Desa Tanjung Unta, Landmarknya DesaTambun Raya Simalungun. Foto Pdt Defri Judika Purba STh |
Tambun Raya, begitulah desa ini
disebut. Tapi orang di luar desa ini lebih sering mengenal dengan sebutan Tambun
Rea. Secara administratif kewilayahan, desa ini berada di Kecamatan Pamatang
Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Untuk menuju desa ini, kalau kita
berada di Siantar, kita membutuhkan waktu tempuh satu setengah jam. Dengan
menaiki mobil, kita akan menuju simpang dua, kemudian mobil kita belokkan menuju
jalan besar Sidamanik.
Kita akan disuguhi jalan yang
lumayan rusak. Kalau kita berkenan menoleh kiri-kanan sepanjang perjalanan, jalanan
yang rusak itu tidak akan menghasilkan sebuah keluhan, karena kita akan
disuguhi persawahan yang luas.
Dimana kita dapat melihat para
petani bekerja, padi sudah mulai menguning, dan perkampungan yang unik (ada
sebuah kampung yang kita lewati dimana hewan peliharaan penduduk masih bebas
berkeliaran).
Kita akan melewati Desa Manik Rambung,
Siborna, Tiga Bolon, Pongkalan Buttu dan Sarimatondang. Melewati Desa
Sarimatondang, perjalanan akan lebih mengasyikkan karena kita akan disuguhi
pemandangan yang segar.
Perkebunan teh milik PTPN IV.
Kalau kita beruntung kita dapat melihat karyawan pemetik teh bekerja. Hamparan
kebun teh yang luas tentu akan membuat pikiran kita disegarkan. Rasa capek
dalam perjalanan tidak akan terasa. Kita dapat melihat perkebunan teh ini,
sampai mobil kita menuju Desa Manik Saribu.
Melewati Desa Manik Saribu, mobil
kita akan sampai di persimpangan. Masyarakat biasanya menyebut Simpang Gorbus.
Arah kanan menuju Desa Sirube-rube, Gunung Purba, Sipintu Angin, sampai
akhirnya tembus ke Tigarunggu.
Untuk menuju Desa Tambun Raya
kita akan berbelok ke kiri, menyusuri hutan lindung yang ditanami pinus dan
areal PT TPL yang ditanami kayu putih (kalimpus). Jalan raya sudah tergolong
bagus, karena sudah masuk kategori jalan wisata.
Kesejukan udara sungguh sangat
terasa. Kalau kita menaiki mobil yang ber-AC sungguh rugi rasanya kita menutup
kaca mobil kita. Matikan Acnya, turunkan kaca, maka nikmatilah udara segar yang
menerpa wajah kita.
10 menit perjalanan dari Simpang
Gorbus, maka bersialah untuk terkesima, karena kita akan disambut kemegahan
alam, Danau Toba yang terhampar luas. Danau yang terkenal sampai ke manca
negara.
Kita akan sampai di perkampungan
kecil (Pematang Tambun Raya), dan sebuah simpang ke arah kanan akan membawa
kita menuju Desa Tambun Raya. Jalan yang menurun dengan kondisi jalan yang
rusak, akan menemani perjalanan kita.
Desa Tambun Raya juga dapat
dikunjungi dari arah Parapat, dimana kita akan berbelok di Tanjung Dolok arah
kiri menuju Simarjarunjung. Kita akan melewati Desa Juma Harangan, Huta Mula,
dan bertemu dengan Desa Pamatang Tambun Raya.
Sampai di Pematang Tambun Raya,
kita akan berbelok ke kiri menuju Tambun Raya. Jalan lain juga dapat di tempuh menuju
Desa Tambun Raya. Orang sudah banyak mengenal Tigaras.
Dari Tigaras, kalau kita terus
menyusuri jalan arah ke Tanjung Unta, kita juga akan sampai di Desa Tambun Raya.
Masyarakat di desa ini sebagian besar menggantungkan kebutuhan hidupnya dengan
bertani, berdagang, dan wiraswasta (keramba dan buka warung).
Penduduk Mayoritas Petani
Untuk mereka yang bekerja ke
ladang, semangat dan daya juang mereka yang sangat tinggi dibuktikan dengan
menaklukkan pebukitan yang menjulang tinggi, dengan sudut kemiringan hampir 45
derajat.
Setiap hari lutut dan otot mereka
dilatih untuk mendaki pebukitan. Di ladang mereka biasanya menanam kacang
tanah, cabe, dan jahe. Sementara tanaman keras yang bersifat musiman juga
tersebar di setiap ladang mereka.
Mangga, durian, cengkeh, petai
merupakan andalan setiap keluarga untuk menopang ekonomi pada saat-saat
tertentu. Terbatasnya tanah yang diusahakan membuat setiap keluarga harus berpikir
ekstra untuk mengusahakan penghasilan dari tempat yang lain.
Maka jadilah, ada di antara
mereka, suami bekerja di ladang, sementara istri pergi berjualan. Untuk mereka
yang bermata pencaharian sebagai pedagang, hari Rabu, Jumat, dan Minggu
merupakan hari yang diharapkan.
Mereka akan membawa jualan mereka
ke pekan sait buttu (rabu dan minggu) dan pekan
Sarimatondang (jumat). Yang
mereka jual beragam. Ada bawang , sayur-mayur, tapi yang lebih banyak adalah
menjual ikan nila, mas, dan pora-pora. Ikan ini diperoleh dari mereka yang
mempunyai keramba di desa tersebut.
Ada hubungan yang unik diantara
mereka. Pedagang dan pemilik keramba. Karena modal yang sangat besar, terutama
untuk membeli pakan, pemilik keramba tidak sanggup membesarkan ikan sampai pada
batas waktu yang wajar.
Seyogianya ikan itu akan dijual
serentak kepada pembeli/ tokeh. Tapi karena keterbatasan modal, maka ikan diecer
kepada para pedagang. Kehidupan sosial di desa ini dapat kita analisa dari
bentuk rumahnya.
Masih banyak rumah yang didirikan
dengan mengambil jarak dari tanah (martukarang). Model rumah ini tentu
mengambil bentuk dari tantangan dan manfaatnya. Manfaatnya, di bawah rumah
mereka dapat menyimpan kayu bakar dan barang2 lain.
Tantangannya sebagai antisipasi
dari hewan peliharaan untuk tidak masuk ke rumah. Model rumah yang lurus berderet
tentu menghadirkan kehidupan sosial yang komunal. satu rumah satu dinding dengan tetangga kiri
kanan.
Sebuah kondisi dimana kehidupan
haruslah dijaga seharmonis mungkin. Tentu tidaklah elok, bermusuhan dengan
tetangga yang nota bene satu dinding dengan kita. Kehidupan sosial yang lain
mengambil bentuknya ketika hari sudah mulai malam.
Pada umumnya kaum bapak, pemuda
akan menghabiskan malam itu dengan mengunjungi warung tuak. Sementara Para ibu tinggal di rumah menonton TV atau
langsung tidur.
Di desa ini ada empat kedai tuak
dan setiap malam selalu ramai. Warung tuak bermanfaat untuk melepaskan
kepenatan setelah seharian bekerja di ladang dan melepaskan unek-unek di hati.
Segala topik dibahas di tempat ini.
Mulai dari kejadian tingkat lokal
sampai internasional. Setiap orang tiba-tiba berubah menjadi pengamat politik
yang handal dan tukang analisa ekonomi yang handal. Lebih pintar dari politikus
di senayan, dan lebih ahli dari ahli ekonom kwik kian gie.
Pemerintah dijelek-jelekkan,
pekerja di gereja kena semprot, malah yang kebih parah akibat pengaruh bius
alkohol yang semakin tinggi istri dan anak kadang juga dijelek-jelekkan.
Coba kita bayangkan..betapa buruk
bukan pengaruh alkohol yang tidak dapat dikendalikan? Berada dan melayani di
desa ini, sungguh suatu anugrah yang besar.
Begitu banyak hal yang unik yang
dapat saya pelajari. Tantangan pelayanan beragam. Dari tingkat kepedulian yang
kurang ke gereja, tingginya ikatan adat, lesengnya, semangat hidupnya dll.
Semuanya adalah mutiara hidup
yang sangat berharga. Sebuah kisah yang indah kelak akan tertulis dalam
lembaran pengalaman hidupku, bahwa Dia begitu baik, telah memberikan kesempatan
bagiku, melayani di desa ini. Desa yang indah, eksotis, komunal, dan tenang.
Solideo Gloria. (Oleh: Pdt Defri Judika Purba STh)
Foto Pelayanan Pdt Defri Judika Purba STh di Tambun Raya Simalungun. |
0 Comments