Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Julukan Baru Haranggaol Sebagai Sentra Produksi Perikanan Keramba di Danau Toba

USAHA PENSIUAN : Kolonel (Purn) TNI AU, St Drs Warman Manihuruk MM saat menjaga keramba miliknya di Haranggaol, Senin Mei 2011. Kini Haranggaol mampu memproduksi ikan Nila 25 ton perhari dengan harga jual Rp 18 ribu per kilorgram. Foto asenk lee saragih
Keluarga St WM Manihuruk dari Bandung dan Jakarta saat melihat usaha keramba ikan Nila di Haranggaol belum lama ini.

Keluarga St WM Manihuruk dari Bandung dan Jakarta saat melihat usaha keramba ikan Nila di Haranggaol belum lama ini. Edy Haloho (paling) kanan juga menekuni keramba ikan nila di Haranggaol. Dulunya Edy Haloho mengadu nasib di Bandung.

BERITASIMALUNGUN.COM, Haranggaol-Kelurahan Haranggaol, Simalungun, Sumatera Utara kini mendapat julukan baru setelah mati suri dari dunia parawisata. Haranggaol kini terkenal sebagai sentra produksi ikan air tawar, keramba, terbesar di Sumatera Utara.

Pesatnya usaha perikanan dengan pola keramba (kolam jaring terapung) di daerah pantai itu mampu mendongkrak perekonomian rakyat dan daerah itu. Ribuan unit keramba ikan yang kini memadati pantai Haranggaol dengan ratusan pemiliknya.

Bau menyengat dan tak sedap terasa tajam menusuk hidung ketika memasuki sebuah rumah di deretan permukiman warga Kelurahan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara siang itu.

Bau itu bersumber dari ratusan karung pelet (pakan ikan) yang ditumpuk di ruang tamu rumah itu. Namun penghuni rumah, Kolonel (Purn) TNI AU, St Drs Warman Manihuruk MM (67)/ br Haloho, seolah tak risih atau terganggu dengan bau pelet tersebut.

Ketika ditemui penulis di rumahnya, Parluasan, Haranggaol baru-baru ini, mantan anggota DPRD Provinsi Lampung era Pemerintahan Presiden Soeharto itu tampak duduk santai di tikar yang terhampar di lantai.

Tampaknya putra kelahiran Haranggaol yang “turun gunung” menekuni usaha keramba ikan (kolam jaring terapung) di kampung halaman sudah terbiasa istirahat dan tidur bersama pakan ikan. Maklum sudah memasuki dua tahun ini ayah tiga orang anak tersebut membuka usaha keramba ikan nila, mas dan lele di Haranggaol.

“Kita tak bisa main-main membuka usaha keramba ini. Modal cukup besar. Jadi usaha ini harus benar-benar ditekuni dan diawasi ketat. Karena itu saya tidak segan-segan turun ke lapangan dan tidur bersama pelet yang bau. Kalau dibiarkan orang lain mengelola usaha ini, usaha ini bisa gagal,”kata WM Manihuruk yang turut dibantu sang istri mengurus uhasa keramba tersebut.

Investasi atau modal yang ditanam Warman untuk usaha perikanan air tawar tersebut juga tak tanggung-tanggung. Dia sampai menjual rumahnya di Lampung untuk mendanai usaha perikanan di Haranggaol saat ini.

Sejak membuka usaha keramba ikan di Haranggaol setahun terakhir, Dia sudah menanamkan modal hampir Rp 250 juta. Modal tersebut mulai dari membuat 40 unit keramba ikan. Biaya membuat satu unit keramba ikan rata-rata Rp 3 juta.

Kemudian membeli bibit ikan nila 8.000 ekor untuk satu unit keramaba. Harga bibit ikan nila Rp 380 per ekor. Selain itu membeli pakan ikan sebanyak 50 sak dengan harga Rp 288.000 per sak. Modal itu masih ditambah gaji pegawai satu orang Rp 1,5 juta sebulan.

Usaha Menjanjikan

Warman cukup tergiur menggeluti usaha keramba ikan di kampung halaman setelah melihat suksesnya para perantau membuka usaha keramba ikan di Haranggaol, sekitar 250 Km dari Kota Medan, Sumatera Utara. Ternyata pilihan tersebut tidak salah. Enam bulan terakhir, Warman sudah mulai memetik hasil usahanya.

Sejak April 2011, Warman yang lama bertugas di Mabes TNI AU Halim Perdanakusumah Jakarta sudah berhasil memanen ikan nila 1,2 ton dari satu unit keramba ikan. Pada panen itu, Dia berhasil memanen ikan nila dari enam keramba. Harga ikan nila saat itu Rp 18.000 per kilogram (Kg). Jadi hasil panen ikan dari satu keramba mencapai Rp 25 juta.

“Uang yang sudah kita peroleh dari hasil panen perdana tahun lalu mencapai Rp 180 juta lebih. Sebagian modal sudah kembali. Hasil panen kita bersih karena para pedagang yang langsung menjemput hasil panen ke keramba kita,”katanya.

Cerahnya prospek usaha keramba ikan tersebut membuat memutuskan hijrah ke Haranggaol mulai Maret 2011. Dia pun memutuskan meninggalkan profesi dosen di beberapa perguruan tinggi di Jakarta yang digeluti setelah memasuki masa pensiun.

“Mulai Maret saya akan lebih lama menetap di Haranggaol. Saya memutuskan tidak memperpanjang lagi tugas saya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi di Jakarta. Usaha keramba lebih menjanjikan dibandingkan jedi dosen,”katanya.

Berbagi Sukses

Sukses para perantau menggeluti usaha keramba ikan di Haranggaol telah banyak direguk puluhan perantau asal Haranggaol dari Jakarta. Mereka ramai-ramai berusaha keramba ikan di kampung halaman sejak tahun 2000-an setelah komoditas andalan pertanian Haranggaol dan pesisir Danau Toba, bawang merah, baang putih dan pisang punah.

Seorang perantau asal Haranggaol yang pernah bekerja di perusahaan swasta di Karawang, Jawa Barat, yakni Ir Sumardin Sihotang (50). Sumardin sudah hampir 13 tahun menekuni usaha keramba ikan di kampung halamannya, Haranggaol. Saat ini, Sumardin sudah memiliki hampir 100 unit keramba ikan.

Penghasilan Sumardin pun kini mencapai ratusan juta sebulan dari hasil penjualan ikan. Dari hasil usaha keramba ikan tersebut, Sumardin telah mampu membangun rumah permanen, memiliki kendaraan roda empat dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan anak-anaknya juga sampai dimasukkan ke asuransi jiwa berkat melimpahnya hasil usaha keramba ikan.

Menurut Sumardin, dari sekitar 100 unit usaha keramba ikan yang dimilikinya, Dia bisa meraup uang minimal Rp 50 juta sebulan. Kalau panen ikan lebih lima keramba dengan jenis ikan nila dan ikan mas, uang yang diperoleh bisa mencapai Rp 100 juta sebulan.

Ekonomi Rakyat

Pesatnya perkembangan usaha ikan di Haranggaol ternyata semakin mampu membangkitkan ekonomi rakyat di daerah itu. Terpuruknya ekonomi rakyat Haranggaol pasca punahnya bawang dan pisang sejak tahun 2002 kini terbantu dengan kehadiran usaha keramba ikan.

Sebagian besar warga Haranggaol golongan ekonomi lemah yang dulu bertani bawang kini telah mampu memulihkan ekonomi keluarga mereka dari usaha keramba ikan. Kendati mereka membuka usaha keramba ikan dalam jumlah terbatas antara 4 – 10 enam unit, penghasilam reka cukup lumayan.

“Dari usaha 10 unit keramba, saya bisa mendapatkan penghasilan minimal Rp 2 juta sebulan. Penghasilan itu cukup lumayan karena saya mengurus sendiri keramba ikan saya, tidak sampai mengupahkannya pada orang lain,”kata Jarisman Purba.

Lurah Haranggaol, Makdin Saragih (53) mengakui, usaha kermaba ikan mampu menggeliatkan ekonomi Kecamatan Haranggaol – Horisan yang kini berpenduduk 5.000 jiwa. Perekonomian rakyat dareah yang memiliki luas wilayah 30,50 Km tersebut semakin bangkit karena usaha keramba ikan membuka cukup banyak lapangan kerja atau usaha. Misalnya usaha pembuatan keramba, perdagangan bibit dan pakan ikan, oksigen untuk pengiriman ikan dan pengangkutan ikan ke kota.

Usaha perikanan di Haranggaol membutuhkan pasokan pakan ikan atau pelet rata-rata 20 ton per hari. Selain itu itu keramba ikan yang kini mencapai 1.000 unit mampu menampung sekitar 150 orang pekerja. Gaji para pekerja usaha keramba ikan rata-rata Rp 1,5 juta sebulan bersih.

“Usaha lain juga berkembang di Haranggaol di tengah kemajuan usaha keramba ikan. Misalnya usaha wisata bakar ikan, usaha rumah makan dan kedai kopi,”kata Warman.

Kendala
Ketua Petani Ikan Haranggaol, Bresman Purba mengatakan, jumlah warga Haranggaol dan perantau yang menggeluti usaha keramba ikan semakin banyak. Saat ini ada sekitar 300 keluarga yang menekuni keramba ikan di Haranggaol dengan jumlah keramba hampir 1.000 unit. Kemudian kontribusi usaha perikanan terhadap perekonomian rakyat dan daerah juga cukup besar.

Produksi ikan nila dan ikan mas hasil keramba di Haranggaol mencapai 15–25 ton per hari dengan nilai transaksi penjualan ikan sekitar Rp 30 juta per hari. Berarti hasil penjualan ikan di daerah tersebut mencapai Ratusan juta per bulan.

Kendati kontribusi usaha perikanan pada perekonomian rakyat dan daerah di Haranggaol cukup besar, namun perhatian pemerintah terhadap usaha perikanan tersebut masih kecil.

“Hal itu nampak dari belum ada ketetapan pemerintah mengenai zona perikanan di pantai Haranggaol. Karena itu usaha perikanan dengan pola keramba di Haranggaol hingga kini masih tetap dianggap kurang legal,”katanya.

Para petani dan pengusaha ikan Haranggaol sudah beberapa kali meminta Gubernur Sumatera Utara, Bupati Simalungun dan para wakil rakyat agar serius menetapkan zona perikanan di Haranggaol. Terakhir permintaan disampaikan kepada Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daeah (DPD), GR K Hemas dan anggota asal Sumatera Utara, Parlindungan Purba tahun 2010. Namun hingga kini belum ada tanggapan.

“Usaha perikanan air tawar dengan pola keramba di Haranggaol tak bisa lagi dibendung. Persoalannya usaha keramba ikan telah mampu membangkitkan ekonomi rakyat. Saat ini yang kami butuhkan hanya penetapan zona perikanan di pesisir pantai Haranggaol. Hal ini penting agar masyarakat dan perantau tidak ragu mengembangkan usaha perikanan ini,”katanya. (asenk lee saragih)


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments