Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Siti Nurcahaya br Siagian alias Ester Yang Tengah Hamil 6 Bulan Dibantai 7 Liang


(Atas kekanan) Kronologis kejadian. (Kiri Bawah) OTOPSI: Jenazah korban saat diotopsi RSU Dr Djasamen Saragih, Rabu (18/4). (Tengah bawah) Keluarga menangis melihat Jenazah korban. (Foto: LAZUARDY FAHMI)(Atas kekanan) Kronologis kejadian. (Kiri Bawah) OTOPSI: Jenazah korban saat diotopsi RSU Dr Djasamen Saragih, Rabu (18/4). (Tengah bawah) Keluarga menangis melihat Jenazah korban. (Foto: LAZUARDY FAHMI)
SIANTAR- Siti Nurcahaya br Siagian alias Ester  (38), ibu yang tengah mengandung 6 bulan ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Tujuh bekas tusukan ditemukan di tubuhnya. Jasad korban ditemukan di dapur rumahnya di Jalan Aman, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Rabu (18/4) pukul 10:30 WIB. 

Jasad ibu 5 anak ini pertama ditemukan anak ketiganya bernama Cinta (3). Melihat ibunya terkapar di lantai dapur bersimbah darah, Cinta berlari ke warung bakso milik neneknya, Kulkul (72), sekitar 50 meter dari rumahnya. Cinta menberitahu neneknya bahwa ibunya terkapar di dapur. Korban ditusuk benda tajam sebanyak 7 liang.

Tiga tusukan di leher, dua tusukan di tangan kiri, satu tusukan di pinggang kanan dan perut. Dari kondisinya, diduga korban sempat melakukan perlawanan. Hanya hitungan menit, warga sekitar berbondong-bondong berdatangan ke rumah berdinding papan berukuran 3 meter kali 6 meter tersebut. Tak berapa lama, polisi dari Polsek Siantar Timur tiba di lokasi dan langsung melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).


Kepada METRO, Cinta menceritakan, saat itu dia sedang bermain di ruang tamu. Sedangkan ibunya memasak di dapur dan mencuci pakaian. Saat itu datang seorang pria berjaket hitam, kulit hitam, tak berkumis dan tak berjenggot, masuk ke rumah. Diduga pria itu berinisial ES yang sering datang ke rumah korban yang berada tepat di belakang PT STTC itu.

 “Om itu mengasih saya uang Rp1000 untuk jajan. Saya disuruhnya jajan ke warung tempat nenek. Pulang saya membeli roti, saya lihat Om itu sudah tidak ada lagi. Tapi ibu sudah berdarah-darah di dapur,” ujar bocah berambut lurus pendek itu.

Lebih lanjut Cinta bercerita, melihat ibunya terkapar di dapur bersimbah darah, dia ke tempat neneknya yang sedang jual miso, memberitahukan ibunya terkapar di dapur. 

“Saya lihat ibu berdarah-darah di dapur dan tidak bisa diajak bicara. Saya panggil nenek ke warung miso. Datang lagi saya ke rumah sama-sama dengan nenek. Mau sampai ke rumah, saya lihat Bang Rangga sudah pulang dari sekolah dan mau masuk ke rumah. Tapi saya tidak lihat Om yang tadi memberi uang jajan itu lagi,” ungkapnya.

Sesuai pengakuan Cinta, saat AS memberikan uang jajan, hal itu tidak diketahui ibunya. Namun Cinta mengaku, ES sebelumnya pernah datang ke rumah mereka. 

“Om itu sudah pernah datang ke rumah. Tapi saya tidak tau nama Om itu siapa. Waktu Om itu memberikan uang jajan, ibu sedang mencuci di kamar mandi,” kata Cinta sambil melalap roti. Di tengah keramaian warga yang datang hendak melihat kejadian itu, Cinta mengatakan sudah mengetahui ibunya meninggal karena dibunuh. 

“Ibu sudah mati (meninggal) dibunuh. Saya tidak tau siapa yang membunuh Ibu. Nggak ada lagi Ibu. Ibu baik, tidak suka memukul,” katanya sambil duduk di samping rumahnya.

Sementara itu, Ponijo (38), suami korban, mengaku mengetahui kejadian tersebut setelah ditelepon keluarganya. Saat kejadian itu, dia mengaku bekerja di Yayasan USI sebagai supir. 

“Saya dapat telepon dari keluarga, katanya istriku dibunuh dan berdarah-darah di dapur. Saya permisi dari kantor pulang ke rumah. Sampai di rumah, saya lihat istri saya sudah terkapar di lantai bersimbah darah dalam kondisi tidak bernyawa. Dia bercerita, sekitar pukul 8:00 WIB, seperti biasa dia mengantarkan dua anaknya ke sekolah, Kiki kelas 5 SD dan Rangga sekolag TK Stadion. Usai mengantarkan anaknya, dia langsung berangkat kerja ke USI.

“Tadi pagi waktu saya tinggalkan masih sehat-sehat saja. Kondisi ruang tamu dan barang-barang rumah pun masih begini, belum ada yang dirubah. Kalau pelakunya perampok, pasti sudah ada yang hilang barang-barang. Tapi sampai detik ini belum ada barang-barang yang diketahui hilang,” katanya. Masih kata Ponijo, istrinya sedang mengandung 6 bulan anak keenamnya. 

Sementara lima anaknya, yakni anak pertama Rizki alias Kiki kelas 5 SD, anak kedua Reja (9) kelas 3 SD tinggal dengan oppungnya di Kisaran, anak ketiga Rangga (5) TK, anak keempat Cinta (3) dan anak kelima, Cindy (2) tinggal dengan oppungnya juga di Kisaran.

Sopir Yayasan USI ini mengaku tidak ada masalah dengan istrinya, demikian juga kepada orang lain. Selama belasan tahun mereka berkeluarga, akur-akur saja. Dia berharap polisi dapat mengungkap kasus itu dan mengungkap pembunuh istrinya. Dia mengaku ingin sekali tau apa maksud pelaku membunuh istrinya.
Sementara, Andi Siahaan (49), tetangga satu dinding dengan rumah korban, mengatakan, tidak mengetahui kejadian tersebut. Guru salah satu SMP di Bangun ini setiap hari keluar rumah pukul 08:00 WIB dan pulang pada malam hari.

“Saat kejadian itu saya ngajar di Bangun. Kalau saya tau, keluarga mereka akur-akur saja. Namun utang sewa rumah kontrakan mereka sudah menunggak 2 tahun tidak dibayar, janjinya selalu nanti-nanti. Setiap tahunn mereka membayar sewa kontrak rumah Rp1,3 juta. Selama 4 tahun mereka tinggal di rumah kontrakan saya ini, masih 2 tahun bayar kontrakannya,” ujarnya. 

Kapolresta Siantar AKBP Alberd TB Sianipar melalui Kasat Reskrim AKP Azaruddin membenarkan kejadian tersebut. Diduga korban dibunuh menggunakan benda tajam.

Janin Meninggal

dr Reinhard Hutahaean, dokter Forensik RSUD dr Djasamen Saragih mengatakan, Siti br Siagian kena tusukan benda tajam sebanyak tujuh liang, dengan rincian, 3 tusukan pada leher, 2 tusukan pada tangan kiri, 1 tusukan pinggang kanan, 1 tusukan pada perut. Diduga korban sempat melakukan perlawanan. Sebab, bekas tusukan sangat banyak di tubuh korban. Masih menurut dr Reinhard, anak dalam kandungan korban juga ikut meninggal. Karena tali pusatnya nyaris putus.  

"Anak yang di kandungan korban meninggal setelah tali pusatnya nyaris putus terkena tusukan benda tajam. Setelah diotopsi, sekitar pukul 16:30 WIB, korban disemayamkan di rumahnya," ujarnya.

Posisi Telentang Amatan METRO, korban pertama kali ditemukan dalam posisi telentang di lantai dapur tepatnya di samping meja tempat kompor masak. Kedua tangan korban diletakkan di bagian dada dan wajah korban menghadap ke pintu ruang tamu. Korban saat itu memakai baju kaos warna putih dan celana pendek berwarna putih.

Di kamar mandi, polisi menemukan sebilah pisau runcing, tetapi tidak ada darah di pisau itu. Di atas meja kompor juga ada pisau dapur warna putih terletak. Saat penemuan mayat, darah dari leher korban masih mengalir kencang. Rumah korban tidak memiliki pintu belakang, hanya memiliki ventilasi ukuran 20 cm terbuat dari papan. Diduga usai menghabisi nyawa korban, tersangka kabur dari pintu depan dan melewati jemuran.

Di bawah jemuran sekitar 5 meter dari pintu rumah korban ditemukan sarung pisau yang terbuat dari kayu. Dekat sarung pisau tersebut ditemui sarung tangan warna merah kotak-kotak.
Ibu Korban, Tumiar br Hutagaol:

Ester Dibunuh, Ester Dibunuh…!

Ibu kandung korban, Tumiar br Hutagaol (Op Rizki) tak kuasa menahan tangisnya saat melihat jenazah putrinya terbujur di ruang forensik RSU Djasamen Saragih Pematangsiantar, kemarin siang. Ternyata, sejak masih berada di rumahnya, di Jalan Belibis Lingkungan VIII, Kelurahan Lestari, Asahan itu, wanita berkacamata itu terus memanggil-manggil nama putri sulungnya itu. Tetangga Tumiar, P Simanjuntak kepada METRO mengatakan, mereka mengetahui Ester dibunuh setelah mendengar jeritan di kediaman Ardin Siagian (65), ayah korban.

"Kami terkejut mendengar jeritan dari rumah itu. Kami tahu penyebabnya setelah kami mendatangi kediaman salah seorang yang dituakan di lingkungan ini," kata Simanjuntak. Dari penetua itulah mereka mengetahui ternyata anak perempuan Ardin yang menetap di Pematangsiantar dibunuh. 

Dikatakan Simanjuntak, meskipun Ester dan keluarganya berbeda keyakinan, tapi hubungan mereka tetap baik. Terbukti, putra sulung Ester bernama Rizki alias Kiki (11) sempat tinggal bersama oppung-nya. Setelah Kiki kembali ke rumah orangtuanya, giliran adiknya, Reza (9) menetap di Kisaran.

"Reza duduk di kelas 3 SD Panti Budaya. Sejak TK dia sudah tinggal sama oppung-nya," ujar Simanjuntak.
Dikatakan Simanjuntak, begitu mengetahui Ester meninggal dunia, ibunya yang berusia 60 tahun terus menangis sambil memanggil-manggil nama putrinya itu. "Ester dibunuh, Ester dibunuh. Itu yang diucapkan berulang-ulang oleh ibunya sambil menangis," kata Simanjuntak.

Ayah Ester, Ardin, mengatakan mereka menerima kabar dari Pematangsiantar yang menyatakan anak mereka dibunuh. "Kami baru dapat kabar dari Siantar. Ester ditemukan tewas, seperti dibunuh oleh seseorang," cetus Ardin, seperti ditirukan Simanjuntak.

Sementara Erni, warga Kelurahan Mutiara mengaku mengenal korban saat masih bersekolah di SMEA PGRI Kisaran. Ia mengaku terkejut mendengar kabar Ester dibunuh.

 "Dia ( korban, red) saat sekolah, dikenal mudah bergaul," kenang Erni. Setelah lulus sekolah, sambung Erni, mereka tidak pernah bertemu. "Informasinya, setelah beberapa bulan bekerja di Rantauprapat, dia muallaf dan menikah. Itulah yang kutahu," katanya.

Pulang setelah Punya Anak

Di RSU Djasamen Saragih Pematangsiantar, Tumiar menerangkan, Ester merupakan putri sulung dari enam bersaudara. Di masa kanak-kanak hingga dewasa, Ester merupakan anak yang baik. Selulus SMEA, Ester merantau ke Rantauprapat, Labuhanbatu dan bekerja di salah satu perusahaan  telekomunikasi. 

Di sanalah Ester bertemu Ponijo. Lalu keduanya menjalin hubungan dan menikah setelah Ester mengikuti keyakinan Ponijo. 

Masih kata Tumiar, ia dan keluarga tidak mengetahui pasti di mana Ester yang kemudian berganti nama menjadi Siti Nurcahaya menikah. Pasca menikah, sambungnya, Ester tidak pernah pulang. Ia dan suaminya datang ke rumah mereka di Kisaran setelah anak pertamanya lahir dan sakit-sakitan.

"Anak pertamanya sakit. Mungkin ada yang menyarankan agar mereka membawa anak itu bertemu oppung-nya. Ketika mereka datang, kita sebagai orangtua ya menerima. Mana mungkin kita tega melihat cucu sakit seperti itu," jelas Tumiar. 

Di ruang forensik, saat jenazah putrinya diotopsi, Tumiar sempat memaksa masuk meski sudah dihalangi petugas. Bahkan ia sempat membuka paksa pintu. Setelah diberi pemahaman, barulah Tumiar bersedia dibawa keluar. Sementara Ardin Siagian, suami Tumiar, mengaku sakit hingga sulit berkata-kata. Ia terlihat lunglai.

Giliran Siti Perwiridan

Siti Nurcahaya yang baru 4 tahun tinggal di Jalan Aman, Kelurahan Siopat Suhu, sudah dikenal baik oleh warga. Dia aktif ikut perwiridan di masjid dekat rumahnya setiap hari Rabu. "Hari ini giliran perwiridan di rumah Siti. Kalau giliran itu maksudnya, Siti nanti yang membawa minuman ke masjid," ujar Sumarni.

Hal senada diungkapkan teman seperwitan Siti lainnya, Yogi. Dia mengatakan, Siti jarang keluar rumah. Siti sebagai ibu rumah tangga, kerjanya mengurus anak-anak. Bertha Lubis, warga Lorong 20 BDB, Kecamatan Siantar Timur, mengatakan, sebelum tinggal di Jalan Aman, Siti dan suaminya beserta anak-anak menyewa rumah tetangganya. Selama 2 tahun bertetangga, Bertha mengatakan, Siti sering mendapat perlakuan tidak baik dari suaminya.

"Siti itu sering dipukuli suaminya. Mereka pindah dari samping rumah saya, karena nunggak membayar uang kontrakan. Hanya 2 tahun saja kami bertetangga," ujarnya.

Bendahara Yayasan USI, Lerman Saragih SH, yang datang ke lokasi kejadian mengatakan, saat peristiwa tersebut, suami korban berada di ruangannya.

Jadi Supir Bu Herawati BR Girsang

Menurut Pembantu Rektor USI Hisarma Saragih, sejak Senin (16/4) lalu, Ponijo sudah dipecat sebagai supir di USI. Alasan pemecatan, karena yang bersangkutan menabrakkan mobil milik USI sebanyak dua kali.

Ditanya adanya dugaan perselingkuhan Ponijo dengan salah seorang pegawai di Yayasan itu, Hisarma mengaku tidak mengetahui.

”Kalau dugaan selingkuh dengan salah satu staf di USI, saya tidak tahu. Tapi selama ini penampilan Ponijo memang parlente dan dia termasuk pria yang ganteng. Dia supir pengurus yayasan, Bu Herawati boru Girsang,” jelasnya. Sementara itu, Jonatan Siagian, adik korban mengatakan, suami korban sering bepergian naik mobil dengan janda pegawai di yayasan USI.

“Iya, tadi saat pemeriksaan lae (ipar) itu, katanya dia sering bepergian ke Raya Simalungun dengan janda pegawai di Yayasan USI. Ada juga terdengar, lae dengan kakak (korban) sering bertengkar karena banyak sms di hp suaminya, tapi tak bisa dilihat. Akibatnya mereka bertengkar,” katanya bercerita kepada METRO di Polres Siantar.

Baru Beli Kulkas

Menurut Jonathan, suami korban baru mendapat kulkas sekitar 3 minggu lalu dari yayasan tempatnya bekerja padahal Ponijo sudah dipecat. Keluarga korban menduga, kulkas itu pemberian dari janda tersebut. Amatan METRO,pihak keluarga Ponijo dan pihak keluarga istrinya masih diperiksa di Polresta Siantar tengah malam. Sebagian keluarga korban langsung pulang ke Kisaran.

Ibu korban, Tumiar br Hutagaol mengatakan bila memang pelakunya orang dekat, tidak akan termaafkan. “Akan kupenjarankan pelakunya itu,” ujarnya.Sementara, hingga tangah malam Ponijo dan abangnya Ateng masih diperiksa. Ateng dijemput polisi dari rumahnya pukul 21:00 WIB, untuk dimintai keterangan apakah mengetahui kejadian tersebut selaku keluarga dari pihak suami korban.

Ateng mengatakan baru mendapat informasi kejadian sekitar pukul 17:00 WIB, lalu memulangkan angkotnya ke rumah toke, dan kemudian ke rumah lokasi kejadian.

Kasat Reskrim AKP Azaruddin mengatakan, Ponijo diperiksa masih sebagai saksi dan belum ada kepastian siapa pelakunya. (mag-1, (Osi/sus/awa/mag-05/pmg)(metrosiantar.com)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments