GUNUNG SIPISO-PISO. FOTO St Jannerson Girsang |
BERITASIMALUNGUN.COM-Gunung Sipisopiso dan sekitarnya merupakan tempat wisata awal di masa
kami anak-anak. Dari udara, dalam penerbangan Gunungsitoli Medan dengan
pesawat Wing's Air, saya beruntung bisa mendokumentasikannya untuk Anda.
Wilayah ini adalah kenangan indah masa kecilku. Gunung
Sipisopiso merupakan perbatasan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo,
dan jaraknya hanya 4 kilometer dari kampung kami di Nagasaribu.
Dulu, dari Nagasaribu, kami naik sepeda melintasi kaki gunung ini,
mencapai Air Terjun Sipisopiso, dalam waktu kurang dari setengah jam. Bahkan, suatu kali saya pernah bersama teman-teman, naik sepeda turun ke Tongging melihat Danau Toba dari dekat.
Saya tidak pernah membayangkan, apa yang terjadi kalau rem sepeda
"kuno" itu blong!. Bisa terjun langsung ke Danau...Oh. Betapa Tuhan
mengasihi saya, memberi nafas hingga hari ini!
Tapi, pulangnya
capeknya bukan main. Mendorong sepeda menapaki jalan mendaki sejauh 6
kilometer. Padahal, kini, dengan menyetir mobil saja, saya merasa
capek. Kami membawa mangga, makanan utama meski perut kosong.
Tapi nggak ada yang sakit. Pendakian yang melelahkan tidak terasa,
karena semua merasa suka cita.
Betapa hebatnya semangat kami di masa anak-anak. Tak pernah terbayang di masa kecil, kalau suatu ketika saya bisa terbang rendah dan bisa mengabadikan tempat ini dari udara.
Puluhan tahun kemudian. Sebuah penerbangan pagi hari dari Gunungsitoli
menuju Polonia, 2012. Momen yang langka, dan mungkin tidak kuperoleh
lagi. Kugunakan momen itu menjepret pemandangan yang menakjubkan itu.
Pesawat Wing's Air yang terbang hanya dengan ketinggian 15.000 kaki
memungkinkanku mengamati wilayah ini dari udara lebih jelas ketimbang
naik Merpati, apalagi Garuda yang terbang lebih tinggi. .
Saat itu, dengan pesawat, saya bisa melintasi wilayah ini kurang dari satu menit.
Saya menyaksikan dari udara beberapa obyek-obyek seperti Gunung
Sipisopiso dengan ketinggian sekitar 2000 meter di atas permukaan laut,
hanya terlihat sebesar "mangkuk" cuci tangan.
Tampak juga
rumah-rumah sebesar korek api di Desa Merek, Situnggaling, Nagasaribu.
Terlihat juga secara samar, Desa Tongging, Air Terjun Sipisopiso,
wilayah wisata Taman Simalem.
Saya juga melihat desa
Situnggaling, tempat lahir dan makam Brigjen Lahi Raja Munthe (tokoh
Simalungun), serta desa Pangambatan, tempat lahirnya Pdt Dr Armencius
Munthe (Mantan Ephorus GKPS, dan ayah Sekjen GKPS Sekarang Pdt Paul
Munthe).
Selain pemandangan sekitar Sipisopiso, terlihat juga
secara tersamar, Simarjarungjung, Tigaras, Tanjung Unta dengan hamparan
Danau Toba yang indah, dan tentunya sebagian pulau Samosir.
Dua
minggu lalu, bersama teman-teman, kami melintasi wilayah ini,
mengunjungi Rumah Bolon--kisah raja Purba dan bangunan unik, Pematang
Purba, Simarjarungjung, dan menyeberang dengan Ferry dari Tigaras ke
Simanindo. Sebuah gerbang baru menuju Samosir.
Akh, Tuhan memang
pintar, lebih pintar dari siapapun. Menciptakan Danau dan alam indah.
Mengukir alam bak lukisan. Membuat semua titik Danau Toba memiliki
pemandangan yang wah. Aku tidak temukan pemandangan seindah ini
dimanapun.
Setiap Tahun, dua atau tiga kali saya ke Danau Toba.
Danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30
kilometer, terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini
terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Seluruh tepi danau
itu, indah luar biasa. Tak ada kata bosan menikmatinya!
Sayang,
bangsaku masih terlalu asyik dengan PIlkada, politik, masih kurang
bijak untuk mengolah dan mempromosikan ciptaan Tuhan ini sehingga
menjadi tujuan wisata bagi dunia ini, menumbuhkan "mimpi baru", semangat
baru bagi mereka. Wilayah ini membutuhkan tangan-tangan kreatif memolesnya menjadi tujuan Wisata yang bisa memakmurkan rakyat di daerah ini.
Akh, lupakanlah!.
Mau ada yang peduli atau tidak, yang jelas aku masih bisa bersyukur. Aku teringat ketika bekerja di ladang puluhan tahun lalu. Ternyata
Tuhan telah membawaku jauh dari bayangan masa kecilku. Tidak mungkinlah
anak kecil bekerja di ladang, hanya mampu mengamati pesawat yang terbang
tinggi, dari ladang. Ternyata puluhan tahun kemudian bisa naik pesawat
terbang rendah menyaksikan ladang tempatku berpijak puluhan tahun
sebelumnya. Tuhan senantiasa memberikan muzizat, bagi orang yang mampu merasakan dan memaknai muzizat itu.
Bukankah dari naik sepeda, bisa menikmati terbang dengan pesawat, itu
suatu muzizat?. Tergantung memaknainya saja. Muzizat sudah kita alami,
dan ada di sekitar kita sekarang, dan terus terjadi hingga Anda
dipanggil Tuhan kembali ke sisiNya.
Bersyukur memiliki kenangan
masa kecil yang indah di kawasaan wisata, aku bisa menyaksikannya,
mengaguminya, memberiku pemahaman betapa hebatnya Tuhan. Mari memaknai kehebatan sang Pencipta melalui teknologi, melalui alam! (St Jannerson Girsang)
0 Comments