Saudara-saudara ku
sebangsa dan setanah air. Kita yakin semua rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Merauke marah dan mengutuk korupsi.
Korupsi telah berdampak
sangat luas sehingga tak ada seorang pun tidak merasakan akibat buruk
dari korupsi. Pelayanan kesehatan buruk, pendidikan yang mahal dan
pembangunan yang tak merata merupakan akibat yang kita rasakan setiap
harinya.
Meski begitu kami tak pernah putus asa memimpikan
Indonesia yang bersih dan bebas korupsi. Harapan itu terus terjaga
karena keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK tak pernah
takut menangkap koruptor dan memenjarakan mereka. KPK terus berjuang
untuk memberantas korupsi dan kami akan terus mendukung KPK.
Dari aspek
penindakan sudah banyak koruptor dari politisi, penegak hukum, birokrat,
bankir dan pengusaha yang berhasil dijerat oleh KPK. Sudah triliunan
rupiah uang negara yang diselamatkan oleh KPK dari langkah pencegahan.
Langkah yang dilakukan KPK tentu tidak disukai oleh para koruptor dan
para pendukungnya. Mereka terus melakukan berbagai cara untuk membunuh
KPK atau setidaknya melemahkan KPK. Kini KPK kembali terancam dilemahkan
lewat Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK) yang akan dibahas di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Ada beberapa hal penting mengapa
subtansi RUU KPK dapat dikatakan sebagai upaya membunuh KPK dan
mematikan upaya pemberantasan korupsi.
Pertama, membatasi umur
KPK hanya sampai 12 tahun. Hal ini tentu hanya akan mematikan KPK secara
perlahan. KPK sudah seharusnya ada dan terus berdiri sepanjang Republik
Indonesia berdiri. KPK dibentuk untuk menyembuhkan Indonesia dari
penyakit korupsi, ia juga harus ada untuk mengawal Indonesia tetap
bersih dan bebas korupsi.
Kedua mengurangi kewenangan penindakan
dan menghapus upaya penuntutan KPK. Kewenangan KPK dibatasi hanya
melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi.
Ruang gerak KPK
juga berupaya dipersempit. Kasus yang ditangani oleh KPK juga dibatasi
yang nilai kerugian negaranya diatas Rp. 50 Miliar. Penyadapan dan
penyitaan KPK juga harus melalui izin ketua Pengadilan Negeri.
Operasi
Tangkap Tangan terhadap koruptor nampaknya mustahil dilakukan lagi oleh
KPK dimasa mendatang. Kewenangan penututan oleh KPK juga dihapus,
artinya KPK tidak boleh lagi menuntut perkara korupsi.
Padahal hingga
saat ini dari ratusan koruptor yang diproses belum ada satupun yang
lolos dari tuntutan KPK. Semuanya dihukum setimpal.
Ketiga, KPK
coba diubah menjadi Komisi Pencegahan Korupsi, bukan lagi Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dalam sejumlah subtansi RUU KPK, pengusul dari
Senayan berupaya mendorong KPK lebih memprioritaskan aspek pencegahan.
Pemberantasan korupsi dianggap sebagai perbuatan pencegahan. Sedapat
mungkin KPK melupakanurusan menindak para koruptor.
Revisi UU
KPK menurut kami belum penting dilakukan. Sebaiknya DPR fokus untuk
menyelesaikan tunggakan perumusan legislasi. Masih banyak UU lain yang
mendesak untuk dibahas dan bentuk dibandingkan mebahas UU KPK maupun
berupaya membunuh KPK.
Karenanya tuntutan kami sederhana:
1. KETUA DPR RI UNTUK HENTIKAN PEMBAHASAN REVISI UU KPK DAN CABUT REVISI UU KPK DARI RENCANA LEGISLASI DPR.
2. PRESIDEN JOKOWI UNTUK MENOLAK USULAN REVISI UU KPK.
Revisi UU KPK bagi kami bukan hanya melemahkan KPK tapi membunuh
harapan dan asa ratusan juta penduduk Indonesia yang terus bermimpi
Indonesia bebas Korupsi.
Salam Indonesia Tanpa Korupsi
Petisi ini dimulai oleh alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Indonesia
Corruption Watch tahun 2015 yang terdiri dari : Suryo Bagus Tri H, Febri
Maulana, Reinhard Yeremia, Mustika Hans, Ulfa Umayasari, Carlos
Fernando, Hanna Septiana, Jalaluddin, Lizka Fauziah, Alex Karci
Kurniawan, Hening Kartika Nudya, Judith Chanutomo, Sartika Mustari,
Indra P, Dwi viviani, Egi Primayogha, A. Aswar, A. Muh. HIdayat, Kurnia
Ramdhana, Safrin Salam, Wana Alamsyah, Ayu Rachmaningtiyas, Asri Tri
Undari, Dewi Anggraini, Almas Sjafrina, Siti Juliantari Rachman, Aradila
Caesar, Tibiko Zabar, dan Lalola Easter.
Kami berharap petisi ini didukung oleh seluruh rakyat Indonesia yang ingin Indonesia bersih dari korupsi. (***)
0 Comments