![]() |
KABUT ASAP KAMIS 23 SEPTEMBER 2015. |
Jambi - Pencanangan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi yang dihadiri
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Februari lalu
terkesan hanya lips service alias sebatas kata-kata. Pada saat
pencanangan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tersebut, Siti
Nurbaya secara tegas mengatakan bahwa pembakaran hutan dan lahan
merupakan kejahatan luar biasa dan para pelakunya harus ditangkap serta
diproses secara hukum.
Namun kenyataannya, pencanangan kebakaran hutan dan lahan yang
dirangkaikan dengan seminar dan apel siaga pengendalian kebakaran hutan
dan lahan tersebut seakan tak memiliki arti bila melihat parahnya
bencana kebakaran hutan dan lahan yang melanda Jambi empat bulan
terakhir.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi tidak bisa dicegah dan
dikendalikan karena pencegahan dan pengendalian di daerah itu lebih
terfokus pada kampanye. Sedangkan aksi nyata pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dengan cara mengawasi secara ketat dan
intensif pembakaran hutan dan lahan kurang mendapat perhatian.
Kondisi tersebut membuat para petani dan pengusaha memiliki
keleluasaan membuka dan membersihkan lahan dengan cara membakar.
Akibatnya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi pun tak
terkendalikan, bencana asap pun tak terhindarkan.
Hasil pemantauan para aktivis lingkungan di Jambi dua bulan terakhir
membuktikan bahwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan bencana
asap di Jambi dan Sumatera sebagian besar terdapat di areal perusahaan.
Baik itu perusahaan perkebunan kelapa sawit, maupun perusahaan hutan
tanaman industri (HTI).
Sebagian kebakaran hutan dan lahan di areal perusahaan perkebunan
kelapa sawit dan HTI tersebut meluas ke hutan lindung dan taman
nasional. Kebakaran hutan dan lahan yang melanda Jambi tersebut sampai
mengakibatkan bencana asap yang cukup lama, karena sebagian besar
kebakaran hutan dan lahan tersebut berada di areal gambut.

Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Tanjungjabung Timur dan Muarojambi, Jambi.
Kebakaran Gambut
Manajer Komunikasi dan Publikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI)
Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Rudy Syaf pada pertemuan
dengan insan pers membahas masalah kebakaran hutan dan lahan di Jambi
baru-baru ini mengungkapkan, sebagian besar kebakaran hutan dan lahan
yang menimbulkan asap tebal di Jambi satu bulan belakangan terjadi di
areal gambut. Baik itu hutan gambut, areal kebun sawit di lahan gambut,
areal HTI di lahan gambut, hutan lindung gambut dan taman nasional
gambut.
Dijelaskan, kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Jambi
tergolong sangat cepat. Kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut
tersebar di dua kabupaten, yakni Kabupaten Tanjungjabung Timur
(Tanjabtim) dan Muarojambi.
Berdasarkan pantauan Citra Satelit pada 20 Agustus 2015, hutan dan
lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Tanjabtim dan Muarojambi hanya
sekitar 9.149 hektare (ha). Namun memasuki pekan kedua September ini,
luas kebakaran hutan dan lahan gambut di kabupaten tersebut telah
mencapai 33.744 ha.
Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut, lanjut Rudy
berada di areal perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kehutanan. Hutan
gambut yang terbakar di areal HTI di Tanjungjabung Timur dan Muarojambi
mencapai 3.089 ha.
Hutan gambut yang terbakar itu terdapat di areal perusahaan HTI PT
Wira Karya Sakti dan PT Diera Hutani Lestari. Kemudian kebakaran di
hutan gambut di areal perusahaan HPH di kedua kabupaten itu mencapai
5.790 ha. Kebakaran hutan gambut tersebut berada di areal PT Pesona
Belantara Persada dan PT Putra Duta Indah Wood.
Kebakaran lahan gambut di areal perkebunan kelapa sawit mencapai
5.891 ha. Lahan gambut perkebunan sawit yang terbakar tersebut milik PT.
Agro Tumbuh Gemilang Abadi, PT. Kaswari Unggul, PT. Citra Indo Niaga,
PT. Ricky Kurniawan Kertapers, PT. Bara Eka Prima, PT. Era Sakti
Wiraforestama, PT. Bumi Andalas, PT. Bina Makmur Bestari dan PT. Puri
Hijau Lestari.
Sedangkan kebakaran di hutan lindung gambut di Tanjungjabung Timur
dan Muarojambi sekitar 6.196 ha, kebakaran hutan gambut di taman hutan
raya (1.317 ha), kebakaran hutan gambut Taman Nasional Berbak (4.803
ha), kebakaran hutan gambut di hutan produksi (1.924 ha) dan kebakaran
hutan gambut di areal penggunaan lain (4.734 ha).
“Terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut di areal perusahaan ini
mengindikasikan bahwa pihak perusahaan lalai mencegah kebakaran hutan
dan lahan di areal mereka. Bahkan muncul juga tudingan bahwa pengusaha
sengaja membakar hutan dan lahan gambut di areal mereka sebagai cara
praktis pembersihan atau pembukaan lahan,” katanya.

Sejumlah pengendara memakai masker saat hendak mengendarai sepeda motor di Kota Jambi.
Pembiaran
Luasnya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi memunculkan
penilaian adanya pembiaran terhadap pembakaran hutan dan lahan di daerah
itu. Pembiaran tersebut tercermin dari sikap jajaran instansi terkait
di tingkat pusat dan daerah yang kurang sigap mencegah dan menangani
kebakaran hutan dan lahan, serta terkesan lamban menjatuhkan sanksi
kepada pengusaha dan petani berdasi yang terindikasi membakar lahan.
Rudyi Syaf mengatakan, ketika Badan Metereologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) sudah mengumumkan terjadinya musim kemarau panjang
dengan fenomena El Nino, maka kesiagaan menghadapi kebakaran hutan dan
lahan gambut sudah dilakukan. Masalahnya hutan dan lahan gambut sangat
rawan terbakar di musim kemarau karena telah banyak digarap menjadi HTI
dan kebun sawit.
Idealnya, lanjut Rudy, pertengahan Agustus sudah ditetapkan keadaan
darurat dan siaga kebakaran hutan dan lahan. Saat itu juga semestinya
langsung dilakukan upaya modifikasi cuaca dan bom air di lahan gambut
yang baru mulai terbakar agar kebakaran tidak meluas. Namun hal itu
tidak dilakukan, sehingga hutan dan lahan gambut yang terbakar saat ini
sangat luas.
Selain itu, manurut Rudy, pemerintah dan jajaran keamanan sudah
mengetahui dan melihat langsung terjadinya kebakaran hutan dan lahan di
areal milik pengusaha perkebunan kelapa sawit dan HTI. Tetapi tak satu
pun pengusaha perkebunan sawit dan HTI yang diproses secara hukum.

Personel TNI ikut berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Jambi.
Alasannya, sulitnya pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam
kebakaran hutan dan lahan. Kondisi demikian membuat para pengusaha tetap
leluasa membakar hutan, lalu cuci tangan. Sedangkan pembakaran hutan
dan lahan tersebut membuat rakyat sengsara menuai bencana asap.
Hal senada juga diakui Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Provinsi Jambi, Musri Nauli . Dia menilai sikap pengusaha
perkebunan kelapa sawit, HTI, petani berdasi dan pemerintah yang
terkesan mengabaikan bencana asap, kebakaran hutan dan lahan seperti
suati konspirasi alias persekongkolan.
Kendati areal perusahaan dan petani berdasi terbukti terbakar,
pemerintah tidak tegas bersikap menjatuhkan sanksi kepada pengusaha dan
petani berdasi. Alasannya klasik, yaitu sulitnya mencari bukti
kesengajaan pembakaran hutan dan lahan.
Menyikapi hal itu, lanjut Musri, Walhi Jambi kini berupaya menggugat
pengusaha perkebunan kelapa sawit, HTI, HPH dan petani berdasi yang
diduga sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan. Para pengusaha dan
petani berdasi diduga sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan,
karena pola kebakaran hutan dan lahan di daerah itu sama setiap tahun.
Kemudian Walhi Jambi juga turut menggugat pemerintah daerah di Jambi
yang dinilai lamban dalam pencegahan dan penanggulangan bencana asap,
kebakaran hutan dan lahan.
“Kami masih menyelidiki kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan di
areal perusahaan sawit dan HTI di Jambi. Hasil penyelidikan sementara,
sebagian kebakaran hutan dan lahan di Jambi disengaja. Karena itu kami
akan segera menggugat pengusaha terkait kebakaran hutan dan lahan.
Gugatan kami ini sebagai salah satu shock theraphy atau memberi efek jera agar pengusaha dan pemerintah tidak lagi melakukan pembiaran kebakaran hutan dan lahan,” tegasnya. (Beritasatu.com/Radesman Saragih/JAS-Suara Pembaruan)
0 Comments