Info Terkini

10/recent/ticker-posts

HINGGA TRAUMA DENGAN NAMA "TIGA RAS"

Tuan Sipolha. Dok Simon Saragih


MAAF adalah opsi utama dan dendam tidak diturunkan ke semua keturunan. Itu adalah ikrar keluarga. Namun kenangan teramat pahit masal lalu tak pernah pudar bahkan sering menjadi bahan pembicaraan keluarga dan sengaja disampaikan ke semua keturunan.

To forgive but not to forget, demikianlah tampak ikrar keluarga Tuan Sipolha yang selamat dari pembantaian di era revolusi sosial. Keluarga bersyukur dengan segala karunia yang mereka terima dari Tuhan. Keluarga Tuan Sipolha relatif maju, berpangkat, ada yang jenderal dan ada juga yang pernah menjadi dubes. Ini memperkuat rasa syukur serta mempertebal sikap maaf. "Tuhan itu sangat terasa penuh kasih dan memberi kami karunia," kata Pangsa Damanik, si pencerita.

Hanya saja nama SARAGIH RAS dan Jatongam asal Tiga Ras bagi mereka sungguh memiliki "sesuatu". Ini adalah sesuatu tentang masa lalu yang tidak saja berupa tangis tetapi juga jeritan dan ketakutan luar biasa.

Ada kebingungan, suasana chaotic di keluarga hingga ada yang merasa harus terpaksa berpura-pura mendukung eksekusi terhadap sesama saudara di dalam keluarga Tuan Sipolha agar tidak turut jadi korban.
Ada ibu hamil yang refleks dan lari ketakutan karena firasat akan turut dihabisi. Dan si ibu hamil selamat melarikan diri dengan membawa kehamilannya dan di sampingnya adalah seorang putri berusia dua tiga tahun lebih. Kemudian kandungannya melahirkan Pangsa Damanik, yang kini tinggal di Jakarta.

Si ibu yang menyaksikan pembantaian tak sekali dua kali bercerita tetapi terus bercerita dari waktu ke waktu. Ada kekalutan, kebingungan, hingga ketidakjelasan tentang siapa sebenarnya otak persis di balik pembantaian keluarga besar Tuan Sipolha. Sudah susah merajut benang kusut di masa itu, susah pula mencari logika atas keadaan saat itu. Ini karena siapa pun tidak lagi bisa mengontrol banyak hal saat itu.

Para tetangga yang mereka kira sahabat pun, yang nota bene rakyat Kerajaan Sipolha, turut beraksi menyerang. Tidak semua memang. Akan tetapi garis besar penilaian mereka, di balik semua itu adalah AE Saragih Ras dan termasuk Jatongam. Mengingat kedua nama ini keluarga punya memori tersendiri.

Memori begitu dalam, walau lagi-lagi maaf telah ditancapkan. Namun maaf tidak memutus trauma keluarga, hingga trauma ke nama desa Tiga Ras, desa asal AS Saragih Ras dan Jatongam.
Keluarga saat itu ada yang selamat melarikan diri. Keselanatan mereka terjadi karena perlindungan relasi di Tomok dari marga Sidabutar, di Ambarita, di Simanindo hingga ke Parapat.

Bagi keluarga ini, Toba suku Toba dan warga Toba, telah menjadi sasaran permintaan tolong yang memang diberikan. Bagi keluarga ini, Toba dan suku Toba adalah penyejuk karena perlindungan yang telah menyelamatkan sejumlah keluarga Tuan Sipolha dari maut.

Adalah tetangga dan Tiga Ras, dan sejumlah marga yang memiliki catatan khusus di sanubari mereka. Tidak ada catatan khusus di sanubari keluarga tentang Toba dan suku Toba. Catatan khusus ada di Wilayah Partuanan Sipolha, dan wilayah kerajaan yang dinamakan Tano SImalungun.

Itulah perepsi kuat dan sama sekali tidak diragukan lagi oleh keluarga ini. Untung semua itu sudah berlalu, dan hanya ada kisah yang memang tetap disuntikkan pada keturunan. Bukan untuk dendam tetapi sengaja dituturkan untuk memacu lebih maju, demi keluarga dan juga demi identitas mereka Simalungun, yang dijunjung habis, dan turut mereka bela agar bebas dari penjajahan Belanda.

Keluarga ini juga punya catatan khusus tentang tuduhan melenceng bahwa Tuan Sipolha membela Belanda. Tidak, dan tidak. Mereka menginginkan kemerdekaan. Mereka memang pernah akrab dengan Belanda tetap mereka tahu itu adalah keakraban semu. Karena itulah sistem yang memang diinginkan Belanda, demi penancapan kekuasaan selama penjajahan. Bagi keluarga, adalah Belanda yang menjadi "sikkam mabarbar".

Namun bahwa mereka dikatakan membela Belanda, keluarga tidak bisa meneirma itu. Dan karena itu alasan eksekusi pada keluarga karena dugaan membela Belanda, tidak masuk akal dalam kamus keluarga Sipolha. Apapun kata orang tentang itu, Keuarga Sipolha ini tahu bahwa Belanda hadir bukan demi SImalungun tetapi demi kekuasaan semata.
To be continued............(Simon Saragih)

  • Rikanson Jutamardi Purba Iyah..., bois ma ijon Sampoerna. Dong pe ijin, Dahkam?

  • Simon Saragih Wawancara ini dimungkinkan karena difasilitasi oleh Lawei Parlindungan Damanik, yang hadir dengan seragam RSPAD, he he he. Malas uhur dahkam .. Foto adalah tentang keluarga Partuanan Sipolha

  • Simon Saragih Saat wawancara dengan Tulang Pangsa, saya bertanya. "Jadi, susah do jadina iahap nasiam pasadahon Simalungun? Manang trauma do homa nasiam mambage SImalungun?"

    Tampaknya jawaban tidak lancara dan tidak mulus. Terasa ada yang mengganjal.


    Namun Tulang Pangsa menjawab begini. "Au kan anggota Majelis do ge i GKPS Cikoko." Implisit do jawaban ai, bahwa Simalungun tong ope lokkot bani mudar nasida. Malas uhur...

  • Simon Saragih Lawei Parlindungan Damanik masih akan membawa saya ke keluarga lain yang tinggal di Jakarta ini, termasuk gadis usia dua tahun, yang turut dibawa lari oleh ibunya, yang melahirkan Tulang Pangsa Damanik.

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments