Dengan 
demikian, pembelian valas di atas 25.000 dollar AS diwajibkan memiliki 
underlying transaksi berupa seluruh kegiatan perdagangan
 dan investasi. Selain itu, BI mengatur pula bahwa apabila nominal 
underlying transaksi tidak dalam kelipatan 5.000 dollar AS, maka akan 
dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan 5.000 dollar AS.
Bank
 Indonesia menegaskan bahwa transaksi yang memiliki underlying, seperti 
untuk keperluan mengimpor barang, membayar uang sekolah dan biaya 
pengobatan di luar negeri, atau pembayaran
 utang luar negeri, tidak akan diberlakukan pembatasan. 
Kebijakan 
pembatasan pembelian valas transaksi tanpa underlying tersebut, 
dilakukan oleh BI sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar 
Rupiah mengingat masih banyak terdapatnya permintaan valas
 yang tidak terkait langsung dengan kegiatan ekonomi riil (tanpa 
underlying transaksi), yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan 
permintaan dan penawaran di pasar valas, dan mengarah pada kegiatan 
spekulasi.
Sehubungan
 dengan hal tersebut, BI melakukan perubahan kedua atas Peraturan Bank 
Indonesia (PBI) tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara 
Bank dengan
Pihak Domestik dan
Pihak Asing. Perubahan tersebut antara lain mengatur penurunan nilai transaksi spot yang diwajibkan untuk memiliki underlying transaksi.
Sejalan
 dengan pengaturan sebelumnya, cakupan pengaturan ambang batas 
(threshold) tersebut selain mengatur transaksi nasabah kepada bank juga 
mengatur transaksi antara nasabah kepada
 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bank dan KUPVA Bukan 
Bank. 
Dengan adanya penyempurnaan ketentuan ini, diharapkan kondisi 
pasar valuta asing domestik akan lebih stabil dalam memenuhi kebutuhan 
riil masyarakat terhadap valuta asing untuk mendukung
 aktivitas ekonomi. (Jakarta, 28 Agustus 2015/Departemen Komunikasi/Tirta Segara/Direktur Eksekutif)
 



0 Komentar