Hingga saat ini, sedikitnya 100 hektare
tanah masyarakat dirampas pangulu. Tak sedikit masyarakat di Sihaporas
saat ini yang terpaksa dirumahkan karena tidak ada lagi lahan yang bisa
dikelola.
Masyarakat merasa ketakutan, karena Manotar merebut paksa
lahan tersebut dengan membawa alat berat dan dibekingi oknum polisi
bermarga Matondang yang bertugas di Polsek Sidamanik.
“Nungga hippal hami ditipu pangulu. Sude
tano nami nungga dirampas pangulu. Mardongan polisi dohot alat berat
pangulu mambuat tano nami hi. Boama hami pe tamat SD do, sedangkan
pangulu tamat sarjana.
Hamaloanna nai do dibahean ibana mangoto-otoi
hami (Sudah bulat-bulat kami ditipu pangulu. Semua tanah kami telah
dirampas pangulu. Dibekingi polisi dengan alat berat, pangulu merampas
tanah kami.
Mau gimana lagi, kami hanya tamat SD,
sedangkan pangulu tamat Sarjana. Jadi kepintarannya dibuat menipu
masyarakat,” ujar salah seorang warga, Judin Ambarita (60) saat dijumpai
METRO di Nagori Sihaporas, Kamis (17/5).
Sejak tahun 1990-an, lanjut Judin lahan
tersebut dikelola warga dengan menanam jagung, padi dan tanaman
palawija. Tanah tersebut merupakan tanah adat keturunan, Oppu Sohailoan
Ambarita yang saat ini dikuasai keturunannya.
“Dari dulu sampai sekarang, tanah itu
kami kelola para keturunan Oppu Sohailoan. Tapi hampir setahun
sedikitnya 100 hektare tanah masyarakat dirampas pangulu yang menjabat
sejak tahun 2005. Ternyata diam-diam pangulu sudah membuat surat pangulu
atas nama dirinya di lahan masyarakat.
Pertengahan tahun 2011 tiba-tiba pangulu
mengusir masyarakat dari ladang dengan alat berat didampingi seorang
polisi bermarga Matondang. Sampai sekarang polisi itu yang mendampingi
pangulu menebangi kayu-kayu di lahan masyarakat,” paparnya.
Parahnya tidak hanya lahan masyarakat
yang dirampas, masyarakat di sana juga dipolisikan pangulu. Sehingga
masyarakat merasa bingung atas dasar apa pangulu membuat pengaduan. Atas
pengaduan tersebut, masyarakat dipanggil ke Polres Simalungun.
Masyarakat lainnya, Jonny Ambarita
menambahkan pangulu telah menggerogoti tanah masyarakat dan tanah
leluhur mereka. Pangulu yang diharapkan sebagai pelindung yang
seyogianya memberikan kenyamanan kepada masyarakat, justru ‘pembunuh’
masyarakat.
Pangulu telah merampas dan merambah
lahan masyarakat. Menebangi pohon-pohon yang sudah berpuluh tahun
ditanami masyarakat, lalu dijual dengan harga tinggi kepada pengusaha.
“Pangulu itu telah merampas hak masyarakat. Kami tidak tau mau mengadu
ke mana lagi.
Aparat kepolisian dan pemerintah
nampaknya sudah berpihak kepada pangulu. Pasalnya polisi dan aparat
Kecamatan Pematang Sidamanik yang turun lokasi hanya diam melihat
penderitaan masyarakat dan membiarkan lahan dirambah pangulu,” tegasnya.
Masih kata warga, tidak hanya Pangulu
saja yang mengerogoti tanah masyarakat, namun juga keluarganya pangulu
seperti abang dan adiknya ikut lagi menguasai tanah masyarakat. Lamhot
Ambarita masih warga sekitar mengatakan, masyarakat sudah sering
melarang pohon titebangi. Namun kalau dilarang, ada oknum polisi
bermarga Matondang yang membekingi mulai pagi sampai malam.
“Masyarakat sudah sering melarang, tapi
mungkin sampai terjadi pertumpahan darah. Tapi kalau membandal dan
seluruh tanah masyarakat sudah dikuasai, bisa jadi pertumpahan darah,”
tegasnya.
Terpisah Ketua Komisi III DPRD Simalungun, Johalim Purba
mengatakan masyarakat diimbau supaya datang langsung ke DPRD
menyampaikan aspirasinya. Berdasarkan laporan masyarakat, DPRD akan
turun ke lokasi.
“Saya imbau supaya masyarakat datang
langsung ke DPRD Simalungun menyampaikan aspirasinya. Kemudian DPRD bisa
langsung turun mengecek kebenarannya,” ujarnya. Sementara Manotar yang
dijumpai sedang sibuk menmotong kayu, tidak mengaku dirinya adalah
Manotar, Pangulu Sihaporas.
Namun saat METRO menunjukkan foto pria
berusia sekitar 30-an tahun yang baru diwawancarai itu kepada warga,
sejumlah warga yang ditanyai METRO mengatakan pria itu adalah Manotar.
Beginilah cerita saat dikonfirmasi, saat itu Manotar sedang memotong
kayu jadi yang baru diambilnya dari lahan masyarakat.
“Selamat siang Pak, permisi saya mau
tanya, di mana rumah pangulu Sihaporas,” tanya wartawan kepada pria yang
disebut warga bernama Manotar itu.
“Pangulu sedang tidak ada Pak. Kalau
boleh tau, Bapak ini siapa ya. Mau urusan apa dengan Pangulu?” tanya
pria itu kepada METRO dengan wajah pucat.
“Saya dari Siantar Pak, mau ada ditanyakan kepada Bapak itu,” tukas METRO.
“Saya dari Siantar Pak, mau ada ditanyakan kepada Bapak itu,” tukas METRO.
“Apa rupanya yang mau dibilang kepada
pangulu. Bilang saja sama saya, biar nanti saya sampaikan kepada
pangulu,” ujarnya dengan suara lantang. Namun saat wawancara itu,
diam-diam METRO memoto pria tersebut. Saat foto tersebut ditunjukkan
kepada sejumlah warga Nagori Sihaporas, membenarkan kalau yang di foto
itu adalah pangulu.
Sekampung Dipolisikan
Tak puas hanya merampas tanah masyarakatnya, Manotar Ambarita, Pangulu Nagori Sihaporas, Pematang Sidamanik, Simalungun juga berniat memasukkan warganya ke penjara. Hampir setengah masyarakatnya dipolisikan.
Salah seorang yang dipolisikan, Judin
Ambarita (60) mengatakan, Rabu (16/5) masyarakat dipanggil ke Polres
Simalungun untuk menjalani pemeriksaan atas laporan Pangulu Sihaporas.
“14 orang masyarakat Sihaporas dipanggil ke Polres Simalungun untuk
diperiksa. Kami diperiksa atas laporan Pangulu yang menuding masyarakat
melakukan pengerusakan lahan dan pencemaran nama baik.
Kami tidak mengerti siapa yang
dicemarkan dan lahan mana yang dirusak,” ujarnya. Adapun keempat belas
orang masyarakat yang sudah diperiksa, di antaranya Judin Ambarita,
Thomson Ambarita, Suefendi Manullang, Jamontar Sijabat, Prangkison
Harianja, Dalmen Ambarita, Mangasi Ambarita, Aseng Ambarita, Manotar
Manik, Risden Limbong, Petrus Tamba, Malum Siahaan, Gomos Ambarita,
Dirimson Ambarita dan Hotman Tamba.
Humas Polres Simalungun, AKP H
Panggabean SH saat dikonfirmasi mengatakan belum mendapat laporan soal
informasi seputar pengaduan itu. (metrosiantar.com)
0 Comments