Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Kisah St Jannerson Girsang di JANUARI 1968: SEPATU YANG MENYIKSA

St Jannerson Girsang/Repro
"Jangan terlalu jauh melangkah, agar kamu tidak asing di lingkunganmu," demikian kira-kira maksud Steven Covey dalam bukunya The Eight Habits. Pagi yang cerah. Baru beberapa hari usai Natal dan Tahun Baru. Alangkah senangnya hati, karena hari itu adalah hari pertama saya memasuki dunia pendidikan, masuk kelas 1 SD, menuju Sekolah Dasar Negeri 2 Nagasaribu, Kabupaten Simalungun.

Saat itu belum ada TK, seperti dialami anak-anakku, beberapa puluh tahun kemudian. Sekolah itu terletak 1 kilometer dari kampung kami, dan persis di Km 106 jalan raya Medan-Kabanjahe-Saribudolok, atau 106 kilometer dari tempat saya menulis sekarang.

Jalan menuju ke sekolah ketika itu masih mayoritas tanah dan hanya di beberapa tempat tertutup batu. Kalau hujan, kadang saya menyaksikan orang-orang harus mendorong truk atau bus, karena jalan licin dan mendaki menjelang kampung kami. (Sekarang sih udah aspal semua).

Semua anak-anak ke sekolah jalan dengan kaki ayam. Kalau menginjak aspal tengah hari, wah kaki seperti dibakar rasanya. Alangkah baiknya kalau pakai sepatu.

Bukan karena mereka tidak punya sepatu, tetapi belum zamannya anak-anak SD yang memakai sepatu ke sekolah. Semua harus seperasaan, sepenanggungan.

Waktu itu saya melihat anak-anak SMP memakai sepatu. Sekolahnya sudah di kota kecil di Saribudolok, ibu kota kecamatan berjarak 7 kilometer dari desa kami.

Entah kenapa, hari pertama itu saya memakai sepatu. Mungkin karena melihat kakak-kakak SMP, atau mungkin juga kemauanku sendiri, karena senang dengan sepatu baruku. Seingatku tidak ada yang menyuruh.

Sepatu itu adalah sepatu Natal, sepatu kulit kebangganku. Sepatu yang kupakai waktu pajojorhon (membaca ayat hafalan dari Alkitab di depan mimbar).

Refleks aja,saya memakai sepatu. Dan, tidak ada yang melarang. Di tengah jalan, anak kecil berusia 7 tahun itupun mendapat cemoohoan. "Sok kali memakai sepatu,": demikian saya dengar seseorang berbisik.

Sebenarnya saya malu, dan ingin kembali ke rumah.Tapi, aku mendengar cemoohan itu sudah kadung jauh. Lagi pula anak kecil berusia 7 tahun takut jalan sendirian.

Sepatu membuatku tersiksa di sekolah. Para seniorku juga banyak yang mencibir. "Mentang-mentang anak guru, pakai sepatu ke sekolah." katanya sayup-sayup kudengar. Itulah pengalaman pertamaku menginjakkan kaki di bangku sekolah, 47 tahun yang lalu. Hari pertama yang seharusnya menyenangkan, tapi sangat menyiksa.

Apa ada yang salah?

Sejak itu, saya tidak pernah lagi memakai sepatu ke sekolah. Seingatku, hingga tamat kelas enam. tidak ada yang memakai sepatu ke sekolah. Semua kaki ayam.

Sebenarnya saya tidak melanggar hukum. Tapi masalahnya, kalau kita sendiri asing dari yang lain, kita menjadi cemoohan. Anak-anak SMP senior saya tidak mendapat cemohan.
Benarlah kata Steven Covey: "Jangan terlalu jauh melangkah, agar kamu tidak asing di lingkunganmu".

Sekolah itu masih kokoh berdiri hingga sekarang walau sudah renovasi beberapa kali. Setiap kali melintas di jalan raya depan sekolah itu, saya selalu ingat kisahku yang lucu dan menyakitkan ini.
Mengingat kisah ini, saya bisa ketawa sendiri. Malam inipun saya ketawa!. Clara Mariana Girsang, Patricia Marcelina Girsang, Bernard Patralison Girsang, Devee Girsang (St Jannerson Girsang)

St Jannerson Girsang /FB

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments