Menjelang Pilkada Kabupaten Simalungun 10 tahun lalu, saya disuruh
datang ke salah satu hotel berbintang di Jkt untuk acara minta dukungun
dari tokoh2 Simalungun Jabodetabek kepada salah satu paslon bupati dan
wakil bupati Simalungun yg mau maju bertarung waktu itu.
Dalam
acara makan malam yg lumayan mewah itu, selain tokoh2 Simalungun hadir,
ada juga beberapa orang yg dianggap perwakilan pemenangan sebagian besar
kecamatan di Simalungun yg berdomisili di Jabodetabek.
Saat itu
setiap perwakilan disuruh bicara, apa pendapatnya untuk mendukung
paslon tersebut. Hampir semua yg berbicara mendukung, bahkan ada yg
menyumbang bahan untuk perbaikan jalan sebagai tanda perhatian. Lalu
saya disuruh pembawa acara bicara, sebagai putra yg berasal dari
Sondiraya.
Saya sampaikan, jika ada paslon saya tau akan bermasalah
kedepan apalagi itu sanina saya, maka saya tidak mau mendukung dan
mengelu-elukannya untuk maju terus. Analogi saya, jika sanina saya, saya
tau mau jatuh ke jurang, bukan saya dorong dan elu2kan tapi saya tarik
untuk tidak masuk jurang.
Setidaknya perbaiki dulu masalahnya untuk
tidak masuk jurang. Rupanya sikap saya itu dianggap sebagai pendukung
paslon lain yg menyusup ke acara itu. Dan karena itu saya dianggap
"musuh" dlm acara itu. Akhir cerita, saninaku itupun tak menang dan
calon wakilnyapun gol. Hahaha.....
0 Comments