Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi. (Foto: Dok.satuharapan.com/Endang Saputra) |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menahan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella
seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana
korupsi suap kepada anggota DPR terkait penyelidikan di Kejaksaan Tinggi
Sumatera Utara dan atau Kejaksaan Agung.
Rio yang diperiksa lebih dari delapan jam oleh penyidik KPK tidak
mengatakan apa pun saat keluar dari gedung KPK. Ia sudah menggunakan
rompi tahanan KPK berwarna oranye didampingi penyidik dan pengacaranya,
Maqdir Ismail.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan PRC (Patrice Rio Capella)
selama 20 hari pertama di rumah tahanan Kelas I cabang Jakarta Timur di
rutan gedung KPK," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi
melalui pesan singkat, di Jakarta, hari Jumat (23/10).
Rio pada hari ini juga baru pertama kali diperiksa sebagai tersangka
setelah sebelumnya pada Selasa (20/10) Rio tidak memenuhi panggilan KPK
dan menyatakan sudah mengajukan praperadilan terhadap penetapan dirinya
sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Rio dalam kasus ini diduga menerima uang Rp 200 juta dari istri
Gubernur Sumatera Utara Evi Susanti untuk mengamankan perkara suaminya,
Gatot Pujo Nugroho yang mendapatkan status tersangka dari Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara dalam perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial
(Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada
sejumlah BUMD.
Menurut Gatot seusai menjalani sidang pada pada Kamis (22/10), Rio
menyanggupi untuk menyampaikan permasalahan Gatot tersebut kepada Jaksa
Agung HM Prasetyo yang merupakan kader Partai Nasdem.
Uang itu diberikan melalui seorang perantara bernama Fransisca Insani
Rahesti yang merupakan teman kampus Rio. Namun Rio Capella mengaku
sudah mengembalikan uang Rp200 juta itu ke KPK.
Patrice Rio Capella dalam kasus ini juga sudah ditetapkan sebagai
tersangka dan disangkakan pasal 12 huruf a, huruf b atau pasal 11 UU No
31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman terhadap pelanggar pasal
tersebut adalah penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun
penjara ditambah denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1
miliar.(Ant)
0 Comments