Gubernur Sumut (nonaktif) Gatot Pujo Nugroho.
|
BERITASIMALUNGUN.COM,Medan-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
(Fitra) Sumatera Utara (Sumut) mengapresiasi langkah cepat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus yang menjerat Gubernur
Sumut (nonaktif) Gatot Pujo Nugroho.
Terakhir, KPK menetapkan Gatot bersama lima anggota DPRD Sumut
periode 2009-2014 sebagai tersangka dalam kasus pembahasan APBD Sumut
dan penggunaan hak interpelasi.
Kelima anggota DPRD itu adalah: SB
(Saleh Bangun) selaku Ketua DPRD, CHR (Chaidir Ritonga) selaku Wakil
Ketua DPRD, AJS (Ajib Shah) selaku Anggota DPRD/Ketua Fraksi Golkar, KH
(Kamaludin Harahap) selaku Wakil Ketua DPRD, SPA (Sigit Pramono Asri)
selaku Wakil Ketua DPRD.
Ketua Divisi Advokasi dan Data Fitra Sumut, Irvan Hamdani Hasibuan,
mengatakan pihaknya juga mendukung KPK karena lembaga antirasuah itu
telah ‘berjanji’ tidak akan berhenti kepada Saleh Bangun Dkk.
Irvan yakin, KPK akan menyikap habis semua bentuk tindak piadana
korupsi di Sumut, termasuk dana Bantuan Daerah Bawahan (BDB) yang
dikucurkan oleh Pemprov Sumut kepada kabupaten dan kota yang jumlahnya
sangat luar biasa.
Jelas dia, kasus suap hakim PTUN Medan yang awalnya
menjerat Gatot bermula dari kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) dan dana
BDB Pemprov Sumut di Kejaksaan Tinggi Sumut.
Irvan menerangkan, dana BDB yang dikucurkan oleh Pemprov Sumut banyak
yang naik secara signifikan. Misalnya dana BDB ke kabupaten/kota pada
tahun 2011-2012: Kota Tanjungbalai dari Rp2,613,650,000 menjadi
Rp74,921,588,000 (2867 persen); Kabupeten Labuhanbatu Utara dari
Rp4,797,440,000 menjadi Rp124,926,140,000 (2604 persen); Kota Sibolga
dari Rp1,110,720,000 menjadi Rp28,037,460,000 (2524 persen); Kabupaten
Simalungun dari Rp17,357,840,000 menjadi Rp169,589,928,000 (977 persen);
Kabupeten Asahan dari Rp16,715,440,000 menjadi Rp143,842,940,000 (861
persen); dan Kota Tebing Tinggi dari Rp4,540,560,000 menjadi
Rp37,148,438,000 (818 persen).
Selanjutnya pada tahun anggaran 2012-2013: Kabupeten Karo dari
Rp20,015,336,000 menjadi Rp76,374,868,000 (382 persen); Kabupaten Asahan
dari Rp143,842,940,000 menjadi Rp425,662,350,000 (296 persen);
Kabupaten Batubara dari Rp55,713,236,000 menjadi Rp 151,812,502,000 (272
persen), Kabupaten Labuhanbatu dari Rp 37,470,782,800 menjadi Rp
91,523,560,000 (244 persen); Kota Tebing Tinggi dari Rp37,148,438,000
menjadi Rp90,734,044,000 (244 persen); Kabupeten Langkat dari
Rp49,178,924,000 menjadi Rp100,689,462,000 (205 persen); Kabupaten
Pakpak Bharat dari Rp10,075,440,000 menjadi Rp19,867,720,000 (197
persen); Kota Sibolga dari Rp28,037,460,000 menjadi Rp50,781,230,000
(181 persen); Kabupaten Tapanuli Tengah dari Rp109,334,145,000 menjadi
Rp197,339,350,000 (180 persen); dan Kabupaten Tapanuli Utara dari
Rp45,416,488,000 menjadi Rp78,252,244,000 (172 persen).
Menurutnya, naiknya anggaran dana BDB tersebut secara signifikan
kepada kabupaten dan kota tertentu bukan tanpa sebab. Ini salah satu
trik Gatot untuk memenangkan Pilkada Gubernur Sumut pada 2013 lalu.
Selain itu, Irvan juga menduga bupati dan walikota yang bersangkutan
memberikan fee kepada Gatot, serta ada aroma para kepala daerah tingkat
II itu memberi suap kepada DPRD Sumut untuk memuluskan pembahasannya di
legislatif.
Irvan menambahkan, penggunaan dana BDB tersebut juga banyak yang
tidak beres. Misalnya, di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang
mendapatkan dana BDB yakni Rp32.512.160.000 (tahun 2011),
Rp121.536.412.000 (tahun 2012) dan Rp169.888.370.000 (tahun 2013).
Pembangunan Gedung olahraga (GOR) Kabupaten Paluta yang berasal dari
dana BDB yang diperkirakan menelan anggaran sekitar Rp2 miliar lebih,
namun sampai sekarang pekerjaannya belum selesai alias terbengkalai.
“Untuk itu, para bupati dan walikota penerima BDB siap-siap susul
Gatot ke KPK. Ini bukan menakut-nakuti. Saya yakin KPK akan mengungkap
ini semua. Ditambah, Gatot dan lima anggota DPRD Sumut periode lalu yang
sudah ditetapkan tersangka juga tidak akan tutup mulut,” demikian
Irvan.(RMO/MKM)
0 Comments