Tahu Miles, lengkapnya Miles Studio 21 Pematangsiantar ? Itu, salah
satu tempat hiburan malam di kota berhawa sejuk ini, yang sudah
bertahun-tahun opersional di Jalan Sudirman di depan Taman Bunga dan
Pujasera Siantar Hotel, di samping Bank Mandiri. Disana sebenarnya
secara resmi cuma ada karaoke, minuman keras dan perempuan (malam) Jadi,
tergolong bukan tempat hiburan malam yang wah dan glamour seperti
Cround di Jakarta sana. Saya memang baru sekali berkunjung kesana, nah
kesan saya Miles cuma tempat hiburan kelas kampung belaka.
Jumat
pekan lalu, ada peristiwa disana yang menurut saya pantas untuk
dijadikan wartawan sebagai suatu berita. Apa ? Detasemen Polisi Militer
I/ I Pematangsiantar (Denpom I/I) dipimpin Kapten CPM Hendrik melakukan
razia disana dan menangkap Sabaria Enrico Girsang, S Sitanggang dan HT
setelah menemui empat butir pil ekstasi yang terjatuh dari saku Enrico,
serta sebuah senjata tajam. Dalam proses selanjutnya, S Sitanggang dan
HT dipulangkan subuh itu, sedang Enrico sampai sekarang masih ditahan di
Polres Pematangsiantar.
Menjadi aneh, peristiwa itu tidak
dijadikan wartawan di kota ini sebagai berita, sampai Selasa 28/04 hari
ini meski pun oleh Metro Siantar terbitan Pematangsiantar atau bahkan
oleh surat kabar sekaliber Harian SIB terbitan Medan. Saya justru bisa
mendapat tahu peristiwa itu justru berdasarkan pemberitaan KOMPAS.com,
sebuah media Online. Padahal di Pematangsiantar ada beberapa
penerbitan pers, bahkan di Medan pun banyak sekali. Sebagai seorang
pengamat dan pemerhati pers, saya merasa heran, kaget sekaligus
prihatin.
Dulu, waktu saya menjadi Wartawan Harian SIB, kalau ada
peristiwa di daerah tugas saya yang tidak saya laporkan ke perusahaan
tempat saya bekerja (tidak saya buat beritanya), pimpinan saya di Harian
SIB pasti meminta pertanggungjawaban saya. Tindak lanjutnya, saya bisa
diperingati lisan atau tertulis, bahkan bisa diskorsing. Dan, kejadian
seperti itu pernah saya alami. Yang lebih parah, pernah Kota Parapat
banjir dan sejawat saya Wartawan SIB disana Krisman Sagala (waktu itu)
tidak membuat fotonya, dia mendapat hukuman skorsing satu bulan. Cuma
karena tidak membuat foto peristiwa itu padahal beritanya dibuatnya.
Pada peristiwa penangkapan Enrico dkk di atas, saya memang tidak tahu
apakah ada wartawan di Pematangsiantar yang mendapat tindakan dari
pimpinannya masing-masing karena tidak membuat beritanya. Yang saya
tahu, tidak satu pun surat kabar terbitan Pematangsiantar yang
menjadikan peristiwa itu sebagai berita (tidak diberitakan/ tidak
dipublikasi) Dan, sekali lagi, saya bisa mendapat tahu atas peristiwa
itu setelah dipubilikasi KOMPAS.com.
Saya memang beruntung karena selain aktif membaca surat kabar-surat
kabar terbitan Pematangsiantar, juda surat kabar-surat kabar yang terbit
di daerah lain, termasuk membaca beberapa media Online.
Kejahatan Pers
Sebagai seorang yang kerap mengaku-ngaku sebagai pengamat dan pemerhati
pers, saya mencoba mencari tahu apa sebab peristiwa itu tidak dijadikan
wartawan Pematangsiantar sebagai sebuah berita. Apakah karena peristiwa
itu tidak memiliki nilai berita ? Lho, koq bisa ya semua wartawan di
kota ini menyimpulkan hal yang sama ? Bukankah peristiwa dimana
seseorang yang ditangkap karena diduga memiliki atau menggunakan narkoba
apalagi di sebuah kota seperti Pematangsiantar merupakan sebuah
peristiwa yang patut dijadikan berita ? Apalagi, penangkapan itu justru
dilakukan oleh Denpom (Detasemen Polisi Milter) yang kemudian proses
hukumnya diserahkan pe Polresta Pematangsiantar.
Aris Merdeka
Sirait, Ketua KOMNAS Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengatakan, berdasarkan kesimpulan BNN (Badan Narkotika Nasional) Kota
Pematangsiantar termasuk salah satu kota di tanah air yang tergolong
darurat narkoba. Karena itulah menurut dia, Pemerintah Kota
Pematangsiantar harus melakukan tindakan-tindakan yang bersifat darurat
untuk memberantas narkoba di kota ini. Dan, untuk itu masih menurut
Aris, ada Perpres (Peraturan Presiden) yang memungkinkan seorang kepala
daerah melakukan pemberantasan narkoba secara darurat (luar biasa).
"Walikota Pematangsiantar punya kewenangan untuk memberantas narkoba secara darurat di kotanya ini", kata Aris.
Itulah jugalah yang membuat saya semakin heran, kaget, sekaligus
prihatin mengapa peristiwa penangkapan di Miles tidak dijadikan
wartawan-wartawan Pematangsiantar sebagai berita. Saya merasa, dengan
membuat beritanya itu berarti pers di Pematangsiantar sudah ikut
berpartisipasi untuk melakukan pemeberantasan narkoba, paling sedikit di
kota ini. Nggak usahlah saya sebut disini apa dan bagaimana rusaknya
bangsa ini kalau dipengaruhi narkoba. Seperti mengajari ayam bertelur
saja.
Usut punya usut, ternyata tidak adanya pemberitaan pers
Pematangsiantar atas peristiwa ini berawal dari sikap dan tindakan
seorang oknum wartawan di kota ini yang bernama Daud Sitohang. Siapa dia
? Dari beberapa wartawan, saya mendapat tahu orang yang bernama Daud
Sitohang itu sehari-hari dikenal sebagai Kontributor TVOne, sebuah
stasiun televisi besar di tanah air. Dialah katanya yang mengubungi
beberapa wartawan di kota ini, meminta peristiwa itu tidak diberitakan
sambil menyerahkan sejumlah uang kepada beberapa oknum wartawan di
Pematangsiantar. Dan itu dilakukannya malam itu juga begitu peristiwa
itu terjadi.
Bah ! Kalau informasi yang saya kumpulkan ini benar
tentu ini merupakan peristiwa yang lebib besar lagi dibanding dengan
peristiwa penangkapan di Miles itu. Setidaknya, besar bagi para pekerja
pers setidaknya di Pematangsiantar. Bagaimana seorang oknum wartawan
melakukan upaya pembungkaman terhadap oknum wartawan dengan cara
memberi uang agar tidak memberitakan sebuah peristiwa ? Dengan kata
lain, oknum wartawan menyuap oknum wartawan. Bukankah ini sebuah
peristiwa besar ?
Sudah barang tentu saya tidak perlu
mengkonfirmasi informasi ini kepada seorang Daud Sitohang, atau yang
populer disebut chek and rechek. Nggak perlu ! Tokh saya ingat sekali
koq pada ungkapan 'tangan mencincang bahu memikul' serta 'Ungkap Fakta,
Berani Karena Benar' Kalau Daud Sitohang keberatan pada apa yang saya
ungkap ini dia kan bisa mengadukan saya kepada yang berwajib dan
republik kita ini adalah negara hukum. Apalagi koq, saya memiliki
sms-sms Daud Sitohang kepada beberapa wartawan yang meminta agar
peristiwa itu tidak dibuat beritanya. Bahkan, ada sms Daud Sitohang
kepada seorang wartawan yang meminta kembali uang yang sudah diterima
oknum wartawan itu. Dan, sms itu sekarang sudah saya amankan.
Hayo !
__________________________________________________________________________________________________________________________
Siantar Estate, 28 April 2015
Ramlo R Hutabarat
0 Comments