Indonesia memiliki ketahanan dalam menghadapi perkembangan kondisi perekonomian, khususnya pergerakan nilai tukar Rupiah.
Pertama, Indonesia memiliki cadangan devisa
yang cukup untuk menjaga stabilisasi nilai Rupiah. Cadangan devisa
Indonesia pada Juli 2015 sebesar USD 107,6 miliar, cukup membiayai 7,0
bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor.
Kedua, selain cadangan devisa, Indonesia memiliki second lines of defense yang digunakan berdasarkan tujuannya, antara lain:
a.
Bilateral Swap Arrangement
(BSA), yang merupakan dana cadangan apabila terjadi kondisi yang tidak
diinginkan. BSA digunakan untuk mendukung likuiditas, mencegah
krisis, dan menyelesaikan krisis. Dana tersebut antara lain dari : Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) agreement (dengan Negara ASEAN, Jepang, Tiongkok, dan Korea) sebesar USD 240 miliar, dan Japan sebesar USD 22,76 miliar.
b.
Kita juga memiliki Dana Siaga
(deferred drawdown option/ DDO) yang merupakan kerjasama antar negara yang digunakan untuk membantu pelaksanaan pembangunan. Jumlahnya USD 5 miliar.
c.
Kita juga memiliki
Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) yang digunakan untuk
meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral dan memperkuat kerjasama
keuangan antara kedua negara serta mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan USD. Saat ini BI telah memiliki BCSA dengan
Tiongkok dan Korea. Nilai kerja sama dengan Korea: KRW 10.7 triliun
atau Rp 115 triliun (ekuivalen USD 10 miliar), sementara dengan Bank
Sentral Tiongkok (PBoC): CNY 100 miliar/IDR 175 triliun.
2. APAKAH KONDISI PELEMAHAN RUPIAH SAAT INI SUDAH SEPERTI KONDISI TAHUN 1997/98, YANG MENUJU KRISIS?
Kondisi
saat ini berbeda dengan tahun 1997/98. Kondisi pelemahan nilai tukar
pada tahun 1997/98 berbeda dengan kondisi pelemahan yang terjadi saat
ini. Kondisi fundamental perekonomian
di tahun 2015 berbeda jika dibandingkan dengan kondisi menjelang krisis
tahun 1997/98.
Secara fundamental, Indonesia saat ini lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator perekonomian.
Secara fundamental, Indonesia saat ini lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator perekonomian.
Pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi tumbuh negatif sebesar -13,13%, sementara saat ini diperkirakan tumbuh positif 4,9%.
Sementara itu, cadangan devisa pada tahun 1997/98 sekitar USD 23miliar, sedangkan sampai dengan Juli 2015 cadangan devisa Indonesia sebesar USD107,6 miliar.
Sementara itu, cadangan devisa pada tahun 1997/98 sekitar USD 23miliar, sedangkan sampai dengan Juli 2015 cadangan devisa Indonesia sebesar USD107,6 miliar.
Inflasi
tahun 1998 mencapai 77,63%, sementara saat ini mengarah pada inflasi
yang rendah dan stabil (4+1% di tahun 2015 dan 2016). Rasio Utang Luar
Negeri pada tahun 1998, sekitar 120%
dari GDP, sementara saat ini hanya sekitar 33% dari GDP.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, pada
tahun 1998 ketahanan permodalan cenderung kurang dan rasio kredit
bermasalah relatif besar, sementara pada posisi Juni 2015 CAR perbankan
sebesar 20,1% dan NPL 2,6% (gross). (BI)
0 Comments