![]() |
Pendeta Martin Sinaga. (Foto: Martahan Lumban Gaol). |
JAKARTA-Kementerian Agama (Kemenag) saat ini
tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama
(RUU PUB). Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, RUU PUB
merupakan hasil forum group discussion yang dilakukan Kemenag dengan
para tokoh agama. Nantinya aturan tersebut akan menjadi wadah hukum agar
umat beragama terlindungi dalam menjalankan ibadah.
Melihat hal tersebut, Pendeta Martin Sinaga berpendapat seharusnya
Pemerintah membuat Undang-Undang Kebebasan Umat Beragama, bukan
Perlindungan Umat Beragama. Sebab, menurut dia, hal tersebut lebih
sesuai dengan isi Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
mengatakan ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu’.
“Pertanyaan saya, mengapa tidak disebut UU Kebebasan Umat Beragama?
Bukankah itu lebih cocok karena turunan dari Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945
bahwa negara menjamin kebebasan umat beragama?,” kata Pendeta Martin
kepada satuharapan.com, usai menjadi pembicara dalam book
sharing bertema ‘Kristenisasi vs Islamisasi, Dialog sebagai Alternatif?’
di Percetakan BPK Gunung Mulia, Jalan Raya Bogor KM 28 No 43,
Cimanggis, Jakarta Timur, Selasa (26/5).
“Jadi kalau negara jamin kebebasan buatlah UU Kebebasan Beragama
bukan perlindungan umat beragama,” Pendeta dari Gereja Kristen Protestan
Simalungun (GKPS) itu menambahkan.
Dia pun berpendapat Pemerintah harus berhati-hati mengangkat masalah
umat beragama ke dalam perundang-undangan. Sebab, menurut dia hal
tersebut berkaitan dengan landasan dan kerangka budaya kehidupan
masyarakat Indonesia. “Ketika kerangka cultural ini mau diangkat ke
dalam perundang-undangan, disitu kita harus hati-hati,” ujar sosok yang
merupakan Dewan Redaksi satuharapan.com itu.
Menurut dia, bila negara berhasil mewujudkan kebebasan umat beragama
di Indonesia, maka dengan otomatis agama akan terlindungi juga. Jadi,
sebaiknya pemerintah mengatur perihal kebebasan umat beragama, bukan
perlindungan.
“Jangan mulai dengan perlindungan yang seolah-olah kurang bebas, bebas sekali, jadi harus dilindungi,” tutur Pendeta Martin.
“Saya kira cocok kita mulai dengan kebebasan,” dia menambahkan. (Sumber: SATUHARAPAN.COM )
0 Comments