Pengunjung ramai mandi di Danau Toba saat liburan Imlek, Sabtu (1/2). (Foto: Taman) |
PARAPAT - Liburan Tahun Baru Imlek 2014 dimanfaatkan
sekaligus oleh warga untuk liburan. Salah satu daerah tujuan wisata
Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, tampak dipadati pengunjung.
Bahkan, lebih kurang 1.500 kamar hotel berbintang dan kelas melati sudah
full karena sebagian besar sudah dibooking seminggu sebelumnya.
Pantuan METRO SIANTAR, Sabtu (1/2), membludaknya pengunjung
menyebabkan jalan macet, antara lain di gerbang masuk. Kendaraan roda
empat dan roda dua mengantri mendapatkan tiket. Sebagian bahkan memilih
berjalan kaki masuk ke wilayah wisata itu.
Menurut Sidabutar (38), salah seorang pengusaha hotel di Parapat,
sejak Jumat hingga Sabtu (31/1) kamar sudah dipenuhi wisatawan dengan
tarif bervariasi mulai Rp300 ribu hingga Rp1 juta.
Dia memperkirakan, selama dua hari libur Imlek, Parapat bisa menghasilkan uang Rp5 miliar yang didapat dari sewa kamar hotel, parkir, restoran dan rumah makan, penyewaan transportasi air seperti kapal penumpang, speedboad, dan sepeda air.
Dia memperkirakan, selama dua hari libur Imlek, Parapat bisa menghasilkan uang Rp5 miliar yang didapat dari sewa kamar hotel, parkir, restoran dan rumah makan, penyewaan transportasi air seperti kapal penumpang, speedboad, dan sepeda air.
H Sinaga (38), pedagang suvenir dan penyedia jasa sewa tikar mengaku,
ia mendapatkan penghasilan Rp500 ribu per hari dari menyewa alas duduk
untuk para pengunjung di pantai. “Tapi ini kemungkinan hanya tiga hari.
Setelah itu Parapat kembali sepi,” ujarnya.
Bukan hanya warga Parapat yang mendapat berkah. Sarifin (29),
pedagang kacamata yang datang dari Kota Tebing Tinggi, mengaku bisa
menjual 50 buah kacamata dalam sehari. “Sudah menjadi tradisi bagi saya,
jualan kacamata di saat hari besar,” sebut Sarifin.
Berdasarkan pantauan, lokasi parkir kendaraan di tiap hotel juga
tampak padat, sehingga Pagoda Open Stage di jantung kota ‘disulap’
menjadi arena parkir ratusan sepedamotor dan mobil.
Namun, di tengah keramaian itu, sejumlah pengunjung mengaku kecewa
karena minimnya hiburan yang ditawarkan. “Nggak ada pilihan. Hiburan
yang disuguhkan hanya band lokal dan music keyboard. Tak ada atraksi
budaya.
Selain itu, kerajinan tangan kuliner mulai tersisihkan,” kata Meli
(35), seorang pengunjung asal Tebing Tinggi. Meli yang datang berlibur
bersama keluarga dan teman-temannya, mengkritisi ketiadaan standar harga
di Parapat, terutama untuk suvenir dan makanan.
“Kita sedikit khawatir jika ingin makan. Katanya harganya mahal.
Memang ada beberapa rumah makan mencantumkan label harga di setiap menu.
Tapi kebanyakan tidak mencantumkan,” ujar Meli
Momen liburan memang ditunggu pelaku bisnis di Parapat. V Br Silalahi
(36), pedagang mangga di pinggir Jalinsum Parapat-Siantar, mengaku
momen itu dimanfaatkan sebaik mungkin. “Cuma sekali setahun ramai. Jadi
harus dimanfaatkan kedatangan wisatawan mengembalikan kerugian selama
ini,” akunya.
Tentang kenaikan harga tak wajar, Boru Silalahi mengakui itu terpaksa
dilakukan. “Biasalah itu. Namanya juga sekali setahun. Wajar kita
mencari untung. Tapi kalau ada ditemukan mangga busuk, kita tidak
sengaja memasukkannya. Itu datang dari pohonnya. Kita juga tak ingin
pembeli kecewa,” ujarnya. (th/spy)
Sumber : Metro Siantar
0 Comments