PARA pembaca kenal Romanis Sipayung? Mungkin, tidak
semua pembaca kami mengenalnya. Namun sosok anakmuda satu ini, minimal
di kalangan sebahagian pedagang di seputaran Pasar Horas Pematangsiantar
sudah tidak asing lagi dengan sosoknya.
Romanis sudah empat tahun, setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB
berkeliling menjajakan lembaran koran di pusat kota bermotto Sapangambei
Manoktok Hitei ini. Itu dikerjakannya setiap pagi. Bayangkan, empat
tahun lamanya itu dikerjakannya bahkan hingga kemarin.
Bila hari ini, sebahagian pedagang di Pasar Horas tidak melihat
Sipayung ini, meskipun harian Metro Siantar tetap bisa para pedagang
baca dari asonga lain, Romanis bukan pergi dari Siantar. Tapi hari ini
putra asal Silou Marawan Kecamatan Dolok Silau ini, sedang menjalani
proses wisuda gelar Sarjana Hukum di Auditorium Radjamin Purba
Universitas Simalungun (USI).
Ya, hari ini Kamis (22/10) dia menyelesaikan pendidikannya. Itu dia
raih dengan sangat luar biasa. Luar biasa, karena itulah hasil dari
peluh-peluh keringatnya sendiri selama empat tahun.
Rasa pegal sakit di kaki karena berjalan dari kantor Harian Metro
Siantar di Komplek Megalend Jalan Sangnaualuh Damanik Pematangsiantar,
dan berkeling di lorong-lorong Pasar Horas membuahkan hasil bagi
dirinya.
Kini putra almarhum Tormailan Sipayung, ibu Rosdiana Purba sudah
sarjana. Gelar pendidikan yang diraihnya itu, diperoleh dengan
berpeluh-peluh keringat.
Kembali masa lima tahun lalu, sekitar bulan Agustus 2010 ketika
dengan rasa keinginannya melanjutkan pendidikan, Romanis menemuiku di
depan kampus USI sekretariat DPC Himpunan Mahasiswa dan Pemuda
Simalungun (HIMAPSI) tempat saya selalu mangkal sebelum menjalankan
aktivitas yang waktu itu masih sebagai redaktur Metro Siantar Group yang
menerbitkan Harian Metro Siantar, Metro Asahan, Metro Tabagsel dan New
Tapanuli.
Romantis datang dengan Jon Hotner Sipayung, pria yang kebetulan kami
semarga pula. “Bang, nahado ase boi ahu kuliah. Ahu domma tammat han STM
HKBP, mulak hu huta lang bakku. Bapakku langdongbe mama mando.
Lang
mungkin humbani mama hupindo duit ase boi ahu kuliah” “Bang, bagaimana
caranya saya bisa kuliah, aku sudah tamat dari STM HKBP. Bapa sudah
meninggal, tinggal ibuku yang ada. Tidak mungkin aku minta uang kuliah
dari ibu,” katanya waktu itu.
Mendengar itu, aku menatappanya dengan tegun melihat sosok Sipayung
ini. Karena aku diam belum member jawaban, Romantis menimpali lagi
ucapannya.
“Pokokni Bang, ningon kuliah do ahu. Aha isuruhham horjaku hu
horjaon. Asalma ahu kuliah,” “ Intiniya, aku harus kuliah Bang. Apapun
kerja yang abang suruh kukerjakan,” ucapnya lagi.
Karena aku bekerja di media, sejak duduk kuliah di Fakultas Hukum
USI, aku menawari Romanis menjual koran, ya koran Harian Metro Siantar.
Sistim kerja dan apa yang bisa didapatnya aku terangkan sedetail
mungkin.
Bukan bermaksud supaya Romanis mengikuti jejakku yang juga awalnya
dari penjual koran di daerah Perumnas Batu VI dan Terminal Parluasan,
tapi aku hanya ingin melihat kesungguhannya untuk kuliah.
Mendengar penjelasanku, Romanis yang ingin menjadi orang mandiri dan
supaya bisa melanjutkan pendidikan, langsung menerima tawaranku.
Semenjak pertemuan itu, Romanis langsung bergabung bersama anak-anak
asongan penjual koran menjual Harian Metro Siantar. Hari pertama dia
membawa 20 eks koran dibawanya berjalan kaki ke seputaran RSUD dr
Djasamen Saragih, dan hari-hari berikutnya hingga ke Pasar Horas.
Lembaran uang seribu hasil penjualan koran, dikumpulnya untuk biaya
mendaftar kuliah kurang lebih setahun lamanya. Akhirnya September 2011,
Romanis resmi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum USI.
Setiap hari sebelum masuk perkuliahan sore, Romanis menjual koran.
Dari kantor Harian Metro Siantar yang sekaligus sebagai tempat
tumpangannya tinggal, dia berjalan kaki dari Jalan Sangnaualuh Damanik
hingga ke Jalan Sutomo Kota Siantar.
Dua lokasi yang menjadi targetnya berjualan, yakni lokasi rumah sakit
dan Pasar Horas. Para pengunjung rumah sakit dan pedagang di Pasar
Horas pun membeli koran dari Sipayung ini. Bahkan bila ada yang kurang
berkenan membeli, Romanis membujuk mereka supaya membeli, dengan alasan
hasil penjualan korannya itu akan dipergunakan membiaya uang kuliahnya.
Selain menjual koran, Romanis juga sempat menjadi anak koran yang
bertugas menyusun lembaran koran usai dicetak mesin. Itu dikerjakan pada
dini hari setelah jam deadline koran selesai.
Ketika anak-anak muda seusianya sudah terlelap tidur, Romanis
berjuang untuk bisa bertahan hidup dan mencari uang kuliah. Dalam
benaknya, kuliahku harus dituntaskan. Dan hari ini itu sudah diraihnya.
Ya…diarah dengan peluh dan kesabaran serta keinginan yang kuat dari
dirinya.
Gelar Sarjana Hukum memang belum menuntaskan semua perjuangannya.
Akan ada tantangan baru bagi Romanis, tantangan baru meraih masa depan,
masa depan yang akan menjadikannya semakin dewasa menjalani hidup.
Selamat kawan,,,selamat sobat!!(Catatan: Hermanto Sipayung/Pimred Metro Siantar)
0 Comments