Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Bentrok Di Lapangan, Kurpan Sinaga Perjuangkan Hak Lahannya BIS ANNEX

Posek Dolok Pardamean Tak Terima Perkara
Setia Dermawan Purba (kanan) dan Kurpan Sinaga. (Foto IST)

Purba, BS-“SURPRISE.... Masih baru saya mengucapkan selamat pada dia atas meraih Doktor, tiba-tiba udah datang ke tempat saya BIS ANNEX, DR. David Inggou Purba, datang bersama sang Ayah, teman lama saya Abang Setia Dermawan Purba. Terimakasih atas kedatangannya di hari yang cerah awan warna-warni sore hari”.

Demikian ungkapan Kurpan Sinaga, pemilik lokasi obyek wiasa “BIS ANNEX” di Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun saat menyambut kehadiran Setia Dermawan Purba bersama putranya DR. David Inggou Purba baru-baru ini.

Keindahan panorama alam Simalungun dari “BIS ANNEX” ternyata tidak senyaman hati pemiliknya. Rupanya kawasan obyek wisata yang dimiliki Kurpan Sinaga itu masih menyisakan masalah.


Kelanjutan dari perkara sertifikat kalah melawan surat Camat yang jauh belakangan terbit karya PN Simalungun. Eksekusi liar putusan pengadilan yg belum ingkrah merampas tanah yang tidak ikut digugat (Kurpan Sinaga pemilik terakhir sertifikat).

Menurut Kurpan Sinaga kepada Beritasimalungun, Kamis dan Jumat kemarin bentrok dilapangan. Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 

“Ada saksinya dan barang bukti kita sita didepan pelaku sendiri. Pelakunya si pengacara mantan napi penadah sawit, dan Bisker Saragih beserta seorang anaknya. Sudah dilapor ke Polsek Dolok Pardamean. Menyangkut tanah ini, perkara bertindih terus bertambah terus tidak kunjung ada yang sampai ke pengadilan. Walau sudah ada yang bertahun, sebagai tersangkapun belum ada,” kata Kurpan Sinaga, Sabtu (30/7/2022).

Catatan Kurpan Sinaga

Suatu suara perbaikan untuk Polri dari Simalungun. Suatu ketika di sela-sela kegiatan demo di DPR sekitar 8 tahu lalu, saya obrol-obrol dengan Neta S Pane, Indonesia Police Watch. Dia mengatakan kita harus suarakan terus perbaikan untuk Polri. 

Saya lihat masyarakat ada rasa takut atau enggan berkomentar terhadap Polri, ini tidak baik. Karena masyarakat berhak untuk pelayanan Polri yang bagus dan profesional.

Dalam Hari Bhayangkara yang perayaannya dihadiri Bapak Presiden Joko Widodo kemarin, terkait pengalaman saya berinteraksi dengan Polri, saya kira ada sedikit yang perlu disuarakan khususnya di Sumatera Utara khusunya di Polres Simalungun maupun di Polda atau Polsek yakni: 

Dalam menerima laporan/ pengaduan masyarakat saya melihat bahwa ada suatu kebiasaan yang kurang tepat. Laporan itu pada dasarnya ditolak. Kalau melapor harus ada ini, harus ada ini, harus ada itu. 

Harus lengkap yang sudah begini, dan seterusnya. Tidak jarang si pelapor pulang tidak diterima laporannya. Persyaratan itu juga sangat subjektif dan tidak memiliki acuan yang pasti. 

Umpamanya, dikatakan kalau laporan menyangkut tanah harus tanah yang sudah sertifikat. Namun faktanya banyak juga perkara menyangkut tanah yang bukan beralas hak sertifikat. 

Begitu juga permintaan bukti ini, bukti itu, siapa pelakunya dan lainnya. Hal ini berbeda jauh dengan pengalaman saya yang sudah puluhan kali melapor di wilayah Polda Metro Jaya. Saya tidak pernah pulang tidak jadi melapor karena tidak begini atau kurang sesuatu yang memang tidak dimiliki. 

Bersoal jawab pro kontra pelaporan juga pun tidak pernah. Kita cukup membawa data yang ada dan satu alat bukti sebagai bukti permulaan yang diatur dalam KUHAP lalu kita menjelaskan peristiwanya secara singkat lalu petugas SPK menerima laporan kita. Intinya yang diharapkan adalah perubahan pola sikap bahwa laporan itu wajib diterima sebagai mana diatur KUHAP maupun Perkap. 

Penanganan perkara yang tidak terukur dan lambat. Banyak perkara yang tidak jelas penanganannya. Bisa sampai lima tahun tidak ada kemajuan apa-apa. Tetapi juga tidak diberi kepastian apa yang kurang, namun diakhiri juga tidak. 

Ini bertentangan dengan asas hukum pidana  yang harus cepat dan profesionalisme yang akuntabel, transparan dan terukur. Dua hal ini patutlah kiranya dipertimbangkan untuk menjadi bahan evaluasi dalam perbaikan polri di wilayah hukum tersebut diatas. 
Laporan di Polres Simalungun.
Polsek Dolok Pardamean

Sekarang ini di Polres Simalungun, kalau kita membuat laporan dari Kecamatan Dolok Pardamean komputer sistem informasi elektroni tidak menerima. Kecamatan Dolok Pardamean tidak ada dalam isian data laporan sehingga dimasukkanlah ke Negori atau Desa yang lain terdekat dari kecamatan tetangga seperti laporan dalam gambar. 

Ini bukan akibat kerusakan sementara. Sebab tahun lalu kita melapor juga sudah seperti ini. Dalam STPL ini ada menyebut Sait Buttu Saribu Pematang Sidamanik, sehingga membingungkan bagi orang yang tidak paham. Mengapa frasa itu muncul walaupun secara hukum tidak masalah karena tidak mengubah makna secara substansial dan akan digolongkan sebagai salah ketik belaka.

Saya kira sudah ada 1 tahum belakangan ini Polsek Dolok Pardamean dan dua Polsek lainnya di Simalungun tidak bisa melakukan penyidikan atau memproses perkara. Ini merugikan masyarakat kecamatan bersangkutan.

Karena semua urusan perkara menjadi jauh ke Raya (Polres). Kita bisa maklum kalau untak sementara dihentikan. Konon disebabkan minimnya perkara yang berproses di Polsek ini dalam satu tahun. Aggaran sehingga mubazir untuk mengalokasikan anggaran. 

Kalau memang itu penyebab, tadak dibolehkan menangani perkara tidaklah tepat. Tidak tertutup kemungkinan situasi minimnya perkara yang berproses di Polsek Dolok Pardamean berkaitan dengan apa yang telah saya sampaikan diatas menyangkut kebiasaan pada dasarnya laporan ditolak. 

Saya sendiri sering melapor selama ini di Polsek ini tetapi tidak diterima. Apalagi yang dihitung katanya bukan hanya prestasi perkara yang sampai P-21 (sampai ke pengadilan) tetapi juga keberhasilan mediasi menyelesaikan masalah masyarakat. 

Siapapun tahu kalau Dolok Pardamean itu belakangan ini rajanya konflik dan menjadi titik panas di wilayah hukum Simalungun. Banyaknya persoalan yang tidak tertangani dan berulang terus menerus di Dolok Pardamean, khususnya Desa Pariksabungan menjadi kontradiktif dengan Polsek yang tidak dibolehkan menangani perkara. 

Justru semestinya memperkuat kepolisian setempat demi percepatan penanganan masalah dan mencegah potensi tindak pidana. Kami merasakan fungsi Polsek Dolok Pardamean belakangan ini makin menurun. 

Salah satu indikatornya adalah peristiwa pidana yang saya laporkan dalam gambar ini. Kalau Polsek antisipatif dalam pencegahan tindak pidana di tengah masyarakat tidak akan terjadi yang saya laporkan ini. 

Sebab peristiwanya adalah rangkaian dari peristiwa hari sebelumnya yang telah diberitahukan dan dimohon bantuan polsek. Namun peran Polsek tidak berjalan efektif. Maka peristiwa berkembang menjadi tindak pidana. 

Pertanyaannya, sampai kapan Polri di daerah ini lemah seperti ini? Sampai kapan Polsek Dolok Pardamean tidak dibolehkan menangani perkara? 

Mohon kiranya Bapak Kapolres Simalungun, Bapak Kapolda maupun Kapolri memperhatikan keluhan masyarakat ini. Selamat Hari Bhayangkara. HIDUP POLRI, Sukses Kepemimpinan Pak Listyo Sigit, Tuhan Memberkati. (BS-Asenk Lee Saragih)
Kurpan Sinaga (kiri) dan DR. David Inggou Purba. 

Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 

Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Pamplet milik Kurpan Sinaga sebanyak dua buah ukuran triplex dirusak. 


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments