Peneliti: Kotoran Babi Bawa Virus
Hepatitis E
Jakarta- Ketua Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia, Rino A Gani, mengatakan kotoran babi dapat menjadi
media perantara yang membawa virus hepatitis E.
Desa Nagori Salbe di Kabupaten
Simalungun yang merupakan tempat mengalirnya pembunangan limbah ternak babi
yang berasal dari PT Allegrindo Nusantara melalui sungai Silali setiap hari
limbah cair dan padat sebanyak 1200 ton dibuang disungai Silali mengalir ke
Danau Toba melalui Desa Nagori Salbe.
Diharapakan dinas2 terkait di Kabupaten
Simalungun segera mengirim team untuk mengantisipasi keadaan sebelum jatuh
korban jiwa.
“Babi yang merupakan hewan ternak
dapat menjadi perantara virus hepatitis E,” ujarnya saat dijumpai di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, Selasa.
Rino menjelaskan pola penyebaran
hepatitis E hampir sama dengan pola penyebaran hepatitis A yang tertular
melalui makanan serta minuman yang terkontaminasi kotoran atau tinja.
Tiga wilayah yang terdeteksi
menjadi lokasi penyebaran virus hepatitis E adalah Kalimantan Barat, Bali, serta
Lombok.
“Hal itu disebabkan tiga lokasi
ini merupakan daerah yang masyarakatnya banyak memelihara babi,”kata Rino.
Kotoran babi adalah perantara
yang membawa virus hepatitis E dan dapat ''terbawa'' kepada makanan lewat
tangan yang belum dicuci bersih, terutama bila tangan telah terkontaminasi
kotoran babi.
“Saat tangan menyentuh makanan
dan masuk ke dalam mulut, maka itu sudah menjadi penyebab hepatitis E,”tambah
dia.
Ia mengatakan mitos hepatitis
dapat tertular melalui udara adalah salah, karena hepatitis A dan E hanya
tertular secara oral atau melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
kotoran.
“Hepatitis A dan E tertular
secara oral, lewat makanan. Namun hepatitis B dan C tertular melalui darah atau
luka yang terbuka,” imbuh dia. (Antara/Berbagai Sumber)
Misteri Menularnya Penyakit Babi dan Obat Pakan Terlarang yang Dipakai PT Allegrindo Nusantara
Simalungun
Belum lagi hilang ingatan kita tentang setiap hari
Selama 16 Tahun 1200 ton kotoran ternak dibuang
ke Danau Toba melalui Sungai Silali, Kabupaten Simalungun. Anggota DPRD
Sumut Sopar Siburian SH MKn kaget, bukan PT Aquafarm ternak ikan keramba apung
saja yang mencemari air Danau Toba, ternyata PT Allegrindo Nusantara lebih
dahsyat lagi.
Kalau Aquafarm perusahaan asing asal Swiss ini
membuang 100 ton pelet setiap hari, PT Allegrindo Nusantara membuang kotoran
ternak babi dalam bentuk limbah cair 1200 ton setiap hari.
Hasil penelusuran kami di desa Urung Pane dan Desa
Togu Domu Nauli Salbe di Kabupaten Simalungun didapati informasi sangat
mengejutkan : bahwa bukan pencemaran lingkungan saja yang menghantui kedua desa
tersebut. Namun kenyataannya dari obat pakan yang dipergunakan PT Allegrindo
Nusantara diyakini sangat mempengaruhi kesehatan dan dampak dari pemakaiaan
obat pakan tersebut sangat berbahaya.
Hasil observasi kami selama 2 bulan di desa dimaksud
dan keterangan dari pekerja PT AN yang tidak mau disebut namanya kepada penulis
mengatakan bahwa sudah selama 17 tahun PT AN mencampur bahan pakan ternak
tersebut dengan Obat pakan yang sudah dilarang dipakai di Amerika Serikat
bahkan negara tetangga kita Singapore dan Malaysia
sudah puluhan tahun melarang pemakaian obat tersebut.
Nama obat tersebut dikalangan peternak Babi di Sumut
lazim disebut " BETTA ARGONISE " dan perkermbangan sekarang dikemas
dalam bentuk pail dipulau jawa dikenal dengan nama “GROWBAC ATAU GROWMAX”.
Cara pakai obat tersebut yang berbentuk bubuk yang
dijual dipasar gelap seharga Rp 2.500.000 perkg sangatlah mudah. Untuk babi
potong yang akan dijual dipasaran 2 minggu sebelum dijual dipakan ternak
tersebut dicampur obat tersebut (dengan rasio 2 gram bubuk "BETTA ARGONISE"
dicampur 1000 kg pakan ).
Efek ekonomis yang didapat PT AN atas pemakaian obat
tersebut adalah dimana pada masa pertumbuhan atau Grower ditubuh babi banyak
terdapat lapisan lemak dengan adanya obat dimaksud dalam waktu 15 hari dapat
mengurai lemak menjadi daging merah yang tentunya lebih mahal dibandingkan
lemak babi.
Perlu kita ketahui bahwa setiap ekor babi yang dijual
dipasaran yang rata2 beratnya 100 kg dikategorikan kwalitet super atau paling
bagus jika setelah pemotongan setiap ekor babi dapat menghasilkan daging merah
segar seberat 40 kg.
Kwalitet yang paling jelek hanya dapat menghasilkan
20 kg daging merah segar. HaL inilah yang merangsang PT AN untuk menggunakan
obat dimaksud bayangkan Harga Daging merah dipasaran sekarang Rp 50.000/kg
sedangkan daging lemak hanya Rp 20.000 /kg atau selisih Rp 30.000 perkg.
Dapat kita bayangkan untuk seekor babi dapat dihemat
Rp 30.000 x 20 kg = Rp 600.000,- dikalikan setiap bulan PT AN menghasilkan
6.000 ekor babi. Wowww cukup mengiurkan dengan memakai obat dimaksud dapat
menghemat 6.000 ekor x Rp 600.000 = Rp 3.600.000.000/ bulan.
Tapi pernahkah kita menghitung atau meneliti akibat
dari pemakaian obat "BETTA ARGONISE" yang sudah dilarang oleh negara
maju, berbagai penyakit Jantung, kanker dan kerusakan otak dan paru2 akibat
mengkonsumsi daging babi yang telah dicampur obat tersebut.
Apalagi kita ketahui mayoritas penduduk di Kabupaten
Simalungun adalah nasrani yang rata2 mengkomsumsi daging babi. Sebenarnya
dipasar penjualan daging babi kita dapat membedakan mana daging babi yang ada
dan tidak memakai obat dimaksud dengan cara sbb biasanya para pedagang daging
babi memotong ternaknya di Rumah potong subuh menjelang pagi sehingga pada jam
6 pagi sudah dapat dijual dipasar.
Jadi antara jam 6 sd jam 10 pagi keadaan daging masih
segar berwarna merah segar, tetapi kalau ternak dimaksud memakai obat "
BETTA ARGONISE " diatas jam 11 siang postur daging sudah berubah agak
keras dan mulai berubah warna merah kekuning2an,
sedangkan daging yang tidah memakai obat dimaksud
dapat bertahan hingga sore hari.
Efek lain yang jelas apabila daging yang memakai obat
tersebut digoreng atau dipanggang lebih keras postur dagingnya . Sebenarnya
kita yakin Dinas peternakan TK I dan TK II serta BPPH sumut pasti tahu
peredaran obat dimaksud namun kenapa mereka enggan turun menindak pemakaian
obat dimaksud. Apakah setelah jatuh korban nyawa manusia baru buru buru terjun
kelapangan.
Dari ahli peternakan dan peneliti hewan di Simalungun
kita dapati informasi bahwa sejumlah ternak di PT AN sudah terserang virus PRRS
(Porcine Reproductive & Respiratory Syndrome )dan virus PCV2 (Porcine
Circovirus Tipe 2 ) yang dominan menyerang paru paru dan otak ternak babi.
Bukti nyata dilapangan para peternak yang membeli
ternak babi PT AN sering mendapati ternak babi sering tiba2 mati sebelum
dipotong dengan ciri mulut dan hidung berdarah dan Paru2 babi penuh lubang
serta warna menjadi hitam dan lengket ketulang rusuk ternak.
Informasi yang kita dapatkan dari pekerja yang
bekerja dikandang ternak PT.Allegrindo Nusantara sering menemukan ternak yang
mati dengan gejala dimaksud cuma mereka tutupi atas perintah pemilik
peternakan.
Benar atau tidak kaitan dengan penyakit tersebut bisa
menyerang kepada manusia nyatanya sejak peternakan ini berdiri sudah ada diatas
10 orang pekerja yang meninggal dengan ciri penyakit radang paru paru dan otak.
Umumnya para pekerja yang meninggal
dirumah pribadi setelah berhenti bekerja karena
kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja.
Informasi ini sudah beredar sampai dengan beberapa
LSM dan aktivis mahasisawa disejumlah perguruan tinggi di Sumut. Untuk ini kita
minta pihak yang berkompeten segera turun memeriksa kondisi dimaksud sebelum
timbul korban lebih banyak.
Demikian email yang diterima penulis dari seseorang
yang peduli dengan lingkungan Danau Toba Kabupaten Simalungun yang meminta
untuk di naikkan di Blog Berita Simalungun ini. (Asenk Lee Saragih-Rosenman
Manihuruk)
0 Comments