Butuh Operasi, Pasien Jampersal Ditelantarkan
SIANTAR-PM
Uang !!! Itulah pangkal soal seorang pasien miskin yang ditelantarkan
saat melahirkan di RSU dr Djasamen Saragih, Pematang Siantar, kemarin
(23/7). Sang ibu tewas bersama bayinya.
Hormaida boru Sidabutar (36), pasien nahas yang bertangan buntung,
itu tewas sesaat usai melahirkan bayi keduanya yang sempat terdengar
mengeluarkan tangisan sebelum akhirnya turut meninggal dunia. Insiden
maut di sela persalinan warga Jl. Narumonda Bawah, Gg. Saroha, Kel.
Kebun Sayur, Siantar Timur, ini sontak menimbulkan kericuhan di rumah
sakit milik Pemko Pematang Siantar itu.
Togar Samosir (35), suami Hormaida, tak terima dengan kematian istri
dan anaknya. Protes senada juga dilontar adik Hormaida, Minda Sidabutar
(34). Mereka tak mau membawa jenazah Hormaida dan bayinya sebelum
manajemen RS dr Djasamen Saragih mengakui insiden itu sebagai
mal-praktek dan mempertanggungjawabkan peristiwa maut itu.
Menurut Togar, saat dibawa ke rumah sakit itu, istrinya masih segar
bugar. Cerita bermula Minggu (22/7) sore lalu. Saat itu, sekira pukul
18.00 WIB, Hormaida merasakan perutnya mules. Kandungannya memang telah
bulan kesembilan.
Togar lalu membawa istrinya ke rumah bidan R Manurung di Jl.
Narumonda Bawah, Gg. Cabe, Siantar Timur, atau sekira 200 meter dari
rumah kontrakannya.
Sang bidan lalu mengatakan masa persalinan Hormaida tiba. Karena itu,
ia menyuruh Hormaida berbaring, istirahat di tempat tidur ruang
praktiknya. Sekitar pukul 21.00 WIB, Hormaida merasakan perutnya
semakin mules.
Karena kondisinya sangat lemah, sang bidan menyarankan Hormaida
segera dibawa ke rumah sakit. Hormaida sangat lemah karena kondisi
tangan kirinya yang buntung. Itu yang membuatnya sulit untuk mengeden.
Sekira pukul 23.00 WIB, dibantu Minda Sidabutar, Togar membawa
istrinya ke RSU dr Djasamen Saragih. Bidan R boru Manurung juga turut
serta. Setiba di rumah sakit itu, karena kondisinya sangat lemah, sang
bidan meminta pihak medis di sana menggelar operasi caesar untuk proses
persalinan Hormaida. Namun karena dokter spesial kandungan rumah sakit
itu belum tiba, Hormaida disuruh berbaring dahulu.
Tapi hingga dini hari pukul 01.30 WIB, dokter yang ditunggu tak juga
datang. Saat itu kondisi Hormaida telah semakin menunjukkan tanda-tanda
segera melahirkan. Ia telah mengalami pecah ketuban dan ’buka satu’
(istilah persalinan red). “Di sinilah para perawat itu
atau pegawailah itu namanya aku tak tahu, justru memaksakan istriku
melahirkan secara normal, bukan operasi,” geram Togar.
Proses melahirkan yang memakan waktu lebih sejam atau sekitar pukul
03.00 WIB, akhirnya membuat Hormaida berhasil melahirkan bayi laki-laki.
Tapi sesaat usai melahirkan, wajahnya mendadak pucat bak kapas. “Dia
mengalami bludding dan itu membuat kakakku lemas dan tak ada pergerakan,” jelas Minda.
Kondisi Hormaida yang jadi tampak kritis usai melahirkan kontan
membuat Togar syok tak karu-karuan. Ia lalu memaksa pihak medis yang
rata-rata perawat berstatus magang itu segera membawa istrinya ke ruang
ICU. Edan!!! Permintaan mendesak itu, menurut Togar, malah dijawab
dengan segala tetek bengek prosedur yang ujung-ujungnya: duit.
Saat ngotot mendesak medis membawa istrinya ke ruang ICU itulah sang
bayi mendadak tewas. Dan tak sampai 10 menit kemudian, Hormaida pun
‘menyusul’. Ibu tewas dengan kondisi memeluk mayat bayinya. Kondisi
tragis itu kontan membuat Togar dan sanak saudaranya menangis histeris.
“Jujur aku menggunakan Jampersal (Jaminan Persalinan) untuk proses
persalinan ini, makanya aku yakin pihak rumah sakit jadi tidak serius
menanganinya. Aku kecewa karena mereka sama sekali tidak
bertanggungjawab!!!” geram Togar, sangat emosi.
Atas insiden ini, Wakil Direktur (Wadir) III RSU dr Djasamen Saragih,
dr Maya Damanik hingga kemarin mengaku pihaknya masih menggelar
investigasi para perawat yang menangani proses persalinan maut Hormaida
dan bayinya. “Kita akan bertanggungjawab dan akan menemui keluarga
korban guna membantu sekedar tapi itu bukan berarti kita mengakui
kesalahan ada di pihak kita (rumah sakit),” tegas dr Maya pada POSMETRO.
Pengakuan dr Maya yang akan mengutus orangnya ke rumah duka keluarga
Hormaida ternyata bohong. Setidaknya hingga kemarin malam pukul 20.00
WIB, Togar yang dikonfirmasi, mengaku tidak ada menerima kedatangan
utusan dari manajemen RS dr Djasamen Saragih.
Togar, yang usai insiden itu akhirnya membawa jenazah istri dan
bayinya ke kampung halaman di Parbeokan, Huta Pardomuan Nauli, Nagori
Tangga Batu, Kec. Hatonduhan, Simalungun (sekira 40 Km dari Pematang
Siantar), mengaku diiming-imingi pihak rumah sakit yang mengaku akan
memberi ganti rugi atas kesalahan dalam prosedur penanganan persalinan
Hormaida.
“Salah seorang perawatnya mengatakan itu pada kami saat aku
menolak membawa mayat istri dan anakku. Kalau keluargaku akan diberi
ganti rugi atas kesalahan medis itu. Tapi apa!? Mereka memang jahat dan
pembohong!” Togar sangat emosi. “Pembunuh orang itu, Bang,” timpal Milda
pada POSMETRO.
Kematian tragis Hormaida juga membuat syok anak pertamanya, Welly
Samosir. Saking syok, bocah berumur 2,5 tahun itu beberapa kali pingsan.
Welly, bocah pintar, itu syok karena ia melihat langsung detik-detik
ibu dan adiknya itu meninggal.
Akibat insiden itu, Togar, yang supir Angkot, itu berjanji akan
membawa kasus ini ke pihak berwajib. “Kalau memang mau melahirkan normal
saja, kenapa harus dibawa bidan itu (istriku) ke rumah sakit. Harusnya
dioperasi, tapi dia dipaksa melahirkan dengan kondisi lemah,” ungkap
Togar sambil menangis. Hingga kemarin, POSMETRO yang turun ke rumah
duka, masih menyaksikan suasana histeris di sela tubuh kaku Hormaida
yang tangan kirinya buntung, bersemayam di samping jenazah bayinya.
(Posmetro-medan)
0 Comments