Info Terkini

10/recent/ticker-posts

DARAH SENI SIMALUNGUN MASIH ADA

Adat Simalungun

* Perhatian Bagi Penumpang Garuda Ala John ELiaman
Menganalisa Seni Simalungun ini rasanya memang tidak bisa asal main simpul. Menyatakan seni Simalungun sudah habis, punah atau mengalami degradasi juga tidak terlalu pas.
Ada persoalan, ya ada. Namun adakah optimisme, ya ada.

Memang mendengar lagu-lagu lama Simalungun relatif lebih mampu menyentuh indra seni. Melodinya dan lagunya memang lebih punya roh. Memang berbeda dengan rata-rata karya seni Simalungun sekarang, yang muncul lalu tenggelam begitu mudahnya.

Seni Simalungun memang berkembang lebih sporadis, tanpa arah dan asal ada, asal terekam untuk didengar konsumen.

Akan tetapi darah seni Simalungun itu ada dan masih kuat. DI tengah seliweran lagu SImalungun yang terus bermunculan dan banyak, satu dua melekat kuat dan enak serta indah di indra pendengaran.

Lagu boru "Boru Purba" misalnya, yang didendangkan Jhon Eliaman Saragih, tergolong mengena. Memang tidak lebih puitis liriknya karena main tembak langsung. "Anggo lang si boru Purba, mate garama ma hape." Itulah lirik main tembak langsung itu. Namun melodinya masih sangat enak didengar.

Selang beberapa tahun kemudian muncul lagu "Sayopan", "Cinta Bulung Motung", yang didendangkan Intan Saragih. Ini adalah karya seni Simalungun yang membekas dan membuat Intan dirindukan serta dipanggil untuk menyanyi di Muara Bungo, Jambi dan di acara-acara GKPS.

Betty SInaga, asal Sondi Raya, mendendangkan "Lakkahkon Ma Inang" sebuah lagu yang oleh para pemain orkes sering dibawakan di pesta-pesta pernikahan Simalungun.

Ada juga lagunya Damma Silalahi berjudul "Bapa Najubur" dengan nada yang menyayat mengenang seorang bapa yang bujur telah pergi meninggalkan keluarganya. Kekhasan SImalungun yang sulit dilukiskan dengan kalimat terasa ada dalam roh lagu ini.

Ada lagu "Marangan-angan", yang mengingatkan seorang anak yang sibuk menghabiskan waktu di parlalapan yang membuat ibundanya resah. Ini lagu yang juga membuat indra pendengaran seolah terbawa arus melodinya.

Hal-hal yang dimulai Taralamsyah, dilanjutkan Lina Damanik dengan "Tennang a Tennang", termasuk Sarudin Saragih dengan lagu "Putus Sikkolah", masih ada dan masih bermunculan.

Semua lagu-lagu di atas adalah lagu-lagu yang berkesan dan berterima di telinga pendengar Simalungun dan non-Simalungun.

Bisikan angin sepoi-sepoi aura SImalungun dalam seni masih tetap berhembus setiap waktu. Mungkin bedanya, tidak setiap waktu aura itu muncul. Ini bisa dimaklumi karena para penyanyi ini juga harus melanjutkan hidupnya, sehingga mereka harus mencari nafkah di luar industri seni. Ini membuat konsentrasi mereka surut dan bakat menyanyi dan mencipta mereka menghilang di telan waktu.

Adalah mereka yang memiliki rejeki di atas rata-rata yang bisa menuntut kualitas Simalungun yang prima. Kita harus sadari, tidak bisa semua seniman SImalungun kita harapkan seperti Taralamsyah dan Lina serta Sarudin, yang mate pe dear asal lalap manronggeng, tetapi tidak juga dihargai.

Rasanya bisa dikatakan, pendengar mapan ekonomi Simalungun itu sendiri harus menghilangkan sedikit ego, yakni ego akan kehausan lagu-lagu Simalungun tanpa peduli pada asap dapur si seniman.

Menuntut seniman itu sendiri tanpa memahami asap dapur mereka, rasanya juga tidak fair. Undanglah mereka sesekali bernanyi dengan honor yang tidak lagi sekadar level lima ratus ribu apalagi level seratus lima puluh ribu.

Jika bagi seniman musik itu ternyata membuat asap dapur mengebul, pastilah semakin banyak bakat-bakat yang bermunculan.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah, memahami seni Simalungun terkini dengan efek arus modern. Taralamsyah bisa mencipta lagu karena Simalungun zaman dulu memang hening dari hiruk pikuk pembangunan. Taralamsyah memang adalah figur luar biasa, tidak bisa dibantah soal ini.

Akan tetapi mengharapkan seniman Simalungun terkini seperti Taralamsyah, juga tidak terlalu fair. Efek modern, musik instan dalam bentuk keberadaan keyboard dengan sejuta nada sekaligus, turut memengaruhi perkembangan musik terkini.

Mencela lagu-lagu SImalungun terkini dengan menyatakan inggou telah hilang, juga tidak terlalu pas. Indra pendengaran itu juga membutuhkan variasi nada, dan akan bosan jika sepanjang waktu mendengar inggou.
Taralamsyah sendiri tidak menabukan modifikasi nada. "Hal terpenting nada Simalungun tetap ada," katanya.

Lagu genre apapun yang diciptakan seniman Simalungun sekarang, sepanjang dia mampu memboongkahkan ahap Simalungun, apalagi dengan melodi yang indah luar biasa, itupun sudah sangat luar biasa.

Tentu kepada John ELiaman Saragih, yang konon laris dipanggil, dan laris kaset, kita wajar meminta tanggung jawab moralnya. Eliaman konon adalah artis paling laris. DUit pun pasti berdatangan.
Wajarlah jika dikatakan pada Eliaman, yang marga Saragih seperti saya, "Ciptakanlah lagu atau dendangkan lagu yang tidak semata-mata tentang keberangkatan seorang kekasih di ruang tunggu Bandara Polonia. Medan."

Perhatian-perhatian, penumpang Garuda tujuan Jakarta... dst....
NOTE: Saninaku John ELiaman Saragih, lang boi marah da. Ha ha ha ha

  • Janriaman Garingging ai asi gat ni palak.hahaha naha DAMMA SILALAHI.usul hon ase i padear studio rekaman husus lagu2 simalungun baru kita bicara seni.fasilitas adalah kunci ke berhasilan.

  • Sarmedi Purba Patut diapresiasi rangkuman Simon Saragih tentang musik Simalungun dari era Taralamsyah sampai kini.

    Pertanyaan edukatif adalah di mana kita sekarang dan ke arah mama kita
    ...Lihat Selengkapnya

  • Simon Saragih Exactly Tulang. Aku sedang kebingungan definisi Inggou. Inang Lina Damanik bisa mempraktikkannya tetapi susah saya elaborasi

  • Simon Saragih Inngou itu dalam pendengaran saya memunculkan stakkato singkat. Ini muncul di ujung satu bait lirik. Kadang dia muncul di tengah. Nada Inggou tidak flat murni. Contoh pada lirik "ulang iruntun tandis si anu" huruf u diserett kadang jadi u hu atau u uuuu. Jadi not untuk huruf U tidak satu tetapi lebih dari satu dengan not yg variatif.

  • Rikanson Jutamardi Purba Bagusnya ahli etnomusikologi (Bang Setia Dermawan Purba atau @Pdt Robert Jarmerinson Saragih atau Roynaldo Hamonangan Saragih) turun tangan di sini. Tapi, paima roh dosen-dosenta ai, boi do ra napadas pemahaman diri. Inggou, menyangkut melodi (bukan lirik). Bahasa keroncongnya inggou itu: cengkok. Ada legato-legato-nya (dan ditarik panjang dan diayun, bukan dihentak seperti staccato yg dibilang Ompung Simon Petrus Saragih / Simon Saragih) itu. Nadanya pentatonik (bukan diatonik 1-2-3-4-5-6-7-1) yang bisa berupa inggou sarunei (Bang SDP, on do kan: pentatonik 2-4-5-6-7?). Menyangkut lirik, saya kagum. Dulu saya bilang, seperti lirik Gang Pegangsaan yg klasik. Ada kata-kata: 'poldung', 'panarian', 'solhot', "marpanayok', dan banyak lagi). Untuk "Urdo-urdo" ("Ulang Iruntun Kandis") itu, ketika menyanyikannya, inggou-nya ada di suku kata "i" serta "da" dan "Bo" dst.

  • Setia Dermawan Purba Berbicara ttg inggou tdk mudah mendeskrifsikannya hanya dengan kata-kata saja, tapi perlu contoh secara audio, notasi dan ritme. Kita ambil contoh lagu serma dengan-dengan : notasinya bisa dirangkum 5 6. 1. 2. 3, hanya ini saja notnya. Ilah Bolon : 5 6 1 2 3. Sitalasari : 3 5 6 7 1 2 3. Taur-taur : 5 6 1 2 3. Rambing-rambing : 5 6 1 2 3. Sayurmatua : 3 4 5 7 1. Masih banyak lagi contoh lagunya, namun jika kita simpulkan hanya lima nada yg muncul, maka disebut pentatonik. Disamping nadanya, juga harga not yg dipergunakan ditandai not setengah, seperampat, seperdelapan (triol seperdelapan) dan not seperenambelas. Hal yg penting adalah cara menyanyikannya dengan gaya meluncur hampir sama dengan glisando. Sebagai contoh lagu taur-taur : a.......le, sebelum sampai kp le..... ada nada luncur, itulah salah satu inggou. Kalau kita suruh orang yg tdk tau inggou, maka lagu serma dengan-dengan dinyanyikan sesuai dengan not asi dan ritemnya saja, karena tidak ada nada luncurnya. Sebaiknya diperdengarkan lagunya yg mencontohkan inggou. Dapat disimpulkan bawa inggou itu adalah cara menyanyikan dengan gaya meluncur/glissando/legato, memiliki notasi dan ritem khas Simalungun (ada beberapa notasi dan ritem yg ditulis atau diperdengarkan) Saya koreksi, lagu br purba itu berasal dr lagu Karo, yg dipopulerkan Reno Surbakti. Karena sdh sering didengar disimalungunkan, seolah.olah lagu Simalungun, padahal kalau yg menyanyikan Susi br Purba pasti kental kali Karonya. Demikian halnya Susi br Purba menyanyikan lagu Cinta Kalapa, penciptnya Rajes Saragih, maka sangat kental dg rengget Karonnya. Di Simalungun dikenal denagan inggounya, di Karo dg renggetnya, Melayu dg cengkoknya.

  • Simon Saragih Berarti urusan mu ma ai kan Tulang Setia Dermawan Purba, soal definisi Inggou ai.... Huserahkan ma bamu tene

  • Simon Saragih Tulang Setia Dermawan Purba: Feeling saya Inang Lina Damanik, Oma ni Jaya Silangit Purba, manurut au, pakar soal musik Talamsyah do Inang ai.

    Taralamsyah tiada lagi tetapi Inang Lina Damanik, pernah bertahun-tahun mendalaminya?


    Jika Tulang Setia mau, saya mau meminta tolong Inang Lina Damanik ke Medan menemui Tulang. Saya akan bayari Ongkosnya, penginapannya, dan honornya.

    Saya siap untuk hal-hal kecil seperti ini. Sonaha pandapotmu, Tulang?

  • Jaya Silangit Purba Inggou menurut inang lina damanik; cengkok atau ciri khas,merupakan ligato
    Sesuai hubani doding,nai do nini

  • Sarmedi Purba Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Setia Dermawan Purba itu cukup deskriptif dan berbahasa ilmiah dan dapat dimengerti semua orang, khususnya mereka yang mengerti ilmu musik. Yang dimintanya hanya contoh. Dalam buku Taralamsyah itu Simon Saragih dapat menuliskan website contoh penyanyi muda dan cantik Simalungun menyanyikan contih-contoh dimaksud di Youtube dengan paparan singkat Setia Dermawan. Dengan demikian inggou Simalungun itu terdokumentasi di dunia internasional dan dapat dipakai sebagai rujukan musikologi, karena yang mengatakannya adalah seorang ilmuwan, bukan awam atau amatir.

  • Simon Saragih Eak dahkam, tugas ni Tulang Setia Dermawan Purba soal inggou ai. Mampaima tulisan ni Tulang ai ma au

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments