JEMAAT MAIN HP SAAT IBADAH. FOTO inet.detik.com |
Bahkan karena
terlalu atraktifnya, alat ini membuat penggunanya seakan-akan menemukan
dunianya sendiri, tak peduli dengan dunia sekitarnya.
Alat-alat
canggih ini memang bisa dijadikan sebagai pelepas stress dengan
bermain games yang ada. Dia juga tempat belajar, karena semua ada di
dalamnya, meski sebenarnya tidak seluruhnya benar. Sehingga orang tidak
begitu tergantung lagi dengan pelajaran, hiburan dari orang lain.
Makanya, dimana-mana banyak pengguna handphone asyik benar, apalagi
dengan handphone yang serba canggih sekarang ini. Tak mengenal tempat,
di rumah, di jalan, di dalam gereja, menunggu membayar listrik, air,
ruang tunggu stasion kereta api, di ruang tunggu bandara, orang asyik
dengan alat ini. Juga tidak mengenal waktu, kapan saja.
Handphone menjadi andalannya, kadang acuh dengan orang di dekatnya
duduk. Asyik sendiri!. Seseorang merasa nyaman dan tidak mau
melepaskannya. Lebih nyaman dari pada berbicara dari hati ke hati dengan
teman sekelilingnya.
Tentunya bisa berdampkan pada melemahkan
fungsi keluarga dan sekelilingnya dalam memberikan hiburan dan kasih
sayang antar anggota keluarga satu-sama lain.
Walau sekarang
kita hanya sejauh "tuts" telepon, alat komunikasi sudah beragam, tetapi
kalau orang menggantungkan diri sepenuhnya kepada alat ini maka
sebenarnya kita kembali hidup menyendiri, tanpa mengharapkan manusia
lagi.
Dengan teknologi ini kita makin "dekat" dengan manusia lain, tapi rasanya kok makin "jauh" dari hubungan emosional.
Dulu, ketika telepon belum ada, kita hanya mungkin berkomunikasi dengan
tatap muka atau surat, komunikasi kita terasa hangat, kita menghargai
hal-hal yang bernilai positif untuk disebar secara face to face. .
Kartu Natal masih terkirim dengan tulisan tangan yang memberikan kesan
personal, kita masih hargai pertemuan akhir tahun dengan keluarga, kita
masih sisakan waktu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, ke
keluarga, teman-teman se kantor.
Sekarang kita berlomba
melengkapi alat-alat komunikasi, tidak hanya telepon di rumah, I-Pad
tercanggih, alat-alat komunikasi modern, tetapi hati kita kosong.
Sayangnya, ketergantungan komunikasi canggih ini mengabaikan komunikasi
face to face, kunjungan rumah rumah sudah hampir kita abaikan.
Malah untuk mengucapkan selamat pagi aja kita lupa, paling-paling hanya
sekali atau tiga kali setahun. saat ulang tahunmu, Lebaran, atau Natal.
Itupun hanya melalui sms, atau melalui status di FB. Bahkan sudah sering lupa.
Begitu banyak teman yang bertambah, tetapi jangan lupa sebenarnya kita juga banyak kehilangan teman sejati..
Kita makin menjauhi komunikasi yang tulus, yang hangat. Kadang hanya menghubungi kalau ada kepentingan mendadak saja.
Memelihara hubungan emosional, tampaknya makin jauh. Kita lebih suka
menambah teman yang jauh dari pada memelihara teman sejati. Atau memang
kita sudah lupa arti teman sejati.
Komunikasi, darah dari
organisasi.makin tergerus oleh canggihnya teknologi. Komunikasi, darah
dari hubungan sesama, kini makin pudar.
Rasa se kampung, se
lingkungan sudah memudar, bahkan akan terus memudar. Kita sudah
mempercayakan semua komunikasi ke alat-alat yang tidak berperasaan. Kita
sudah meninggalkan kehangatan.
Kunjungan rumah ke rumah di saat
Tahun Baru, Lebaran, kini makin tergerus, dan makin hilang. Jauh dengan
kehangatan ketika teknologi canggih belum hadir di tengah-tengah kita! .
Padahal, menurut seorang penulis, "Perilaku berkurangnya
aktifitas berinteraksi langsung secara face to face terhadap orang lain
juga dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker,
stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan)".
Itu mungkin sebabnya mengapa makin banyak orang stroke di usia muda! Mudah-mudahan bukan yah!
Tanpa kita sadari, kita sedang menuju sebuah peradaban baru, yang kalau
tidak hati-hati, maka kita akan kehilangan kehangatan, di dalam
keluarga, dan masyarakat.
Kita lebih banyak berkomunikasi dengan benda mati, dan menyerahkan perasaan kita melalui benda itu.
Kehangatan makin lama makin hilang. Niat berkomunikasi face to face
(tulus dan hangat) yang mampu memunculkan kerinduan, makin kita
tinggalkan.
Makin banyak orang bingung, untuk apa seseorang
ditelepon, untuk apa seseorang ditemui, apa yang harus dibicarakan agar
menyenangkan semua. Masing-masing orang belajar dari sumber berbeda,
dengan pandangan dan latar belekang yang berbeda.
Itulah mungkin mengapa rapat-rapat kita sering gaduh, konflik, marah, karena kita makin saling tidak mengenal satu sama lain.
Kita "dekat", tetapi kok rasanya hati kita makin "jauh", ya.
Rasanya ada yang salah, apa yah!
Teknologi memang membuat kita mengenal makin banyak manusia, tetapi
kita mulai tak mengenal manusia lebih dalam, bersahabat dengan tulus,
dan makin rendah minatnya memelihara sahabat sejati..
Yang
dikhawatirkan adalah munculnya manusia-manusia yang oleh Erich Fromm
menyebutnya sebagai Gejala Alienasi,yaitu salah satu jenis penyakit
kejiwaan yang ditandai oleh perasaan keterasingan terhadap sesuatu, baik
sesama manusia, alam, lingkungan, dan sebagainya.
Seseorang
merasa dirinya paling hebat, mampu menyelesaikan seluruh persoalannya
sendiri, tidak perlu bantuan orang lain, bahkan tanpa orang lain dia
bisa hidup. Mudah-mudahan tidak separah itu!
Mari kita renungkan kekhawatiran Arnold Toynbee tentang kemajuan teknologi.
"Teknologi industri telah mengelabui para mangsanya dan menjadikan
mereka memasrahkan kendali diri mereka untuk dijual, mengganti pelita
lama dengan yang baru. Peradaban ini telah mengelabui mereka, sehingga
mereka menjual nyawa untuk diganti dengan sinema dan radio. Akibat dari
kehancuran peradaban yang disebabkan oleh transaksi baru ini adalah
sebuah pemiskinan rohani yang dilukiskan Plato sebagai ‘masyarakat
babi’, atau dilukiskan oleh Aldous Huxley sebagai ‘dunia kecongkakan
baru’.” (St Jannerson Girsang)
0 Comments