Korban tewas di dalam masjid di Sanaa, akibat bom bunuh diri yang diklaim dilakukan oleh ISIS, ditutupi dengan kain. Dua serangan bom bunuh diri di sebuah masjid di Sanaa, ibukota Yaman, menewaskan sedikitnya 28 orang, menurut laporan kantor berita Saba Houthi pada hari Rabu (2/9). (Foto: AP) |
BERITASIMALUNGUN.COM-Belakangan ini dunia
internasional sering disuguhi berita tentang bom bunuh diri yang terjadi
di berbagai tempat, khususnya di negara-negara sekitar Timur Tengah
yang dikenal sebagai daerah “Islam”.
Negara-negara itu memang berada
dalam keadaan politik yang tidak stabil atau yang sedang terlibat dalam
konflik internal antarkelompok baik politik atau agama, seperti di
Pakistan, Afghanistan Arab Saudi, Yaman Siria dan Libya.
Sebagian bom
bunuh diri itu diakui dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu
sebagaimana dinyatakan. Hal ini seperti pengeboman sebuah rumah sakit di
Afganistan baru-baru ini yang diklaim oleh kelompok Taliban sebagai
perbuatannya. Namun sebagian tidak diketahui siapa yang bertanggung
jawab.
Berbagai tindakan pengeboman sering terjadi di tempat umum dan
terhadap gedung-gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum.
Tempat-tempat yang dibom tersebut seperti pasar, masjid, kantor polisi,
pos-pos penjagaan dan atau perbatasan, gedung-gedung pemerintahan dan
lain-lain yang terletak di pinggir jalan raya.
Yang terakhir pengeboman
terhadap tempat umum yang dinilai bahkan sebagai kejahatan perang adalah
pengeboman rumah sakit di Afghanistan tersebut di atas. Yang menjadi
korban adalah gedung-gedung serta jalanan yang hancur dan rusak dan
tentu korban-korban manusia, termasuk para pengebom sendiri jika itu
merupakan bom bunuh diri. Memang, kebanyakan pengeboman-pengeboman
tersebut adalah tindakan bom bunuh diri.
Alasan Ideologis-Agama
Peristiwa-peristiwa bom bunuh diri dengan akibat membunuh orang lain
terutama disebabkan oleh konflik antara pihak pelaku pengeboman dan
pihak lain dan terutama pemerintah atau pihak yang berkuasa, atau pihak
lawan politik dan agama.
Memang, bagi kelompok-kelompok tertentu,
khususnya yang berasal dari kalangan Islam, konflik dan alasan
ideologi-politik tidak dipisahkan dari agama. Perjuangan politik sering
kali berdasar pada ideologi yang identik dengan agama.
Dengan kata lain,
bagi kelompok-kelompok pejuang dan pemberontakan atau separatis itu,
perjuangan di bidang politik adalah sama dengan perjuangan bagi agama.
Di sini agama memainkan peran yang besar terhadap pilihan untuk berjuang
terutama dengan tindakan bom bunuh diri.
Untuk perjuangan dan peperangan seperti itu, agama atau ajarannya
biasanya dijadikan sebagai alat legitimasi dan justifikasi pembunuhan;
bahwa boleh membunuh atau terbunuh atau bunuh diri demi kepentingan
agama atau demi pembelaan terhadap Tuhan atau Allah dan agama.
Tindakan-tindakan destruktif atau kekerasan lainnya yang juga diberi
pengesahan dan pembenaran oleh agama seperti antipati dan kebencian
terhadap agama atau orang atau umat agama lain dan menyebarkannya kepada
banyak orang; merendahkan dan menghina ajaran dan tokoh-tokoh agama
lain, menghambat umat lain untuk beribadah dan atau mendirikan rumah
ibadah, merusak tempat ibadah yang sudah dipergunakan, menyerang
kelompok umat agama lain yang sedang beribadah atau yang melakukan
aktivitas keagamaannya.
Justifikasi dan legitimasi terhadap perilaku negatif tersebut oleh
agama didasarkan pada pemahaman bahwa pihak lain itu bukan bagian dari
kelompok dan aliran politik-keagamaannya, mereka memiliki ajaran yang
berbeda atau bahkan bertentangan dan tidak benar menurut ajaran atau
hukum Allah.
Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya dan tidak
berkenan kepada Allah atau mereka adalah orang-orang kafir yang melawan
bahkan menyerang-Nya. Karena itu mereka adalah orang-orang yang akan
dihukum Tuhan.
Dan jika mereka diperlakukan dengan keras, dihambat,
dianiaya dan menderita atau terbunuh, itu adalah bentuk dan bagian dari
penghukuman dari Tuhan Allah yang mereka pantas alami. Dan dipahami
bahwa pelaku-pelakunya adalah orang-orang yang melaksanakan perintah
Tuhan atau mereka sebagai pembela-pembela agama dan Tuhan.
Sisi Negatif-Positif Agama
Ajaran agama yang kompromis dan mendukung kekerasan terhadap orang
atau pihak lain yang berbeda tentu tidak dapat diterima oleh akal sehat
dan logika. Apalagi, ajaran agama yang mengajarkan dan membenarkan
pembunuhan terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri.
Membunuh orang
lain dan membunuh diri tentu tidak menghargai dan bertentangan dengan
kehendak dan hukum Tuhan; bahwa kematian atau menentukan ajal manusia
sebagai ciptaan-Nya adalah kehendak dan hak Tuhan atau pencipta-nya.
Mestinya, agama yang selalu mendasarkan ajaran dan perilaku umatnya pada
kehendak atau hukum Tuhan, mengajarkan dan mengutamakan kebaikan pada
manusia.
Tuhan Allah menghidupkan manusia, seharusnya manusia dalam
agama apa pun bertugas menghidupkan atau paling tidak mendukung
kehidupan manusia. Jadi ajaran agama yang mendukung pembunuhan atau
bunuh diri adalah tindakan melawan kehendak Tuhan dan itu tidak benar.
Tapi inilah realitas agama, ada sisi negatifnya.
Di balik sisi negatif agama tersebut, ada sisi positif dan menonjol
dari agama, yaitu ajaran tentang nilai-nilai dan praktik spiritual dan
moral-etis yang baik bagi manusia dan kemanusiaan. Nilai-nilai ini
didasarkan pada ajaran dan sifat atau karakter Tuhan, seperti pengasih
dan penyayang, pemurah dan pengampun; juga tentu penghargaan kepada
ciptaannya, terutama manusia yang diciptakannya dengan kemuliaan dan
hormat.
Manusia dimuliakan dan dihormati bahkan oleh Tuhan sendiri. Jadi
manusia menyikapi dan bertindak terhadap sesama manusia mestinya dengan
karakter dan perilaku yang penuh kasih sayang, murah hati dan
mengampuni. Inilah tanda penghargaannya baik kepada manusia dan kepada
Pencipta-nya.
Sebaliknya, jika manusia yang dimuliakan Tuhan berperilaku
buruk terhadap manusia, menganiaya dan membunuh, ia melecehkan kodrat
manusia dan tidak menghargai Tuhan sebagai Pencipta-nya.
Pertanyaan yang logis adalah: apakah layak seseorang disebut sebagai
hamba, pengikut atau pembela Tuhan jika pikiran dan tindakannya penuh
dengan kebencian, rasa permusuhan dan keinginan untuk menyakiti dan
membinasakan manusia lain?
Pantaskah ia disebut hamba Tuhan jika ia
melakukan tindakan pembunuhan, dan juga bunuh diri? Akal sehat dan
logika manusiawi akan menyatakan “tidak layak”. Stanley R. Rambitan/Teolog-Gereja Kristen Jawa dan Dosen Pascasarjana UKI.
(Sumber: SATUHARAPAN.COM)
0 Comments