SIMALUNGUN-
Tak senang disebut istri simpanan, seorang hakim wanita yang bertugas
di Pengadilan Negeri Simalungun bernama Heryanti SH, membawa mantan PRT
(Pembantu Rumah Tangga)-nya Suryani (25) ke Polres Pematangsiantar,
Kamis (19/4). Maksudnya adalah melaporkan wanita muda ini karena
dianggap mencemarkan nama baiknya.
Menurut Suryani di sela-sela laporan itu, ia dituduh telah mencemarkan
nama baik Heryanti dengan menyebutnya sebagai wanita simpanan pria yang
bukan suaminya. Hal itu disampaikan Suryani kepada seorang wanita yang
juga temannya sebagai pembantu di rumah Heryanti saat ini. Namun itu
jelas tidak diakuinya. Sebab Suryani merasa tidak mengatakan hal
demikian kepada siapapun.
Selain itu, ia juga dikatakan telah memburuk-burukkan nama baik ibu
kandung Heryanti yang tinggal seatap di Perumahan Hakim Jalan Asahan,
Kecamatan Siantar, Simalungun, atau persis di belakang gedung PN
Simalungun. Saat itu Suryani dituduh mengkatai wanita tua itu dengan
ucapan Nek Lampir. Tapi sekali lagi, wanita yang mengaku penduduk asli
Kerasaan, Kecamatan Pematang Bandar, Simalungun itu mengaku tidak ada
menyebutkan hal seperti itu.
“Aku tak pernah mengatakan itu meski sudah diberhentikan sebagai pembantu di rumah kakak itu,” ujar wanita beranak dua ini.
Dikatakannya,
ia mengaku terkejut ketika Heryanti yang menggunakan mobil Honda Jazz
datang ke tempat kerja barunya di Jalan Surabaya Kelurahan Dwikora,
Siantar Barat sekira pukul 07.45 WIB. Bahkan Heryanti langsung permisi
kepada pemilik usaha Ahui alias Joy. Saat itu Heryanti mengaku kakak
dari Suryani dan mengatakan ada urusan penting. Tanpa basa-basi, mereka
langsung meluncur ke Polres Pematangsiantar.
Selama dalam perjalanan menuju kantor polisi, Heryanti dengan nada
emosi membentak dan menudingnya memfitnah dengan perkatraan wanita
simpanan. Bahkan menurut Suryani, sebutan itu diketahui Heryanti dari
seorang temannya yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.
Selanjutnya, ucapan itu dilanjutkan kepada dua wanita yang saat ini
bekerja sebagai pembantu di rumah Heryanti.
“Jelas saja aku terdiam dan harus kubantah itu,” sebutnya berlinang air mata.
Dituturkan Suryani, dirinya bekerja dirumah Heryanti tidak sampai
setahun. Puncaknya pada Desember 2011 lalu. Sebab pada awal Desember
itu, ia sudah pulang ke kampungnya di Kerasaan karena ada pesta
pernikahan saudarinya. Saat pamitan, Heryanti sempat tidak memberi ijin
berhubung pekerjaan di rumah menumpuk. Begitupun, Suryani tetap ngotot
hingga akhirnya diberi ijin hanya dua hari.
Setelah di kampung, ia tak mengira anak pertamanya terserang demam
tinggi dan membuatnya tinggal lebih lama di kampung. Belum lewat dua
hari, Suryani minta ijin kembali lewat ponselnya kepada Heryanti.
Sayangnya tak sesuai harapan, karena Heryanti tidak setuju liburnya
diperpanjang lagi. Sebab menurut Heryanti kala itu, alasan yang
diberikannya tidak benar.
Surnyani pun pasrah dan memilih merawat putranya hingga sembuh.
Sepekan di kampung, Suryani mengaku sudah siap meninggalkan kembali
kedua anaknya yang dirawat orangtuanya sendiri. Dengan harapan agar
majikan tidak mempersoalkan perpanjangan liburan itu, ia kembali ke
rumah Heryanti. Namun kenyataannya terbalik. Heryanti dengan tegas bak
hakim memvonis seorang pelaku pidana, meminta Suryani untuk mengemas
barang-barangnya.
Ironinya, gaji sejak dua bulan terakhir justru sempat tertahan alias
tidak diberi oleh Heryanti. Meski Suryani sudah membujuk agar ia
dipekerjakan kembali, tetap saja tidak berhasil. Akhirnya ia pulang ke
kampung dengan tangan hampa. Tapi entah mengapa, Dewi Fortuna masih
menyayangi dirinya. Tak lama kemudian, Heryanti menghubunginya dan
menyuruh Suryani mengambil gaji yang sempat tertahan.
Diakui Suryani, upahnya sebagai pembantu hanya Rp600 ribu per-bulan.
Junlah itu digunakan Suryani menopang biaya dua anaknya di kampung.
Sedangkan suaminya Kusmiarto (30) pergi entah ke mana sejak awal 2011
silam. Sejak itulah, mau tidak mau sebagai ibu sekaligus kepala rumah
tangga, Suryani harus bisa melangsungkan hidup dengan bekerja, tanpa
membebani kedua orangtua yang hanya bekerja sebagai petani di tanah
kelahirannya.
“Syukurlah urusanku ke polisi tidak serumit yang kubayangkan,” ujarnya.
Suryani
sempat tertahan selama empat jam di ruang SPKT Polres Pematangsiantar,
meski Heryanti sudah pulang bersama seorang hakim dan wanita berpakaian
dinas jaksa. Tak luput juga dua wanita muda yang diyakini sebagai
pembantu Heryanti saat ini. Menurut Suryani, mantan majikannya yang
laki-laki atau suami Heryanti, berada di Jakarta tanpa mengetahui
profesinya apa.
Setelah lama menunggu, akhirnya Suryani disarankan seorang petugas
SPKT untuk menemui Heryanti dan meminta maaf di rumahnya. Lalu Suryani
disarankan membuat pernyataan tidak mengulangi lagi perbuatan yang
mengarah kepada pencamaran nama baik itu. Meski merasa tidak bersalah,
Suryani mengaku bersedia membuat pernyataan hingga minta maaf dengan
Heryanti. Setelah beres menandatangani, Suryani dibebaskan keluar dari
Polres Pematangsiantar dan kembali ke tempat kerjanya.
“Daripada berlama-lama, kutandatangani saja dan aku bisa keluar,” ujarnya sembari berlalu.
Hal
itu juga dibenarkan Kanit SPKT Polres Pematangsiantar Aiptu AL Tobing.
Pihaknya mengijinkan Suryani meninggalkan Polres setelah membuat
pernyataan. Hal itu dilakukan dengan harapan ada efek jera terhadap
Suryani yang dituding Heryanti telah mencemarkan nama baiknya.
Sedangkan Heryanti yang dikonfirmasi mengatakan, ia kesal terhadap
Suryani setelah mendengar dari pembantunya bahwa ia disebut wanita yang
bukan-bukan. Tak hanya itu, ibu kandung Heryanti juga disebut Nek
lampir. Menurut Heryanti, agar persoalan itu tidak dibesar-besarkan.
(Mag-5/pmg)(metrosiantar.com)
0 Comments