Kemaren sore (3 Nopember 2015), usai rapat persiapan Natal Oikumene di
sebuah ruang rapat Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB), jalan
Diponegoro, sambil melintas mau pulang ke rumah, saya menyaksikan
Perayaan Natal. Itulah pertama kali saya menyaksikan Perayaan Natal
tahun ini.
Di Gedung Pertemuan milik gereja yang dulunya
bernama “Indischekerk” atau “Staatskerk”. itu sedang berlangsung
Perayaan Natal untuk dewasa, dan di luar gedung gereja (pakai
atap)--antara gedung gereja dan gedung pertemuan, berlangsung Perayaan
Natal untuk anak Sekolah Minggu. Sederhana sekali. Ketika saya berjalan melewati tempat perayaaan Natal Sekolah Minggu. Mereka duduk di kursi platik.
Saat melintasi gedung tempat perayaan Natal orang dewasa, lagu: "Malam
Kudus" sedang mengumandang. Ruangan di dalam agak gelap, hanya disinari
kelap-kelip lampu pohon Natal, dengan suara nyanyian jemaat terdengar
begitu syahdu.
Suasana ceria....!
Lupa kalau negeriku sekarang marak korupsi. Ingat masa lalu ketika di kampung dulu, ketika kami belum mengenal negeri korup.
Seperti biasa, seorang anggota kepolisian duduk di depan gereja.
Dulu,
sebelum terjadi pemboman gereja saat Natal, belum pernah Natal di gereja
kami dikawal kepolisian. Tetapi sejak 2001, maraknya pemboman oleh
teroris, ancaman-ancaman bom pengawalan perayaan Natal di gereja kami
selalu dilakukan. Tanda negeriku belum aman betul.
Perayaan
Natal terlihat sederhana, dan tidak ada hiasan yang wah, baik di dalam
maupun di luar gereja. Papan bunga bertebaran di halaman gereja yang
berlokasi persis di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara itu.
Papan bunga kadang menjadi tidak jelas maknanya dalam suasana Natal.
Kadang dibumbui: "Calon Walikota X, atau Calon Bupati Y". memasang papan
bunga ucapan Natal, sekaligus memperkenalkan diri sebagai calon. Selalu
ada maunya. Tapi kok cepat kali Natalnya yah!. Di kampung kami dulu, tidak secepat ini Perayaan Natalnya.
Dalam suasana negeri yang seperti ini, kadang suasana Natal saya asyik
membaca koran, menonton televisi. Tergoda mengamati situasi negeri ini
yang penuh intrik, tipu daya, korupsi, walau tidak bisa berbuat apa-apa. Asyik rasanya: mengasah otak dan mengamati karakter para pemimpin bangsa.
Mengenang mereka ketika hadir di Perayaan-perayaan hari-hari Keagamaan.
Dengan pakaian necis, turun dari mobil mewah, masuk ke gedung perayaan
atau resepsi Natal, melambaikan tangan dan disambut di kiri kanan bagai
"Raja".
Saat tiba acara bagi dirinya, memberi sambutan menghimbau jemaat: hidup sederhana, jujur, takut akan Tuhan.
Sudah bosan rasanya mendengar pidato-pidato para calon-calon pemimpin
kita, gubernur, walikota, bupati, khususnya kami yang tinggal di kota
Medan.
Ketika masih menjadi calon, berpidato: dirinya
mengayomi rakyat, hidup sederhana, jujur, takut akan Tuhan, tetapi
menyelewengkan dana Bansos, dana untuk rakyat.
Tidak sedikit pejabat kita, yang berpidato bagus di Perayaan Natal, tetapi tak lama kemudian masuk penjara.
Di Sumatera Utara sudah dua periode Gubernur kami, walikota di kota
kami masuk penjara. Bukan hanya eksekutif, tetapi juga Ketua dan Wakil
Ketua DPRD provinsi kami.
Mereka pernah menghadiri perayaan
atau resepsi Natal. Pidatonya selalu berapi-api dan memberi harapan
perubahan yang lebih baik! .
Dalam suasana Natal Tahun ini, kami akan memilih walikota yang baru, 9 Desember mendatang. Pengamatan saya, cukup banyak perayaan Natal tahun ini diselenggarakan sebelum tanggal 9 Desember. Mudah-mudahan tidak ada kaitannya dengan Pilkada serentak berlangsung 9 Desember 2015.
Syukurlah, kebanyakan Perayaan Natal diselenggarakan sesudah tanggal itu. Bahkan umat Katolik tidak pernah merayakan Natal sebelum 25 Desember 2015. Natal Oikumene sendiri berlangsung 28 Januari 2015.
Kiranya Panitia yang merayakan Natal tidak mengaitkannya dengan
bantuan-bantuan bermuatan "politis", tidak ada perayaaan Natal yang
berebut mendapatkan bantuan calon walikota.
Semoga Perayaan
Natal yang dilaksanakan sebelum 9 Desember, tidak sampai memberi
kesempatan kepada para Calon-calon pemimpin mendermakan bantuan Natal
yang bermuatan "politis", apalagi hadir pula hanya menyampaikan
pidato-pidato kosong yang membuat perayaan tidak hikmat, dan makna Natal
menjadi kabur:
Suara bisik-bisik: "Siapa yang kita Pilih?". Padahal, kita sedang merayakan Natal.
Dua periode cukup menjadi pelajaran bagi kita! Semoga, himbauan GBKP
(Gereja Batak Karo Protestan) dengan sikapnya yang tegas, melarang
anggota jemaatnya mengirimkan proposal bantuan dana Perayaan Natal
kepada para calon walikota dan bupati.
Sikap itu hendaknya dimaknai sebagai salah satu cara menolak "money politics" untuk pemilihan calon walikota dan bupati.
Yesus lahir dalam kesederhanaan, di kandang domba di Betlehem. Tidak
pakai baju baru, tidak pakai sepatu baru, tidak pakai mobil baru, jemaat
bisa kok menikmati Natal.
Jangan Natal membuat kita semakin
konsumtif, apalagi sampai memaksakan diri berbuat melanggar hukum untuk
mengejar kebenaran, suka cita!.
Kalaupun tidak dengan hiasan yang
wah, makanan yang "lezat", musik yang "wah", mengundang penyanyi ibu
kota yang menelan biaya besar, dilaksanakan di gedung mewah, jemaat
bisa merayakan Natal yang bermakna. Kalau tidak memiliki dana yang
cukup, rayakan dengan kebaktian sedehana saja.
Suka cita bukan
datang dari baju baru, sepatu baru, makanan yang mewah, hiasan yang
mewah, tempat perayaan yang wah, tetapi datang dari ketulusan menyambut
sang Penebus, dengan apa adanya.
Hendaklah gereja, jemaat mampu menggunakan dana yang dimilikinya, tanpa bantuan-bantuan yang berbau "politik".
Sederhana, jujur, takut akan Tuhan senantiasa mengisi hati khususnya para panitia Natal.
Hendak Panitia Peryaan Natal 2015, dimanapun berada tidak ada yang
tidak mampu mempertanggungjawabkan keuangannya, usai perayaan Natal
nanti. Hendaknya Natal menghilangkan niat "korupsi" di kalangan Panitia
Natal.
Malu kali, kalau Panitia Natal menyambut kelahiran
Kristus, tidak mampu memberikan ertanggungjawaban pekerjaannya,
Janganlah sampai Panitia tidak bubar-bubar.
Persiapkalah
penerimaan dan pengeluaran secara bijaksana. Bekerjalah bersama-sama,
memuliakan Tuhan, bukan memuliakan manusia. Selamat menyambut Natal 2015. (St Jannerson Girsang)
0 Comments