik, misalnya pernah mengatakan kepada penulis, bahwa dirinya bukan pemimpin sosok sempurna.
"Tentu saja saya tidak sempurna. Banyak kekurangan juga. Saya sungguh menyadari, termasuk dalam kontestasi pilkada ini bahwa ketika orang mengkultuskan saya dan menganggap saya sudah sempurna, untuk apa lagi saya ingin menjadi #PARHOBAS Simalungun?"
Wagner benar. Kita para pendukugnnya harus menyadari bahwa jagoan kita tak sempurna. Itu sebabnya mereka juga butuh bantuan kita untuk memenangkan sang jagoan di #PilkadaSerentakSimalungun2020 ini.
Saya dan Anda mendukung #WDBISA, karena menurut saya Wagner dan Abidin jauh lebih mumpuni menjadi #Parhobas di Kabupaten Simalungun.
Selain karena pengalaman Wagner di kepolisian dan birokrasi, juga karena setiapa #WDBISA mendatangi warga dan secara tulus meminta bantuan mereka untuk kemajuan Simalungun, warga selalu terlihat senang.
Minimal, mimik mereka selalu memancarkan harapan akan pemimpin yang jujur dan tulus sebagai #Parhobas Simalungun.(Penulis Penggiat Media Sosial)
0 Comments