Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Sulitnya Mencari “Raja Parhata” Pesta Adat Simalungun di Jambi

Sy Salmen Purba Pakpak (Jas Biru-Asal Kota Siantar) salah satu Raja Parsahap Adat Simalungun di Jambi.Foto Asenk Lee Saragih.
BERITASIMALUNGUN.COM, Jambi-Tokoh masyarakat Simalungun yang kini berdomisili di Kota Jambi masih minim untuk bisa diandalkan sebagai “Raja Parhata” pesta Adat Simalungun di Jambi. Kerap kali pesta adat Perkawinan orang Simalungun selalu memakai “Raja Parhata” tokoh masyarakat Batak Toba. Padahal tokoh Simalungun yang mengerti tentang Adat Perkawinan Simalungun di Jambi banyak.

Pengamatan BS di Jambi lima tahun belakangan ini, setidaknya ada sembilan Pesta Perkawinan Orang Simalungun dengan Adat Simalungun tidak “memakai” Raja Parhata” tokoh Simalungun. Tokoh Simalungun yang mengerti adat Simalungun tidak mau berani tampil di depan. 

Belum lama ini, Pendeta GKPS Resort Jambi Pdt JP Tamsar STh harus "turun tangan" sebagai "Raja Parhata" di Pesta Perkawinan Marga Tondang dengan Boru Saragih Simarmata. Pihak orang tua Marga Tondang terpaksa menunjuk
Pdt JP Tamsar STh karena di Jambi minim "Raja Parhata" yang mengerti Adat, Budaya, Bahasa Simalungun.

Disisi lain, para tokoh adat Simalungun ini cenderung hanya bisa mengomentari dibelakang pesta bahkan hanya bisa mengkritisi suatu Pesta Adat Perkawinan Simalungun. Namun ketika ingin dinobatkan sebagai “Raja Parhata” cenderung menghindar dengan alasan belum mampu tampil di depan khalayak banyak.

Tidak itu saja, Tokoh Masyarakat Simalungun yang sering tampil sebagai protokol dalam acara pesta Adat Simalungun, tidak mampu mempertahankan Bahasa Simalungun hanya karena salah satu Suhut pesta dari etnis Toba.

Hal ini yang membuat bahasa, adat istiadat Simalungun tidak terregerasi kepada kaum muda, khususnya yang sudah lahir di perantauan atau di luar Tanah Simalungun. Hingga kini masih minim contoh teladan yang dibuat Tokoh Masyarakat Simalungun di Jambi dalam menerapkan Adat, Budaya Simalungun.

Salah seorang tokoh masyarakat Toba di Jambi, R Sinaga kepada BS mengatakan, penerapan Adat Perkawinan Simalungun di Jambi merupakan warna Budaya Batak di perantauan.

Namun sering kali pesta adat perkawinan Simalungun tidak berpegang teguh kepada Adat, Budaya dan Bahasa Simalungun. Padahal tokoh Simalungun di Jambi yang paham tentang adat budaya Simalungun banyak.

“Masa yang mengadakan pesta kedua belah pihak (mempelai wanita dan pria) orang Simalungun, namun raja parsahapnya Tokoh Masyarakat Toba. Sehingga bahasan yang dipakai juga bahasa Toba. Padahal undangan mayoritas etnis Simalungun. Ini menjadi cambuk sebenarnya buat pelaku Adat Simalungun di Jambi,”katanya.

Menurut R Sinaga, sepengetahunnya, ada dua orang tokoh masyarakat Simalungun di Jambi yang bisa diandalkan sebagai “Raja Parhata” Pesta Adat Simalungun. Mereka yakni St Meslan Saragih SH  dan Sy Salmen Purba. Kedua tokoh ini sebenarnya sudah pantas sebagai “Raja Parhata” kalau ada Pesta Adat Simalungun.

Namun kedua tokoh ini, sering kali kurang diperhitungkan oleh masyarakat Simalungun yang menjadi “Suhut” Pesta Adat Simalungun. Kedua tokoh ini kerap disepelekan karen usianya masih tergolong muda untuk seorang tokoh adat.

“Saya selaku tokoh masyarakat Toba, bangga dengan Adat Budaya dan bahasa Simalungun. Apalagi dengan masakan khas “Dayok Binatur” itu cukup bermakna. Kemudian pemberian pakain Adat Khas Simalungun “Gotong dan Bulang” kepada pasangan pengantin. Hanya di Simalungun yang ada seperti ini,”katanya.

Diranya juga berharap semoga Tokoh Masyarakat Simalungun berani tampil didepan khususnya dalam pesta Adat Perkawinan Simalungun. Sehingga adat budaya Simalungun tetap abadi hingga ke perantauan.

Pengamatan BS menunjukkan, kedua tokoh Simalungun (St Meslan Saragih SH dan Sy Salmen Purba Pakpak) sudah pernah mencoba sebagai “Raja Parhata” di pesta Adat Perkawinan Simalungun di Jambi. Namun keduanya mendapat kritikan dari para orang tua Simalungun di Jambi.

Masyarakat Simalungun di Jambi meminta, agar kedua tokoh itu lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang Adat Perkawinan Simalungun melalui buku-buku adat Simalungun atau sumber pengetahuan lainnya.

Sauhur juga pernah mempertayanya soal “Raja Parhata” itu kepada Sy Salmen Purba. Menurutnya, dirinya sudah pernah mencoba sebagai “Raja Parhata” di pesta adat Simalungun. Namun dirinya kurang dihargai sebagian tokoh Simalungun di Jambi.

Hal yang sama juga pernah terjadi terhadap St Meslan Saragih SH. Namun demikian dirinya tetap optimis dan selalu mengasah pengetahunnya tentang Adat, Budaya Simalungun. Bahkan St Meslan Saragih SH pernah menjadi nara sumber Seminar “Pesta Perkawainan Simalungun” dan telah menulis buku Ranggian Horja Adat Perkawinan Simalungun “Alob Dear”.

Sementara itu Pengurus GKPS Resort Jambi pernah mengadakan Seminar Adat Perkawinan Simalungun di Jambi, September 2008 lalu. Tampil sebagai pembicara saat itu tokoh muda Simalungun, Dr Sortaman Saragih SH MARS (Jakarta), St Joben Girsang (Pengurus Partuha Maujana Simalungun-Nagori Dolok) dan Sy Meslan Saragih SH (Tokoh muda Simalungun-Jambi).

Hasil seminar itu hingga kini tampak belum diaplikasikan kepada pelaksanaan Pesta Adat Perkawainan Simalungun di Jambi. Bahkan hasil seminar belum jadi dibukukan. Namun hasil seminar itu telah dimuat di Majalah Sauhur Simalungun Edisi 8 Desesember 2008-Januari 2009 halaman 15-16. (Asenk Lee Saragih).  


     

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments