
SIANTAR- Siti Nurcahaya br
Siagian alias Ester (38), ibu yang tengah mengandung 6 bulan ditemukan
tewas dengan kondisi mengenaskan. Tujuh bekas tusukan ditemukan di
tubuhnya. Jasad korban ditemukan di dapur rumahnya di Jalan Aman,
Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Rabu (18/4) pukul 10:30
WIB.
Tiga tusukan di leher, dua tusukan di
tangan kiri, satu tusukan di pinggang kanan dan perut. Dari kondisinya,
diduga korban sempat melakukan perlawanan. Hanya hitungan menit, warga
sekitar berbondong-bondong berdatangan ke rumah berdinding papan
berukuran 3 meter kali 6 meter tersebut. Tak berapa lama, polisi dari
Polsek Siantar Timur tiba di lokasi dan langsung melakukan olah Tempat
Kejadian Perkara (TKP).
Kepada METRO, Cinta menceritakan, saat
itu dia sedang bermain di ruang tamu. Sedangkan ibunya memasak di dapur
dan mencuci pakaian. Saat itu datang seorang pria berjaket hitam, kulit
hitam, tak berkumis dan tak berjenggot, masuk ke rumah. Diduga pria itu
berinisial ES yang sering datang ke rumah korban yang berada tepat di
belakang PT STTC itu.
“Om itu mengasih saya uang Rp1000 untuk jajan.
Saya disuruhnya jajan ke warung tempat nenek. Pulang saya membeli roti,
saya lihat Om itu sudah tidak ada lagi. Tapi ibu sudah berdarah-darah di
dapur,” ujar bocah berambut lurus pendek itu.
Lebih lanjut Cinta bercerita, melihat
ibunya terkapar di dapur bersimbah darah, dia ke tempat neneknya yang
sedang jual miso, memberitahukan ibunya terkapar di dapur.
“Saya lihat
ibu berdarah-darah di dapur dan tidak bisa diajak bicara. Saya panggil
nenek ke warung miso. Datang lagi saya ke rumah sama-sama dengan nenek.
Mau sampai ke rumah, saya lihat Bang Rangga sudah pulang dari sekolah
dan mau masuk ke rumah. Tapi saya tidak lihat Om yang tadi memberi uang
jajan itu lagi,” ungkapnya.
Sesuai pengakuan Cinta, saat AS
memberikan uang jajan, hal itu tidak diketahui ibunya. Namun Cinta
mengaku, ES sebelumnya pernah datang ke rumah mereka.
“Om itu sudah
pernah datang ke rumah. Tapi saya tidak tau nama Om itu siapa. Waktu Om
itu memberikan uang jajan, ibu sedang mencuci di kamar mandi,” kata
Cinta sambil melalap roti. Di tengah keramaian warga yang datang hendak
melihat kejadian itu, Cinta mengatakan sudah mengetahui ibunya meninggal
karena dibunuh.
“Ibu sudah mati (meninggal) dibunuh. Saya tidak tau
siapa yang membunuh Ibu. Nggak ada lagi Ibu. Ibu baik, tidak suka
memukul,” katanya sambil duduk di samping rumahnya.
Sementara itu, Ponijo (38), suami
korban, mengaku mengetahui kejadian tersebut setelah ditelepon
keluarganya. Saat kejadian itu, dia mengaku bekerja di Yayasan USI
sebagai supir.
“Saya dapat telepon dari keluarga, katanya istriku
dibunuh dan berdarah-darah di dapur. Saya permisi dari kantor pulang ke
rumah. Sampai di rumah, saya lihat istri saya sudah terkapar di lantai
bersimbah darah dalam kondisi tidak bernyawa. Dia bercerita, sekitar
pukul 8:00 WIB, seperti biasa dia mengantarkan dua anaknya ke sekolah,
Kiki kelas 5 SD dan Rangga sekolag TK Stadion. Usai mengantarkan
anaknya, dia langsung berangkat kerja ke USI.
“Tadi pagi waktu saya tinggalkan masih
sehat-sehat saja. Kondisi ruang tamu dan barang-barang rumah pun masih
begini, belum ada yang dirubah. Kalau pelakunya perampok, pasti sudah
ada yang hilang barang-barang. Tapi sampai detik ini belum ada
barang-barang yang diketahui hilang,” katanya. Masih kata Ponijo,
istrinya sedang mengandung 6 bulan anak keenamnya.
Sementara lima
anaknya, yakni anak pertama Rizki alias Kiki kelas 5 SD, anak kedua Reja
(9) kelas 3 SD tinggal dengan oppungnya di Kisaran, anak ketiga Rangga
(5) TK, anak keempat Cinta (3) dan anak kelima, Cindy (2) tinggal dengan
oppungnya juga di Kisaran.
Sopir Yayasan USI ini mengaku tidak ada
masalah dengan istrinya, demikian juga kepada orang lain. Selama belasan
tahun mereka berkeluarga, akur-akur saja. Dia berharap polisi dapat
mengungkap kasus itu dan mengungkap pembunuh istrinya. Dia mengaku ingin
sekali tau apa maksud pelaku membunuh istrinya.
Sementara, Andi
Siahaan (49), tetangga satu dinding dengan rumah korban, mengatakan,
tidak mengetahui kejadian tersebut. Guru salah satu SMP di Bangun ini
setiap hari keluar rumah pukul 08:00 WIB dan pulang pada malam hari.
“Saat kejadian itu saya ngajar di
Bangun. Kalau saya tau, keluarga mereka akur-akur saja. Namun utang sewa
rumah kontrakan mereka sudah menunggak 2 tahun tidak dibayar, janjinya
selalu nanti-nanti. Setiap tahunn mereka membayar sewa kontrak rumah
Rp1,3 juta. Selama 4 tahun mereka tinggal di rumah kontrakan saya ini,
masih 2 tahun bayar kontrakannya,” ujarnya.
Kapolresta Siantar AKBP
Alberd TB Sianipar melalui Kasat Reskrim AKP Azaruddin membenarkan
kejadian tersebut. Diduga korban dibunuh menggunakan benda tajam.
Janin Meninggal
dr Reinhard Hutahaean, dokter Forensik
RSUD dr Djasamen Saragih mengatakan, Siti br Siagian kena tusukan benda
tajam sebanyak tujuh liang, dengan rincian, 3 tusukan pada leher, 2
tusukan pada tangan kiri, 1 tusukan pinggang kanan, 1 tusukan pada
perut. Diduga korban sempat melakukan perlawanan. Sebab, bekas tusukan
sangat banyak di tubuh korban. Masih menurut dr Reinhard, anak dalam
kandungan korban juga ikut meninggal. Karena tali pusatnya nyaris putus.
"Anak yang di kandungan korban meninggal
setelah tali pusatnya nyaris putus terkena tusukan benda tajam. Setelah
diotopsi, sekitar pukul 16:30 WIB, korban disemayamkan di rumahnya,"
ujarnya.
Posisi Telentang Amatan METRO, korban pertama kali ditemukan dalam posisi telentang di lantai dapur tepatnya di samping meja tempat kompor masak. Kedua tangan korban diletakkan di bagian dada dan wajah korban menghadap ke pintu ruang tamu. Korban saat itu memakai baju kaos warna putih dan celana pendek berwarna putih.
Di kamar mandi, polisi menemukan sebilah
pisau runcing, tetapi tidak ada darah di pisau itu. Di atas meja kompor
juga ada pisau dapur warna putih terletak. Saat penemuan mayat, darah
dari leher korban masih mengalir kencang. Rumah korban tidak memiliki
pintu belakang, hanya memiliki ventilasi ukuran 20 cm terbuat dari
papan. Diduga usai menghabisi nyawa korban, tersangka kabur dari pintu
depan dan melewati jemuran.
Di bawah jemuran sekitar 5 meter dari
pintu rumah korban ditemukan sarung pisau yang terbuat dari kayu. Dekat
sarung pisau tersebut ditemui sarung tangan warna merah kotak-kotak.
Ibu Korban, Tumiar br Hutagaol:
Ibu Korban, Tumiar br Hutagaol:
Ester Dibunuh, Ester Dibunuh…!
Ibu kandung korban, Tumiar br Hutagaol
(Op Rizki) tak kuasa menahan tangisnya saat melihat jenazah putrinya
terbujur di ruang forensik RSU Djasamen Saragih Pematangsiantar, kemarin
siang. Ternyata, sejak masih berada di rumahnya, di Jalan Belibis
Lingkungan VIII, Kelurahan Lestari, Asahan itu, wanita berkacamata itu
terus memanggil-manggil nama putri sulungnya itu. Tetangga Tumiar, P
Simanjuntak kepada METRO mengatakan, mereka mengetahui Ester dibunuh
setelah mendengar jeritan di kediaman Ardin Siagian (65), ayah korban.
"Kami terkejut mendengar jeritan dari
rumah itu. Kami tahu penyebabnya setelah kami mendatangi kediaman salah
seorang yang dituakan di lingkungan ini," kata Simanjuntak. Dari penetua
itulah mereka mengetahui ternyata anak perempuan Ardin yang menetap di
Pematangsiantar dibunuh.
Dikatakan Simanjuntak, meskipun Ester dan
keluarganya berbeda keyakinan, tapi hubungan mereka tetap baik.
Terbukti, putra sulung Ester bernama Rizki alias Kiki (11) sempat
tinggal bersama oppung-nya. Setelah Kiki kembali ke rumah orangtuanya,
giliran adiknya, Reza (9) menetap di Kisaran.
"Reza duduk di kelas 3 SD Panti Budaya. Sejak TK dia sudah tinggal sama oppung-nya," ujar Simanjuntak.
Dikatakan Simanjuntak, begitu mengetahui Ester meninggal dunia, ibunya yang berusia 60 tahun terus menangis sambil memanggil-manggil nama putrinya itu. "Ester dibunuh, Ester dibunuh. Itu yang diucapkan berulang-ulang oleh ibunya sambil menangis," kata Simanjuntak.
Dikatakan Simanjuntak, begitu mengetahui Ester meninggal dunia, ibunya yang berusia 60 tahun terus menangis sambil memanggil-manggil nama putrinya itu. "Ester dibunuh, Ester dibunuh. Itu yang diucapkan berulang-ulang oleh ibunya sambil menangis," kata Simanjuntak.
Ayah Ester, Ardin,
mengatakan mereka menerima kabar dari Pematangsiantar yang menyatakan
anak mereka dibunuh. "Kami baru dapat kabar dari Siantar. Ester
ditemukan tewas, seperti dibunuh oleh seseorang," cetus Ardin, seperti
ditirukan Simanjuntak.
Sementara Erni, warga Kelurahan Mutiara
mengaku mengenal korban saat masih bersekolah di SMEA PGRI Kisaran. Ia
mengaku terkejut mendengar kabar Ester dibunuh.
"Dia ( korban, red) saat
sekolah, dikenal mudah bergaul," kenang Erni. Setelah lulus sekolah,
sambung Erni, mereka tidak pernah bertemu. "Informasinya, setelah
beberapa bulan bekerja di Rantauprapat, dia muallaf dan menikah. Itulah
yang kutahu," katanya.
Pulang setelah Punya Anak
Di RSU Djasamen Saragih Pematangsiantar,
Tumiar menerangkan, Ester merupakan putri sulung dari enam bersaudara.
Di masa kanak-kanak hingga dewasa, Ester merupakan anak yang baik.
Selulus SMEA, Ester merantau ke Rantauprapat, Labuhanbatu dan bekerja di
salah satu perusahaan telekomunikasi.
Di sanalah Ester bertemu Ponijo.
Lalu keduanya menjalin hubungan dan menikah setelah Ester mengikuti
keyakinan Ponijo.
Masih kata Tumiar, ia dan keluarga tidak mengetahui
pasti di mana Ester yang kemudian berganti nama menjadi Siti Nurcahaya
menikah. Pasca menikah, sambungnya, Ester tidak pernah pulang. Ia dan
suaminya datang ke rumah mereka di Kisaran setelah anak pertamanya lahir
dan sakit-sakitan.
"Anak pertamanya sakit. Mungkin ada yang
menyarankan agar mereka membawa anak itu bertemu oppung-nya. Ketika
mereka datang, kita sebagai orangtua ya menerima. Mana mungkin kita tega
melihat cucu sakit seperti itu," jelas Tumiar.
Di ruang forensik, saat
jenazah putrinya diotopsi, Tumiar sempat memaksa masuk meski sudah
dihalangi petugas. Bahkan ia sempat membuka paksa pintu. Setelah diberi
pemahaman, barulah Tumiar bersedia dibawa keluar. Sementara Ardin
Siagian, suami Tumiar, mengaku sakit hingga sulit berkata-kata. Ia
terlihat lunglai.
Giliran Siti Perwiridan
Siti Nurcahaya yang baru 4 tahun tinggal
di Jalan Aman, Kelurahan Siopat Suhu, sudah dikenal baik oleh warga.
Dia aktif ikut perwiridan di masjid dekat rumahnya setiap hari Rabu.
"Hari ini giliran perwiridan di rumah Siti. Kalau giliran itu maksudnya,
Siti nanti yang membawa minuman ke masjid," ujar Sumarni.
Hal senada diungkapkan teman seperwitan Siti lainnya, Yogi. Dia mengatakan, Siti jarang keluar rumah. Siti sebagai ibu rumah tangga, kerjanya mengurus anak-anak. Bertha Lubis, warga Lorong 20 BDB, Kecamatan Siantar Timur, mengatakan, sebelum tinggal di Jalan Aman, Siti dan suaminya beserta anak-anak menyewa rumah tetangganya. Selama 2 tahun bertetangga, Bertha mengatakan, Siti sering mendapat perlakuan tidak baik dari suaminya.
"Siti itu sering dipukuli suaminya.
Mereka pindah dari samping rumah saya, karena nunggak membayar uang
kontrakan. Hanya 2 tahun saja kami bertetangga," ujarnya.
Bendahara Yayasan USI, Lerman Saragih SH, yang datang ke lokasi kejadian mengatakan, saat peristiwa tersebut, suami korban berada di ruangannya.
Jadi Supir Bu Herawati BR Girsang
Menurut Pembantu Rektor USI Hisarma
Saragih, sejak Senin (16/4) lalu, Ponijo sudah dipecat sebagai supir di
USI. Alasan pemecatan, karena yang bersangkutan menabrakkan mobil milik
USI sebanyak dua kali.
Ditanya adanya dugaan perselingkuhan Ponijo dengan salah seorang pegawai di Yayasan itu, Hisarma mengaku tidak mengetahui.
”Kalau dugaan selingkuh dengan salah
satu staf di USI, saya tidak tahu. Tapi selama ini penampilan Ponijo
memang parlente dan dia termasuk pria yang ganteng. Dia supir pengurus
yayasan, Bu Herawati boru Girsang,” jelasnya. Sementara itu, Jonatan
Siagian, adik korban mengatakan, suami korban sering bepergian naik
mobil dengan janda pegawai di yayasan USI.
“Iya, tadi saat pemeriksaan lae (ipar)
itu, katanya dia sering bepergian ke Raya Simalungun dengan janda
pegawai di Yayasan USI. Ada juga terdengar, lae dengan kakak (korban)
sering bertengkar karena banyak sms di hp suaminya, tapi tak bisa
dilihat. Akibatnya mereka bertengkar,” katanya bercerita kepada METRO di
Polres Siantar.
Baru Beli Kulkas
Menurut Jonathan, suami korban baru
mendapat kulkas sekitar 3 minggu lalu dari yayasan tempatnya bekerja
padahal Ponijo sudah dipecat. Keluarga korban menduga, kulkas itu
pemberian dari janda tersebut. Amatan METRO,pihak keluarga Ponijo dan
pihak keluarga istrinya masih diperiksa di Polresta Siantar tengah
malam. Sebagian keluarga korban langsung pulang ke Kisaran.
Ibu korban, Tumiar br Hutagaol
mengatakan bila memang pelakunya orang dekat, tidak akan termaafkan.
“Akan kupenjarankan pelakunya itu,” ujarnya.Sementara, hingga tangah
malam Ponijo dan abangnya Ateng masih diperiksa. Ateng dijemput polisi
dari rumahnya pukul 21:00 WIB, untuk dimintai keterangan apakah
mengetahui kejadian tersebut selaku keluarga dari pihak suami korban.
Ateng mengatakan baru mendapat informasi
kejadian sekitar pukul 17:00 WIB, lalu memulangkan angkotnya ke rumah
toke, dan kemudian ke rumah lokasi kejadian.
Kasat Reskrim AKP Azaruddin mengatakan, Ponijo diperiksa masih sebagai saksi dan belum ada kepastian siapa pelakunya. (mag-1, (Osi/sus/awa/mag-05/pmg)(metrosiantar.com)
0 Comments