Ompu Jaipul-Ompu Sohailoan, Saling Klaim
SIDAMANIK- Perseteruan
antara keturunan Tuan Sihaporas Ompung Jaipul Ambarita dengan Ompu
Sohailoan atas lahan seluas 100 hektare (ha) di Nagori Sihaporas,
Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun, hingga kini belum berujung.
Kedua kubu saling mengklaim.
Pangulu Sihaporas, Manotar Ambarita, kepada METRO, Kamis (31/5),
mengatakan, tidak ada penyerobotan lahan Pardongdongan di Nagori
Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik. Yang benar adalah beberapa
keturunan Ompung Jaipul Ambarita, Tuan Sihaporas menguasai atau
mengusahai lahan-lahan non produktif seluas 85 hektare (ha) di Nagori
Sihaporas yang merupakan wilayah Sihaporas Bolon.
“Itu sebagai wujud kepedulian atas
warisan nenek moyang mereka yang juga amanat orang-orang tertua.
Kapasitas saya juga bukan sebagai pangulu nagori, melainkan keturunan
asli Tuan Sihaporas. Kita juga punya surat bukti legalitas,” ujar
Manotar Ambarita.
Dia menjelaskan, adapun lokasi kampung
dan tugu Ompung Saohailoan yang berdiri sekarang itu merupakan lahan
yang diserahkan oleh ayahnya seluas 15 hektare. Jadi usia Huta Aek Batu
yang sekarang belum genap 30 tahun, termasuk bangunan-bangunan yang ada
di sana juga itu mulai berdiri di era 90-an.
“Wasiat penyerahan pun ada. Jadi
keterangan yang menyebutkan bahwa Judin Ambarita mengatakan bahwa mereka
telah tinggal di atas lahan tersebut selama dua generasi itu sangat
tidak benar,” ujarnya.
Ia mengatakan, masih ingat jelas pada tahun 1980-an, kala itu yang ada hanya satu rumah yakni rumah orangtua Judin Ambarita, berupa rumah panggung ala rumah tradisional Palembang. “Pada saat itu, hubungan antara ayahnya dengan ayah Judin Ambarita sangat baik, sampai-sampai ibu Judin Ambarita yang sekarang masih hidup sering bertandang ke rumah kami.
Bahkan ibu saudara Judin kadang membawa saya ke kediaman mereka,
tempat kampung berdiri sekarang. Di sana, saya tinggal berhari-hari
bersama dengan kedua orangtua saudara Judin Ambarita, sampai-sampai
orang Sihaporas Bolon sempat mengira saya anak paling bungsu Ompung
Domen Ambarita, gelar alm orangtua Judin Ambarita,” kenangnya.
Ia mengungkapkan, Judin saat itu sudah sempat dikira meninggal dunia
karena tidak tahu keberadaannya di mana, ternyata tiba-tiba muncul dari
Sibolga. Sebelumnya, Judin Ambarita berada di Sibolga dan bekerja
sebagai nelayan. “Itu jelas saya ketahui karena ayah saya salahseorang
yang kasak-kusuk mengusahakan agar Judin kembali. Cerita ini bukan saya
karang-karang, sekarang ibu saudara Judin Ambarita masih hidup dan bisa
langsung dikonfirmasi.
Kalau masih mau jujur beliau akan mengatakan yang sebenarnya, tapi
kalau tidak mari kita saling mengumpul data-data, yakinlah sejarah tidak
dapat ditukang-tukangi dan suatu saat pasti terungkap,” tukasnya. Jadi
kata dia, kalau ada yang menyatakan bahwa tanah Pardongdongan itu tanah
ulayat Ompung Sohailoan itu tidak benar, Judin pun tahu itu, namun
menurutnya sudah tidak sanggup untuk jujur.
“Saya kenal kepribadian Judin Ambarita, cuman momen ini dimanfaatkan
pihak ketiga untuk membunuh karakter saya. Hal itu jelas saya ketahui
setiap ada kumpulan warga Aek Batu, pasti ada wajah-wajah baru yang
tidak saya kenal, dan anehnya pertemuan selalu diadakan di lingkungan
Lumban Ambarita, pangulu kalah terpilih. Sadarlah saudara telah
ditunggangi,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, salahseorang masyarakat Sihaporas Judin
Ambarita (60), kepada METRO di Nagori Sihaporas, Kamis (17/5),
mengatakan, Pangulu Sihaporas Manotar Ambarita diduga memanfaatkan
jabatannya merampas tanah masyarakat. Manotar membuat surat pangulu atas
nama dirinya sendiri di lahan yang sedang dikelola masyarakat seluas
100 hektare.
Tak sedikit masyarakat di Sihaporas saat ini dirumahkan
karena tak ada lagi lahan yang bisa dikelola. Masyarakat ketakutan,
karena Manotar merebut paksa lahan tersebut dengan membawa alat berat
dan dibekingi oknum polisi bermarga Matondong bertugas di Polsek
Sidamanik.
Sejak tahun 1990an, lanjut Judin lahan tersebut dikelola masyarakat
menanam jagung, padi dan tanaman palawija. Tanah tersebut merupakan
tanah adat keturunan Ompu Sohailoan Ambarita yang saat ini dikuasai
keturunannya. “Dari dulu sampai sekarang tanah itu kami kelola para
keturunan Ompu Sohailoan. Tapi hampir setahun sedikitnya 100 hektare
tanah masyarakat dirampas pangulu yang menjabat sejak tahun 2005.
Teryata diam-diam pangulu sudah membuat surat pangulu atas nama
dirinya di lahan masyarakat. Pertengahan tahun 2011 tiba-tiba pangulu
mengusir masyarakat dari ladang dengan alat berat dengan didampingi
seorang polisi bermarga Matondang. Sampai sekarang polisi itu yang
mendampingi pangulu menebangi kayu-kayu di lahan masyarakat,” paparnya.
Parahnya tidak hanya lahan masyarakat yang dirampas, masyarakat di
sana juga dipolisikan pangulu. Sehingga masyarakat merasa bingung atas
dasar apa pangulu membuat pengaduan. Atas pengaduan tersebut masyarakat
dipanggil ke Polres Simalungun.
Masyarakat lainnya, Jonny Ambarita menambahkan pangulu telah
menggerogoti tanah masyarakat dan tanah leluhur mereka. Pangulu yang
diharapkan sebagai pelindung dan memberikan kenyamanan kepada
masyarakat, tapi bagi masyarakat Sihaporas, sambung Jonny, pangulu
justru ‘pembunuh’ masyarakat. (metrosiantar.com)
0 Comments