Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Mengenang Seniman Simalungun L Saragih (Anjuau) Pematang Raya

[Bapatua+L+Saragih+T+br+Damanik+(Alm).JPG]
Foto saat Pesta Manjalo Tungkot dan Dudaduda

Bapatua L Saragih Inang Tua Br Damanik

di P Raya 23 Desember 2008. Foto Asenk Lee Saragih.

Lima Tahun Sudah, Bapatua L Saragih, Seniman Simalungun tanpa pamrih meninggalkan duniaya. Namun hingga kini cita-citanya untuk membangkitkan generasi seniman muda Simalungun masih terus terngiang ditelinga. Namun apa daya, keprihatinannya soal generasi muda Seniman Simalungun terus bergelora. Lalu siapa yang peduli?

Kini Bapatua dan Inang Tua Ini Sudah Berada Disisi Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa

*********

 (Sebuah Tulisan Hasil Wawancara Saya Asenk Lee Saragih Dengan L Saragih Tahun 2008 Lalu dan Dimuat di www.indosiar.com, Batak Pos dan Majalah Sauhur Simalungun)

Budaya Seni Simalungun Punah di Negeri Sendiri

www.indosiar.com, Simalungun - Generasi penerus budaya dan seni Simalungun kini hampir punah. Minat generasi muda Simalungun untuk menggeluti budaya dan seni Simalungun kini semakin pudar, dan bahkan hampir dikatakan sirna. Untuk melestarikan budaya dan seni tersebut, dibutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Demikian dikatakan oleh L Saragih, salah satu Pengrajin Alat Tradisional Budaya Simalungun kepada kontributor indosiar.com ketika ditemui di kediamannya “Anjuau” di Jalan Sudirman Pematang Raya, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun beberapa waktu lalu.

Menurut L Saragih, minat pemuda Simalungun untuk belajar budaya Simalungun kini jarang ditemukan. Untuk melestarikan budaya tradisional Simalungun, perhatian Pemerintah Kabupaten Simalungun masih minim. Dikatakan, sejak tahun 1958, dirinya menggeluti pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun, hingga kini belum ada generasi penerus untuk melestarikan budaya tradisional tersebut.

L Saragih menambahkan bahwa dirinya kini masih aktif membuat cinderamata tradisional Simalungun seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih terbuat dari besi kuningan).

Selain itu, juga aktif membuat Gotong (topi khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).

Menurut Saragih, selain membuat alat tersebut, dirinya juga aktif memainkan Gondrang 7 hata (gendang 7 buah), Sordam (suling dua lobang), Suling, Sarunei (serunai kayu). Saragih juga pernah meraih sejumlah prestasi dalam Lomba Musik Tradisional di Simalungun.

Selain meraih juara satu Umum Tortor Sombah (tarian Raja Simalungun) pada HUT TNI ke- 55 tahun 2000 lalu, dirinya juga pernah meraih juara satu Gondrang Simalungun dalam pesta Budaya Simalungun “Rondang Bintang” di Haranggaol tahun 1998.

Dikemukakan, menggeluti pengrajin ukiran dan seni tradisional Simalungun merupakan profesi yang menjanjikan. Diakuinya, L Saragih mampu menyekolahkan lima anaknya hingga keperguruan tinggi dari profesi pengrajin alat tradisional Budaya Simalungun.

“Cinderamata dan seni tradisional budaya Simalungun kini masih langka dijumpai. Harga cinderamata budaya Simalungun tergololong mahal. Harga satu set Gotong mencapai Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Harga ditentukan dengan jenis cinderamata,” ujar pria kelahiran Pematang Raya tahun 1958 ini.

Menurutnya, jika Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memperhatikan pelestarian Budaya Tradisional Simalungun tersebut, dikhawatirkan generasi pengrajin alat dan seni Budaya Tradisional Simalungun akan punah.

Dirinya menghimbau agar pemerintah setempat memasukkan program-program muatan local, seperti keterampilan dan seni Budaya Simalungun di di sekolah-sekolah. Hal itu penting untuk mengembangkan seni dan budaya Simalungun di negeri sendiri. (Kontributor:Rosenman Saragih)
http://www.indosiar.com

 **********

Selamat Jalan Seniman Simalungun Tanpa Pamrih Batua Tercinta L Saragih

“Sanina Asenk….Domma Marujung Bapa Ambia, Patugah bani keluarganta haganupan” (Saudara Asenk….Ayah telah dipanggil Tuhan) begitu suara Abang John T Saragih dari Rumah Sakit Harapan Siantar, Jumat 25 Desember 2009 sekira pukul 22.30 WIB. Seniman Simalungun ini dikebumikan Senin 28 Desember 2009 di P Raya.

"Selamat Jalan Bapatua, Nama dan Karyamu Akan Kami Kenang Sepanjang Hidup Kami"

Sontak saya meneteskan air mata usai menerima telepon itu. Sungguh kehilangan. Sosok Bapatua L Saragih, adalah ayah yang sederhana dan peduli terhadap keluarga, terutama akan Budaya, Adat Simalungun.
Berbuat untuk Seni Simalungun, sudah ditorehkannya sejak masa mudanya. Dia bukan asli marga Simalungun, tapi di adalah Saragih Simarmata. Namun marga baginya bukan untuk penghalang dalam memajukan Adat, Budaya, Seni Simalungun.Secara pribadi saya mengenalnya sungguh baik. 
 
Dalam membina rumah tangga Bapatua tercinta ini selalu mengutamakan keharmonisan dan musyawarah. “Holong” kasih sungguh mengalir dalam tubuh dan jiwa Bapatua ini semasa hidupnya.
 
Kami sungguh kehilangan seorang Seniman Simalungun tanpa pamrih dari Negeri ini. Sungguh kehilangan. Kami berharap ada yang dapat melanjutkan cita-cita luhur dari Almarhun dalam melestarikan Seni, Budaya dan Adat Simalungun yang kita cintai ini. Dibawah ini tulisan saya ketika masa hidup Bapatua tercinta tersebut. Sosok Bapatua ini telah saya tulis dan dimuat di Harian Umum Batak Pos dan Majalah Sauhur Simalungun tahun 2008 lalu.
 
Hanya tulisan ini yang bias saya buat untuk Bapatua dan Inang Tua tercinta yang lebih dulu dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa ke sisi Nya. 
 
Tokoh Seniman Simalungun Manjalo Tungkot dan Duda-Duda
Prihatin Dengan Generasi Simalungun
Foto saat Pesta Manjalo Tungkot dan Dudaduda di P Raya 23 Desember 2008. Foto Asenk Lee Saragih.
 
Menerima “Tungkot dan Duda-duda” (Seperangkat Tongkat dan Gilingan Sirih) dari seluruh anak dan cucu merupakan penghargaan mulia bagi orang tua Simalungun dan juga penghargaan tertinggi secara Adat Simalungun kepada orangtua. 
 
Pesta “Mambere Tungkot dan Duda-duda” merupakan suatu kehormatan kepada orang tua sebagai pencerminan dalam menjalankan Hukum Taurat yang ke lima.Pemberian “Tungkot dan Duda-duda” kepada orang tua adalah Adat Budaya Simalungun yang harus dipertahankan oleh generasi muda Simalungun. Hal itu yang dilakukan seluruh anak dan cucu dari Ludianus Saragih/ T br Damanik (Anjuau) di Pematang Raya, Kabupaten Simalungun Desember 2008 lalu.
 
Pengamatan Penulis saat acara pesta berlangsung menunjukkan, Pesta Pemberian Tungkot dan Duda-duda itu sungguh bermakna terhadap pelestarian Adat Budaya Simalungun. Seluruh keluarga (tutur) yang terpaut dalam pesta itu, menikmati jalannya acara hingga selesai. Budaya gotong royong dalam “marhobas” tampak pada acara tersebut. 
 
Ribuan undangan tampak memadati tempat yang telah disediakan.L Saragih/ T br Damanik yang merupakan Tokoh Simalungun yang juga penggiat ukiran serta seniman Simalungun, tampak berbahagia mendapat Tungkot dan seperangkat Duda-duda dari seluruh anak dan cucunya.
 
John Tuah Saragih/br Siagian, anak paling bungsu dari L Saragih/ T br Damanik ini mengatakan, Pesta “Mambere Tungkot dan Duda-duda” itu sebagai ucapan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ucapan Terimakasih kepada kedua orang tua dari seluruh anak dan cucu yang telah mengabdi dalam membesarkan seluruh anaknya hingga berhasil. 
 
Rasa prihatin L Saragih terhadap generasi muda Simalungun dalam mengabadikan Seni, Adat Istiadat Simalungun patut menjadi perhatian semua pihak khususnya Tokoh Simalungun. L Saragih, yang merupakan salah seorang Tokoh Seniman (pengrajin ukiran kayu dan logam Tradisional Budaya Simalungun kepada Penulis menuturkan, minat pemuda atau generasi muda Simalungun untuk belajar Budaya, Adat dan Seni Simalungun kini sudah jarang ditemukan di Simalungun. 
 
“Sementara upaya melestaraikan budaya tradisional Simalungun, perhatian Pemerintah Kabupaten Simalungun masih minim. Adat, Budaya dan Seni Simalungun kini bisa hilang di Simalungun.Menurut L Saragih, sejak tahun 1958 dirinya menggeluti pembuatan ukir-ukiran logam kuningan Budaya Tradisional Simalungun. 
 
Bahkan hingga kini belum ada generasi penerus untuk melestarikan budaya tradisional, termasuk anak-anaknya. “Tidak ada lagi generasi muda Simalungun yang mau menggeluti pembuatan ukiran Budaya Simalungun, dan juga seni musik tradisionalnya. Ini di kwatirkan, adat budaya Simalungun akan punah dikampung sendiri. Padahal Budaya Daerah itu merupakan aset bangsa,”ujarnya.
 
Kini L Saragih sudah jarang menggeluti progesinya sebagai pemmembuat cenderamata tradisional Simalungun seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih, terbuat dari besi kuningan).
 
Alasan kurang aktinya lagi dalam progesi itu karena kesehatan. Sebelumnya L Saragih aktif membuat Gotong (topi keagungan khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).
 
Menurut Saragih, selain membuat alat tersebut, dirinya sebelumnya juga aktif memainkan Gondrang 7 hata (gendang 7 buah), Sordam (suling dua lobang), Suling, Sarunei (serunai kayu). Saragih juga pernah meraih sejumlah prestasi dalam Lomba Musik Tradisional di Simalungun.
 
Selain meraih juara satu umum Tortor Sombah (tarian Raja Simalungun) pada HUT TNI ke- 55 tahun 2000 lalu, dirinya juga pernah meraih juara satu Gondrang Simalungun dalam pesta Budaya Simalungun “Rondang Bintang” (malam hiburan) di Haranggaol 1998.Menurutnya, menggeluti pengrajin ukiran dan seni tradisional Simalungun merupakan profesi yang menjanjikan. 
 
Diakuinya, L Saragih mampu menyekolahkan lima anaknya hingga keperguruan tinggi dari profesi pengrajin alat tradisional Budaya Simalungun.“Cindra mata dan seni tradisional budaya Simalungun kini masih langka dijumpai. Harga cindramata budaya Simalungun tergololong mahal. 
 
Harga satu set Gotong mencapai Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Harga ditentukan dengan jenis cendera mata,” ujar pria kelahiran Pematang Raya tahun 1958 ini.Menurutnya, jika Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memperhatikan pelestarian Budaya Tradisional Simalungun itu, dikhawatirkan generasi pengrajin alat dan seni Budaya Tradisional Simalungun akan punah. 
 
Dirinya menghimbau agar pemerintah setempat memasukkan program-program muatan lokal seperti keterampilan dan seni Budaya Simalungun di sekolah-sekolah dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal itu penting untuk menumbuh kembangkan seni dan budaya Simalungun di Tanah Simalungun. (Asenk Lee Saragih-HP 0812 7477587) BERITAKU DUA

Daftar Niombah (Anak-Menantu):

-Sumarni br Saragih/ E Tarigan (Saribudolok)
-Juli G Saragih/ M br Hutagaol (Jakarta)
-Serubabel Saragih/ K br Sipayung ( P Siantar)
-Henny Lisde br Saragih (P Raya)
-John MT Saragih/ R br Siagian (Medan/Jambi)

Pahompu (Cucu) :
- Nofritasari br Tarigan-Esfrin Jayando Tarigan-Bima Frido Tarigan
- Godpride Bonardo Saragih-Theresia br Saragih-Godsend Saragih
- Vivi Uliarni br Saragih-Heru Saragih
- (Butet) Boru Abang Jhon Saragih-br Siagian

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments